Frantinus Nirigi, Rencana Pulang Kampung yang Kandas

Frantinus Nirigi, rencana pulang kampung kandas setelah 8 tahun kuliah, impian jadi PNS sirna. Sekian detik canda bom di Lion Air.
Frantinus Nirigi, Rencana Pulang Kampung yang Kandas | Frantinus Nirigi. (Foto-foto: Antara)

Pontianak, (Tagar 5/6/2018) - Frantinus Nirigi tersangka candaan bom di maskapai Lion Air JT 687 di Bandara Internasional Supadio pada Senin (28/5) tak berdaya. Pasrah. 

Ia tak menyangka ucapan sekian detik telah menghancurkan segala, rencana pulang kampung setelah kuliah selama delapan tahun tak pernah mudik, rencana melamar pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil di kampung halaman. Semua sirna. Berakhir di sel tahanan Polresta Pontianak kemudian dipindah ke Polda Kalimantan Barat.

Berikut ungkapan hati Frantinus Nirigi dengan segenap penyesalannya:

Aku anak keempat dari 12 bersaudara, empat saudara kandungku sudah meninggal. Tahun 2010 aku seorang diri pergi ke Pontianak untuk mendaftar kuliah di Universitas Tanjungpura. 

Aku mengikuti tes dan diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura. Pada masa itu aku tinggal di rumah kos. Tahun berikutnya atau tahun 2011 aku tinggal bersama abang angkat yang berasal dari Biak di Kompleks Rimbawan, Jalan Parit Haji Husin II. 

Orangtuaku tinggal di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua. Sebelumnya kabupaten itu merupakan bagian dari Kabupaten Wamena. Jarak antara Distrik Mugi menuju Wamena, ditempuh dalam waktu empat hari tiga malam dengan berjalan kaki. 

Selama aku kuliah di Pontianak, orangtuaku hanya bisa dua hingga tiga kali dalam setahun pergi ke Kota Wamena untuk mengirimkan uang padaku. Jumlahnya antara Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000 sekali kirim, tergantung orangtuaku saat itu punya uang berapa. 

Selama kuliah aku berusaha membiayai diriku sendiri. Terkadang ada juga bantuan dana pendidikan dari kabupaten sejak dua tahun terakhir, setahun sekali dan tidak seberapa tergantung semester. 

Kalau aku sudah sangat lapar, benar-benar kehabisan uang, aku baru minta sama kakak yang di Jayapura. Kadang minta Rp 500 ribu, kadang Rp 1 juta, tapi itu kalau sudah lapar sekali.

Sejak menjejakkan kaki di Pontianak tahun 2010 hingga selesai kuliah pada tahun 2018 aku belum pernah sekalipun pulang ke kampung halaman. 

Delapan tahun menjalani pendidikan di Universitas Tanjungpura, pada Maret 2018 aku akhirnya diwisuda, dan aku merencanakan pulang kampung karena aku dapat informasi ada penerimaan pegawai negeri sipil di kampung. Aku ingin mengadu nasib di kampung halaman, siapa tahu diterima jadi pegawai negeri sipil. Diterima atau tidak, aku mau pulang dulu, cek dulu.

Dua bulan sebelum pulang kampung aku sudah membeli tiket untuk keberangkatan pada 28 Mei 2018. Tiket pesawat Lion Air JT 687 yang akan membawaku ke Jakarta untuk transit, sebelum aku melanjutkan penerbangan menuju Jayapura. 

Namun di dalam pesawat itu segala rencanaku kandas dalam sekejap. Aku berurusan dengan pihak kepolisian karena candaan bom yang aku lontarkan pada pramugari. Candaan tersebut aku lontarkan karena kecewa dengan pramugari saat menyimpan tas berisi tiga buah laptop ke kabin pesawat. Ia meletakkan tas berisi tiga laptop itu dengan kasar.

Tiga buah laptop tersebut hanya satu yang masih berfungsi dan bisa digunakan, sedangkan dua laptop lain dalam keadaan rusak. Kedua laptop rusak itu titipan saudaraku untuk dibawa pulang, untuk diperbaiki di Papua. 

Aku sudah minta maaf pada pramugari, aku kira sudah selesai sampai disitu, ternyata panjang. Dengan perasaan sangat menyesal aku menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa tersebut. 

Kini aku hanya bisa pasrah menjalani proses hukum yang saat ini ditangani oleh penyidik pegawai negeri sipil dari Kementerian Perhubungan.

Ganti Pengacara

Frantinus NirigiDiaz Gwijangge (tengah) abang ipar Frantinus Nirigi

Diaz Gwijangge (tengah) abang ipar Frantinus Nirigi, berbicara kepada wartawan di Pontianak, Sabtu (2/6). Diaz Gwijangge menyatakan pihaknya mengganti pengacara Marcelina Lin yang menangani kasus adiknya, Frantinus Nirigi, dengan membawa kuasa hukum sendiri dari Papua.

Tidak Percaya Frans Meneriakkan Kata Bom

Frantinus NirigiRekan-rekan yang bersimpati pada Frantinus Nirigi

Sejumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura dan mahasiswa Papua menggelar aksi solidaritas untuk Frantinus Nirigi, di Bundaran Digulis, Pontianak, Kalbar, Kamis (31/5). 

Selain menyatakan keyakinan bahwa Frantinus Nirigi tidak pernah meneriakkan kata bom di pesawat, para mahasiswa tersebut mendesak agar Kepolisian dan pihak berwenang segera memeriksa pramugari Lion Air JT 687 rute Pontianak-Jakarta yang telah melakukan tindakan evakuasi secara berlebihan hingga mengakibatkan jatuhnya korban cedera.

Menunggu Pemeriksaan

Frantinus NirigiFrantinus Nirigi sangat menyesal atas apa yang terjadi

Frantinus Nirigi pelaku candaan bom pesawat Lion Air JT 687 rute Pontianak-Jakarta, saat menunggu pemeriksaan di Polda Kalimantan Barat, Kamis (31/5). 

Ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian karena melontarkan candaan membawa bom di dalam tas bawaannya kepada pramugari pesawat Lion Air JT 687 rute Pontianak-Jakarta pada Senin (28/5) malam.

Ia menyatakan bahwa dirinya melakukan hal itu karena melihat pramugari menyimpan tas berisi tiga laptop miliknya secara kasar. 

Bersama Pengacara Pertama

Frantinus NirigiSyamsubair, Frantinus Nirigi dan Marcelina Lin

AKBP Syamsubair (kiri) Wakil Direktur Ditreskrimsus Polda Kalbar, berbicara pada Frantinus Nirigi yang didampingi kuasa hukum pertamanya sebelum diganti, Marcelina Lin saat hendak menjalani pemeriksaan di Polda Kalbar, Kamis (31/5). (af)

Berita terkait