Hamka Mahmud, Mantan Napi Jadi Dai di Maros

Kisah inspiratif Hamka Mahmud, mantan narapidana yang kemudian menjadi seorang penceramah atau dai di Maros, Sulawesi Selatan.
Hamka Mahmud mantan narapidana menjadi dai di Maros, Sulawesi Selatan. Ia berdiri dekat buku-buku karyanya yang berjajar rapi di rak. (Foto: Tagar/Aan Ariska Febriansyah)

Maros - Sore yang syahdu di Masjid Baabuttaubah lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Maros. Para narapidana usai salat Asar berjamaah menuju waktu berbuka puasa, mengambil posisi duduk menghadap mimbar, menyimak ceramah Ustaz Hamka Mahmud.

Hamka Mahmud berdiri di samping mimbar, mengenakan pakaian muslim dilengkapi songkok dan selendang.

Ia berbicara selama sepuluh menit tentang seseorang yang kembali ke jalan yang benar setelah keluar dari penjara.

Hamka sedang berbicara tentang dirinya. 

Seperti para pendengarnya Kamis sore, 30 Mei 2019 itu, Hamka juga pernah menjadi penghuni rumah tahanan.

Kini ia berdiri di hadapan narapidana. Bukan sebagai penghuni rutan, tapi sebagai seorang dai atau penceramah.

Pria kelahiran 1984 ini dalam ceramah, memilih diksi atau perkataan yang menyentuh perasaan, memantik semangat warga binaan.

Usai menyampaikan ceramah, Hamka membuka dialog, tanya jawab dengan jemaah narapidana.

Polres Maros menghubungi saya, menyarankan untuk mendaftar jadi dai Kamtibmas, dan tentu saya tidak sia-siakan kesempatan itu.

Hamka MahmudUstaz Hamka Mahmud berceramah di depan para narapidana di Masjid Baabuttaubah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Maros, Kamis sore 30 Mei 2019. (Foto: Tagar/Aan Ariska Febriansyah)

Titik Balik

Hamka Mahmud tinggal di Jalan Bambu Runcing, Kecamatan Turikale, Maros, Sulawesi Selatan.

Ia mengerti perasaan orang-orang berstatus narapidana karena pernah berada di posisi sama. Ia merasakan dingin tembok jeruji besi pada tahun 2006 di lembaga pemasyarakatan Kelas II A Maros selama lima bulan karena kasus pencemaran nama baik.

Kepada Tagar, Hamka berkisah awal mula dirinya bisa menjadi penceramah di beberapa rumah tahanan di Maros bahkan di daerah luar Maros.

"Saat itu, saat masih berstatus sebagai warga binaan di Lapas Kelas II A Maros 15 tahun lalu, bermodalkan pendidikan di pesantren kemudian memberanikan diri untuk berdakwah di hadapan warga binaan," kenang Hamka.

Setelah momen awal itu, katanya, karena materi ceramahnya dianggap menyentuh hati para narapidana, ia kemudian dipercaya menjadi penceramah. Hal ini berlanjut sampai ia keluar dari rumah tahanan.

Karena kebiasaan berceramah, setelah dinyatakan bebas dari lembaga pemasyarakatan, Hamka mengalami apa yang dinamakan titik balik. Ia menemukan kembali kepercayaan diri yang sempat hilang. Sampai kemudian ia tergerak mendirikan tempat belajar mengaji di dekat rumah, tanpa dibayar uang sepeser pun.

Pria yang kini berusia 35 tahun ini mulai banyak dikenal masyarakat khususnya warga binaan berbagai lembaga pemasyarakatan setelah dirinya dipilih sebagai Dai Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) Polda Sulawesi Selatan pada 2014.

"Saat itu secara tidak sengaja, atau memang rezeki dari Sang Khalik, pada saat saya bebas, berkeliling kota untuk menjual buku, entah kenapa Polda Sulsel mencari mantan napi untuk jadi dai. Polres Maros menghubungi saya, menyarankan untuk mendaftar jadi dai Kamtibmas, dan tentu saya tidak sia-siakan kesempatan itu," tutur Hamka penuh semangat.

Dengan bantuan polisi, ia pun mengemban amanah sebagai seorang penceramah yang lebih spesifik mengangkat persoalan-persoalan kekinian di tengah masyarakat. Mulai dari masalah kedisiplinan lalu lintas hingga narkoba. Ia telah direkrut oleh Badan Narkotika Nasioal (BNN) Sulawesi Selatan sebagai Dai Anti Narkoba.

Setelah mendapat tanggung jawab sebagai dai Kamtibmas, Hamka mewakafkan tanah tempat belajar mengaji untuk dibangun masjid. 

Masjid tersebut sudah jadi dan sudah diresmikan oleh Kapolda Sulawesi Selatan saat itu Irjen Pol Anton Charlian.

Di masjid tersebut terpampang beberapa penghargaan untuk Hamka sebagai Dai Kamtibmas. Di antaranya penghargaan dari Polda Sulawesi Selatan dan penghargaan tertinggi dari Kapolri Jenderal Polisi Tito M Karnavian.

Di samping berceramah, Hamka juga menuliskan pemikiran dalam bentuk buku.

Mimpi lain yang ia ingin wujudkan adalah mendirikan lembaga pendidikan khusus untuk narapidana yang baru keluar dari lembaga pemasyarakatan, untuk belajar hidup mandiri.

"Lahan alhamdulillah sudah ada, sekarang dalam proses pembangunan dan semoga bisa cepat kelar secepatnya. Dengan sekolah ini kita harap para napi ini tidak lagi kembali ke jalan yang salah," kata Hamka dengan penuh harapan. []

Kisah Inspiratif berikutnya:

Berita terkait