Jakarta - Anggota DPR RI Bambang Haryo mengatakan konflik yang masih memanas melibatkan masyarakat Papua, merupakan bentuk protes kepada pemerintah akibat ketimpangan sosial ekonomi.
Menurut dia, sejauh ini pemerintah belum bisa memberikan kepuasan kepada masyarakat Papua.
Politikus Partai Gerindra ini mengkritisi kinerja pemerintah dalam meredam konflik yang hingga saat ini tidak kunjung mereda.
"Saya pikir ini bukti tidak pernah terjadi konflik di zaman orde sebelumnya, pemerintahan sebelumnya. Padahal Pak Jokowi sempat menyampaikan Papua ini dibangun luar biasa besar, tapi kenapa konflik atau gejolak ada di Papua?" kata Bambang kepada Tagar, Selasa, 27 Agustus 2019.
Itu tanda bahwa sebenarnya ada ketimpangan sosial ekonomi yang luar biasa besar di Papua.
Anggota Komisi V DPR RI ini menilai, berbagai aksi yang dilakukan warga Papua dapat dijadikan kesimpulan sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Di mana orang-orang ada tragedi penembakan yang ada di sana itu tanda bahwa sebenarnya ada ketimpangan sosial ekonomi yang luar biasa besar di Papua. Itu yang tidak atau kurang diperhatikan oleh pemerintah," tuturnya.
Alumnus Teknik Perkapalan Institut Teknologi Surabaya (ITS) ini menyatakan, pemerintah harus mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan konflik di Bumi Cenderawasih.
"Jadi saya pikir, ini yang harusnya menjadi titik awalnya, daripada ada ketimpangan-ketimpangan sosial ekonomi yang kurang diperhatikan oleh pemerintah sekarang ini, yang mengakibatkan masyarakat di sana menjadi bergejolak," tuturnya.
Menurut Anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur (Jatim) I itu, kekecewaan warga Papua terhadap pemerintah merujuk kepada janji-janji Jokowi yang belum terealisasi.
"Padahal pemerintah sudah gembar-gembor BBM satu harga, mana buktinya? Buktinya, masyarakat di sana masih banyak sekali protes keras, termasuk pada saat mahasiswa melakukan protes permasalahan soal bendera merah putih itu," kata Bambang. []
Baca juga: Polda Papua Barat Tetapkan Tersangka Kerusuhan 'Monyet'