Gerak Serukan Gubernur Aceh Keluarkan SK Pencabutan 108 IUP Bermasalah

Gerak serukan Gubernur Aceh keluarkan SK pencabutan 108 IUP bermasalah. Demi kepastian hukum dan tata kelola pertambangan yang baik di Aceh.
Gerak Serukan Gubernur Aceh Keluarkan SK Pencabutan IUP Bermasalah | Diskusi terkait pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) dihadiri Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ombudsman Aceh, akademisi serta tim RPJM Gubernur Aceh, Falevi Kirani, Wahdi Azmi dan Bakti Siahaan, di Bin Hamid Coffee Banda Aceh, Selasa 29/5/2018. (Foto: Istimewa)

Banda Aceh, (Tagar 30/5/2018) - Hayatuddin Tanjung Kepala Divisi Advokasi Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh mengatakan bahwa dari 138 perusahaan mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) di Aceh sejak 2014, hanya beberapa perusahaan memberikan dampak baik dan kontribusi untuk Aceh.

Ia menambahkan, sejak dikeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) moratorium pertambangan oleh Pemerintah Aceh pada 2014, 108 IUP perusahaan tambang telah berakhir, tidak aktif lagi, sementara 30 IUP lain masih berlaku hingga saat ini.

"108 perusahaan yang telah berakhir masa IUP itu meninggalkan beberapa masalah di Aceh, belum diselesaikan hingga hari ini kepada Pemerintah Aceh. Di sisi lain Pemerintah juga belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan kolektif terhadap IUP perusahaan yang sudah tidak aktif tersebut," jelasnya.

Karena itu ia menyerukan Pemerintah Aceh secepatnya mengeluarkan SK pencabutan 108 izin usaha pertambangan (IUP) bermasalah dan sudah tidak berlaku lagi tersebut. Hal ini penting demi kepastian hukum pengelolaan pertambangan di Aceh.  

Hayatudiin menyampaikan itu semua saat diskusi terkait pencabutan IUP dihadiri Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ombudsman Aceh, akademisi serta tim RPJM Gubernur Aceh Falevi Kirani, Wahdi Azmi dan Bakti Siahaan, di Bin Hamid Coffee Banda Aceh, Selasa (29/5).

"108 perusahaan yang sudah tidak aktif lagi itu masih meninggalkan dosa (masalah) di Aceh, maka dari itu Pemerintah Aceh perlu segera menyelesaikannya," katanya.

Ia menyebutkan, masalah yang ditinggalkan perusahaan tersebut satu di antaanya tercatat masih menunggaknya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 41 miliar kepada Pemerintah Aceh. Data tersebut merupakan akumulasi dari jumlah total tunggakan yang dihitung langsung oleh Dinas ESDM Aceh per tanggal 1 September 2016.

"Pemerintah Aceh dirugikan oleh perusahaan yang menunggak PNBP. Selain itu juga masih meninggalkan masalah seperti tidak melakukan kewajibannya untuk menutup lubang bekas galian tambang (reklamasi) serta persoalan pasca tambang lainnya," ujarnya.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus segara meminta perusahaan membayarkan tunggakan PNBP dan menyelesaikan semua kewajibannya.

Hayatuddin juga mendesak Gubernur Aceh melanjutkan Ingub moratorium pertambangan yang akan berakhir pada 27 Juni 2018. Kelanjutan Ingub ini dipandang perlu mengingat masih banyak masalah yang belum dibenahi pada sektor tata kelelo tambang di Aceh.

"Masih banyak masalah yang belum berhasil di benahi, untuk melakukan pembenahan maka moratorium pertambangan harus dilanjutkan," katanya.

Dalam kesempatan yang sama Kepala Dinas ESDM Aceh Mahdinur membenarkan bahwa 108 perusahaan tambang di Aceh yang sudah habis masa IUP-nya memang meninggalkan banyak dosa di Aceh. 

Ia berjanji segera mengajukan draf SK pencabutan IUP secara kolektif kepada Gubernur Aceh, sehingga bisa mendorong tata kelola pertambangan yang baik di Aceh.

"Kami komit segera mengeluarkan, akan langsung membuat draf SK-nya. SK pencabutan IUP ini kami selesaikan, kami tuntaskan," katanya. 

Selain itu Mahdinur mengatakan terkait tunggakan PNPB perusahaan kepada pemerintah, nantinya mereka akan meminta kepada panitia piutang negara untuk menagihnya, dengan memberikan seluruh data yang ada, apakah dengan cara memblokir nomor rekening atau dilakukan proses lain.

Sehingga, tambah Mahdinur, jika PNBP sebesar Rp 41 miliar ini terbayarkan, maka bisa memberikan pendapatan sebesar 80 persen untuk daerah yakni Pemerintah Aceh sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Perlu upaya bersama mendorong tata kelola tambang yang baik di Aceh," katanya. (fzi)

Berita terkait
0
Pengamat Nilai KPK Beri Harapan Tindak Lanjuti Penyelidikan Formula E
Gengan diperiksanya Gatot juga bisa memberikan informasi yang berarti dalam penyelidikan dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E.