GAMKI Jawa Barat Kritik Natal Nasional 2019 di Bogor

Ketua GAMKI Jawa Barat, Theo Cosner, mengkritik rencana pemerintah yang akan mengadakan perayaan Natal Nasional 2019 di kota Bogor.
GAMKI (Foto: Wikipedia).

Jakarta - Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Jawa Barat, Theo Cosner, mengkritik rencana pemerintah yang akan mengadakan perayaan Natal Nasional 2019 di kota Bogor. Menurutnya, penyelengaraan helatan itu hanya akan menyakiti hati umat kristen di wilayah itu.

Theo mengatakan, perayaan yang diselenggarakan di Bogor itu dirasa tidak elok karena Jawa Barat merupakan provinsi yang paling banyak melakukan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Ia kemudian meminta pemerintah untuk mengambil langkah konkrit untuk menjawab persoalan yang ada, alih-alih menggelar perayaan yang gegap gempita.

"Saya rasa Natal Nasional bukan menjadi solusi untuk menjawab persoalan yang ada. Natal Nasional ini jangan dilaksanakan hanya untuk menyenangkan hati masyarakat dan sekedar seremonial saja," kata Theo Cosner, dalam keterangannya yang diterima Tagar, Selasa, 17 Desember 2019.

"Yang paling penting bagi setiap warga negara adalah kami bisa merayakan hari besar agama kami di rumah ibadah kami masing-masing, dengan aman, tenteram, dan lancar," kata dia.

Hingga saat ini, kata Theo, ada banyak jemaat gereja yang tahun ini tidak dapat merayakan Natal di gerejanya karena pelarangan, antara lain jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, GKI Yasmin Bogor, GMI Kanaan Jambi, GSJA, dan HKI di Jambi.

Lantaran itu, pihaknya mendesak pemerintah bergerak cepat mengatasi persoalan pelarangan perayaan Natal di sejumlah daerah. Jika hal itu tidak dilakukan, penyelenggaraan Natal Nasional 2019 yang dihelat pemerintah hanya akan menyakiti perasaan kaum kristiani saja.

"Kami dari GAMKI Jawa Barat mengapresiasi pelaksanaan Natal Nasional yang diputuskan diadakan di Bogor. Namun kami memohon kepada Ketua Panitia Natal Nasional Bapak Juliari Batubara untuk tidak melaksanakan Natal Nasional di Bogor pada tahun ini," kata Theo.

"Pilu hati kita, jika Natal Nasional dirayakan dengan gemerlap, namun beberapa kilometer dari lokasi, masih ada umat Kristen yang merayakan Natal di pinggir jalan karena rumah ibadahnya ditutup oleh pemerintah atas desakan ormas intoleran," ujar dia.

Umat Gereja  GKI YasminIbadah perdana GKI Yasmin. (Foto: Instagram/@gki_yasmin)

Berdasarkan data yang dirilis Setara Institute, provinsi Jawa Barat menjadi wilayah yang dianggap paling banyak melakukan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Selain itu, hasil penelitian LSI juga menyatakan bahwa kasus-kasus intoleransi di rezim pemerintahan Jokowi cenderung tetap, dan bahkan masih tinggi.

Menanggapi hal itu, Theo mengatakan GAMKI Jawa Barat masih menunggu keseriusan dari Pemerintah terkait penanganan persoalan intoleransi dan diskriminasi. Di antaranya adalah wujud ketegasan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri dalam mengawal regulasi mengenai tata cara pendirian rumah ibadat yang ada dalam Peraturan Dua Menteri.

Tata cara pendirian rumah ibadat diketahui memang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

"Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri harus bersikap tegas, evaluasi pelaksanaan Peraturan Bersama ini. Apakah sudah berjalan ideal? Atau justru digunakan oleh oknum-oknum pemerintahan maupun ormas/individu tertentu untuk menghambat hak beribadah dan memeluk agama setiap warga negara," kata Theo.

"Menteri Agama tidak perlu melakukan lips service mengajak Pemda menyuburkan toleransi kalau ternyata salah satu persoalan intoleransi itu adalah Peraturan Bersama yang ditandatangani oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri," ujar dia.

Selain itu, Theo dan GAMKI juga mendorong aparat penegak hukum dari unsur kepolisian untuk ikut bertindak tegas dalam mengawal penegakan peraturan. Termasuk memproses hukum pelaku diskriminasi dan intoleransi kepada kelompok suatu agama.

Baca juga: NU Bogor Dukung Bima Arya Tuntaskan Kasus GMKI Yasmin

"Menteri Agama mengeluarkan pernyataan seolah-olah berpihak pada kebebasan memeluk agama. Tapi pada faktanya belum ada satupun kebijakan dari beliau yang kongkret untuk melawan gerakan-gerakan intoleransi yang terjadi. Kita tidak butuh kata-kata manis, yang kita butuhkan adalah tindakan," kata Theo.

"Begitu juga dengan aparat negara, terkhusus Kepolisian harus bertindak tegas terhadap tindakan persekusi ataupun intimidasi yang dilakukan oleh ormas/individu tertentu. Negara harus membela hak beribadah dan memeluk agama setiap warga negara, sekecil apapun jumlahnya. Bukannya justru melakukan pembiaran terhadap ormas/individu yang intoleran," ujar dia. []

Berita terkait
Rekomendasi Hostel Instagramable untuk Libur Natal
Berikut Tagar rangkumkan lima rekomendasi hostel instagramble di Indonesia untuk ditempati saat menikmati liburan akhir tahun.
Pohon Natal dari Petai Viral di Twitter
Salah satu pusat perbelanjaan memasang dekorasi pohon Natal terbuat dari petai. Pohon Natal ini menjadi sorotan lantaran unik dan viral di Twitter.
GAMKI: Warga Lokal Jadi Penonton di Indonesia Timur
GAMKI se-Kawasan Indonesia Timur serukan organisasi kepemudaan terlibat dalam pembangunan di Indonesia Timur.
0
Kekurangan Pekerja di Bandara Australia Diperkirakan Samapi Tahun Depan
Kekurangan pekerja di bandara-bandara Australia mulai bulan Juli 2022 diperkirakan akan berlanjut sampai setahun ke depan