Gakkumdu Tak Efektif, Bawaslu Ingin Seperti KPK

Mendorong ke depan bawaslu bisa seperti KPK yang memiliki kewenangan penuh dalam menangani perkara.
Komisioner Bawaslu Jateng Sri Wahyu Ananingsing. (Foto: Tagar/Arif Purniawan)

Semarang – Divisi Penindakan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah DR Sri Wahyu Ananingsih mendorong agar ke depan lembaga bawaslu bisa seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang memiliki kewenangan penuh dalam menangani perkara.

Hal itu disampaikan menanggapi terkait sedikitnya kasus pidana yang bisa diproses pengadilan pada Pemilu 2019. Beberapa kasus tersebut berhenti di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), akibat perbedaan pendapat, baik dari unsur kepolisian, bawaslu atau kejaksaan, terhadap suatu perkara tindak pidana pemulu.

"Seperti tadi saya bilang, dari 175 kasus pidana pemilu yang ditangani oleh bawaslu beserta jajarannya, hanya 11 kasus saja bisa diproses lebih lanjut sampai pengadilan, yang menghasilkan keputusan incraht. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, di provinsi lain juga," ujarnya seusai acara ngobrol bersama Bawaslu Jateng bertema 'Refleksi Kasus Pidana Pemilu 2019 di Jawa Tengah', pada Jumat 11 Oktober 2019 di Kantor Bawaslu Jateng, di Jalan Papandayan Kota Semarang.

Ananingsih mengungkapkan, data di Bawaslu RI, ada sekitar 2.700 kasus pidana pemilu, tapi 2.300 kasus berhenti di gakkumdu.

Artinya, Dengan fakta itu, dibandingan dengan tujuan kelembagaan itu tidak ada. Gakkumdu bertujuan untuk menyamakan pola persepsi penanganan pelanggaran pidana pemilu dan kasus itu bisa diproses, netral, sederhana dan cepat.

(Kita ingin) lebih seperti KPK, punya kewenangan penuh di kita. Apa DPR mau? Mereka kan objek kita

"Tapi kenapa berhenti? Itu seolah-olah bertolak belakang (dengan tujuan). Perlu kajian, apakah efektif, (perlu) dipertahankan atau tidak?" tuturnya.

Dia menyampaikan, ada wacana ke depan peradilan pemilu. Peradilan tersebut menangani perkara pidana, tapi sanksinya administrasi. Kebanyakan hukuman politik uang itu sanksi percobaan. Politik uang itu pelanggaran yang mencederai demokrasi, nanti bisa melakukan korupsi di kemudian hari, tapi sanksinya rendah.

"Sanksi apa, kebanyakan hukuman politik uang itu sanksi percobaan, dan hukuman 10 hari. Sebenarnya yang ditakuti peserta pemilu itu apa? Didiskualifikasi. Karena sudah getol kampanye, mengeluarkan uang, itu justru yang ditakuti," paparnya.

Selain ada wacana pembentukan peradilan pemilu, juga ada wacana ke dua yakni memasukkan unsur jaksa dan kepolisian di lembaga peradilan pemilu. Sementara, wacana yang ke tiga, menjadikan peradilan pemilu seperti KPK. Sudah include di dalamnya punya kewenangan.

"(Kita ingin) lebih seperti KPK, punya kewenangan penuh di kita. Apa DPR mau? Mereka kan objek kita," katanya.

Informasi yang dihimpun Tagar, salah satu kasus pidana pemilu 2019 yang menonjol adalah penggelembungan hasil perolehan suara di Kota Semarang. Salah satu caleg dari Partai Gerindra Abdul Majid dari Dapil 6 Kota Semarang, mengadukan ke Bawaslu Kota Semarang dengan membawa bukti-bukti, karena perolehan suaranya hilang dan berpindah kepada caleg dari satu partai di dapil yang sama.

Itu terjadi saat rekap di tingkat kecamatan selesai. Bawaslu Kota Semarang langsung menindaklanjuti dengan memanggil saksi-saksi. Kasus tersebut akhirnya berhenti di gakkumdu karena pihak kepolisian menilai meski telah terjadi tindak pidana pemilu, tapi sudah dilakukan perbaikan perolehan suara dalam rapat pleno penghitungan suara di tingkat KPU Kota Semarang. []

Berita terkait
Bawaslu Sleman Terancam Tak Bisa Awasi Pilkada 2020
Bawaslu kabupaten/kota terancam tak bisa mengawasi pelaksanaan Pilkada Tahun 2020 tersebut, tak terkecuali Bawaslu Kabupaten Sleman.
Pengawasan Pilkada, Bawaslu: UU Pilkada Perlu Direvisi
Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar menyebut perlunya dilakukan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
27 ASN di Sumbar Disemprit Bawaslu saat Pemilu 2019
Bawaslu Sumbar proses 205 laporan dan temuan pelanggaran, pada Pemilu 2019, termasuk pelanggaran netralitas ASN.