Jakarta - Garda Mahasiswa Peduli Keadilan mendukung upaya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk melakukan penegakan hukum dengan mengusut tuntas kasus penganiayaan terhadap Muhammad Kosman alias Muhammad Kece, yang kini ditanan di Rutan Bareskrim Polri karena kasus penistaan agama.
"Kami mendukung profesionalisme Polri dalam menangani kasus penganiayaan Muhammad Kece yang diduga dilakukan oleh Irjen Pol Napoleon Bonaparte," kata Koordinator Garda Mahasiswa Peduli Keadilan Fahri Salim dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 24 September 2021.
Garda mahasiswa juga menyuarakan sejumlah aspirasi, pertama meminta penyidik yang berwenang segera usut tindak penganiayaan tersebut. Kedua, meminta Polri untuk menindak Napoleon jika terbukti bersalah, yang dinilai bisa merusak citra Polri di mata publik.
Ketiga, mendukung institusi Polri dengan menjunjung supremasi hukum asas equality before the law terhadap tindakan penganiayaan tersebut.
- Baca Juga : Video: Profil Napoleon Bonaparte yang Diduga Lumuri Muhammad Kece dengan Kotoran Manusia
Fahri menegaskan, Polri merupakan salah satu instrumen hukum yang bertugas menjaga ketertiban umum, memelihara keamanan, dan mengayomi masyarakat.
"Polisi merupakan garda terdepan dalam proses penegakan hukum di Indonesia, sebelum jaksa dan hakim," katanya.
Sebelumnya, Kece melaporkan dugaan penganiayaan dirinya ke Bareskrim Polri, dengan Irjen Polisi Napoleon Bonaparte (NB) sebagai terlapor.
Kami mendukung profesionalisme Polri dalam menangani kasus penganiayaan Muhammad Kece yang diduga dilakukan oleh Irjen Pol Napoleon Bonaparte.
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan keterangan Polri, Muhammad Kece diduga dianiaya Irjen Napoleon Bonaparte pada malam pertama ia masuk ke rutan. Peristiwa dugaan penganiayaan itu terjadi pada tengah malam.
Muhammad Kece masuk ke Rutan Bareskrim pada 25 Agustus 2021. Kemudian, ia membuat laporan dugaan penganiayaan pada 26 Agustus yang tercatat dengan nomor LP:0510/VIII/2021/Bareskrim.
- Baca Juga : Penangkapan Yahya Waloni dan M Kece Dinilia Sangat Tepat
- Baca Juga : Polri Gas Terus Usut Kasus Penistaan Agama Yahya Waloni
Adapun Napoleon Bonaparte divonis bersalah dalam kasus penghapusan daftar pencarian orang atas nama Djoko Tjandra dalam sistem keimigrasian berdasarkan red notice. Di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, ia divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Napoleon belum dieksekusi ke lembaga pemasyarakatan karena saat ini tengah mengajukan kasasi. Kasusnya belum berkekuatan hukum tetap. []