Genjot Konsumsi untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Secara ideal, proses peralihan konsumsi barang impor menjadi domestik dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Foto: pixabay.cpm/nattanan23)



Mataram - Pengamat ekonomi dan pasar modal, Siswa Rizali mengatakan  secara ideal, proses peralihan konsumsi barang impor menjadi domestik dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Pasalnya, dalam kondisi ekonomi yang melemah, secara otomatis rupiah juga akan turut melemah, sehingga, harga impor menjadi jadi lebih mahal.

"Cenderung memaksa orang mengurangi konsumsi impor dan produk lokal menjadi lebih menarik/kompetitif," kata Siswa kepada Tagar, Sabtu, 8 Agustus 2020.

Baca Juga: Alamak! Pertumbuhan Ekonomi Minus Diyakini Berlanjut 

Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, menurutnya, pemerintah harus  melakukan suatu tindakan nyata. Apabila pemerintah berhenti pada upaya anjuran, maka kecil kemungkinan penggunaan barang domestik dapat dikonsumsi oleh masyarakat. "Idealnya memang proses penggantian konsumsi impor dengan barang domestik akan menggairahkan ekonomi dalam negeri. Tapi, apa proses itu bisa terjadi dengan sekedar anjuran/promosi?" tutur Siswa. 

Siswa menambahkan,  untuk mendapat kepercayaan masyarakat terhadap barang domestik, pemerintah tentu harus memastikan ketersedian dan kualitas barang tersebut terjamin. "Yang menentukan tentunya ketersediaan barang dengan kualitas baik dan harga kompetitif," ucapnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung pertumbuhan ekonomi Indonesia pada sepanjang kuartal II 2020 adalah sebesar minus 5,32 persen. Capaian tersebut berbanding terbalik dengan periode yang sama 2019 dengan 5,05 persen. Pun demikian, dengan catatan pada kuartal I/2020 yang tercatat masih bertengger di level positif 2,97 persen.

Kepala BPS Suhariyanto lalu memberikan tiga catatan penting selama periode ini. Kata dia, geliat ekonomi cukup menantang karena kendala perlambatan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, termasuk juga di dalamnya adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

BPS(Foto: Wikipedia/BPS).

“Terjadi inflasi sebesar 0,2 persen pada sepanjan triwulan kali ini. Namun, jika dibandingkan dengan posisi Juni 2020, terjadi inflasi 1,96 persen,” ujarnya dalam teleconference di Jakarta, Rabu, 5 Agustus 2020.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan Indonesia beruntung karena struktur ekonomi secara makro ditopang oleh kemampuan pasar di dalam negeri. “Kita harus bersyukur karena faktor domestik itu kuat,” ujarnya  kepada Tagar, Rabu, 5 Agustus 2020.

Sebelumnya pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan II/2020 sangat mungkin berlanjut hingga triwulan III/2020. Bahkan, ekonom itu menyebut terbuka kemungkinan kontraksi lebih dalam bakal terjadi pada kuartal berikutnya.

Simak Pula: BPS: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2020 Minus 5,32%

“Kalau kita lihat, ini yang tertekan justru sektor-sektor produktif yang berkontribusi cukup besar bagi pembentukan PDB (produk domestik bruto),” ujar Enny kepada Tagar, Rabu, 5 Agustus 2020. []

Berita terkait
Pertumbuhan Ekonomi II/2020 Jatim Terkontraksi 5,90%
BPS Jawa Timur mencatat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan II 2020 terkontraksi 5,90 persen dibandingkan triwulan II 2019 yoy.
Corona, Jokowi: Pertumbuhan Ekonomi Tak Capai Target
Presiden Joko Widodo memperkirakan dampak virus corona Covid-19 membuat target pertumbuhan ekonomi tak tercapai.
Pengamat: Omnibus Law Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Pengamat menilai, omnibus law bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang saat ini stangnan jalan di tempat.