Formanensy Siahaan, Korban Bank BRI Syariah Yogyakarta

Formanensy Siahaan, seorang ibu rumah tangga di Yogyakarta, diduga menjadi korban kejahatan perbankan yang dilakukan Bank BRI Syariah.
BRI syariah. (Foto: https: brisyariah.co.id)

Yogyakarta - Formanensy Siahaan, seorang ibu rumah tangga di Yogyakarta, diduga menjadi korban kejahatan perbankan yang dilakukan Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta. 

Yang lebih mengagetkan, dengan semua bunganya, tunggakan kreditnya telah menjadi Rp 2,5 miliar lebih.

Tak terima jadi korban, Formanensy pun melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan tergugat BRI Syariah Cabang Yogyakarta, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sidang perdana gugatan sudah dilakukan Selasa, 13 Agustus 2019, lalu, dan hari ini, Senin, 16 September 2019, merupakan sidang kedua. Formanensy diwakili kuasa hukumnya Dipl. Ing. Charles H.M. Siahaan, SH dan  Wahyu Sasmitoaji, SH. 

Sidang ini dipimpin oleh Nuryanto, SH, MH, dengan hakim anggota Tri Riswanti, SH. M. Hum dan Wiyanto, SH, MH (Anggota), dibantu seorang panitera Dian Unami, SH, MH.

Menurut Charles Siahaan, persoalan ini berawal ketika Zusron Hanief, turut tergugat dalam perkara ini, melakukan pinjaman sebesar Rp 1,3 miliar kepada BRI Syariah Cabang Yogyakarta dengan agunan sebuah ruko di Klaten

Persoalan kemudian muncul saat cicilan pinjaman tersebut macet alias tak mampu bayar. Bahkan cicilannya sama sekali tidak lancar sehingga dikategorikan Call-5 (kredit macet). Ternyata pihak BRI Syariah justru menganggap nasabahnya yang lain, yaitu Formanensy Siahaan, selaku penggugatlah yang menanggung pinjaman tersebut. Data pinjaman beserta agunan Zusron Hanief tercatat oleh Bank BRI Syariah ke dalam DIN (data informasi nasabah) Formanensy.

Sementara Formanensy mengetahui dia menjadi korban saat mencoba mengajukan kredit penambahan modal usaha kecilnya senilai Rp 100 juta pada sebuah bank perkreditan rakyat di daerah Yogyakarta.

Charles SiahaanCharles Siahaan (Foto: Dok. Pribadi)

Setelah dinilai dan dinyatakan layak untuk menerima pinjaman dan mempunyai kesanggupan membayar cicilan sebagaimana mestinya, ternyata dia harus gigit jari karena dirinya dilaporkan sebagai seorang debitur pada Bank BRI Syariah. Ia dinilai memiliki tunggakan dan dikategorikan kredit macet.

Yang lebih mengagetkan, dengan semua bunganya, tunggakan kreditnya telah menjadi Rp 2,5 miliar lebih.

Mengapa BI tak dapat menemukan kesalahan ini dan membiarkan hal ini berlangsung berbulan-bulan?

Charles mengatakan Formanensy memiliki tabungan atau rekening di BRI Syariah Cabang Yogyakarta namun saldonya sangat kecil. "Dia juga tak pernah memiliki kredit pinjaman seperti yang dinyatakan padanya," katanya.

"Formanensy lalu berupaya memulihkan statusnya pada dokumen BI-Checking. Namun baru setelah 3 bulan catatan kolektabilitas-5 untuk dan atas namanya dipulihkan sebagaimana diketahui melalui laporan BI Checking yang diperoleh dari BI melalui bank syariah tersebut," kata Charles menambahkan.

Ia melanjutkan kemudian hari diketahui bahwa informasi pribadi Formanensy yang tersimpan pada BRI Syariah tersebut telah tertukar dengan debitur lain, diketahui bernama Zusron Hanief yang tinggal di Dusun Demangan, Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Padahal semua identitas keduanya saling berbeda sama sekali.

Menurut Charles, Formanensy tidak habis pikir bagaimana mungkin bisa data-data pribadinya yang tersimpan di bank syariah tersebut tertukar dengan nasabah atau debitur lain dan berlangsung sejak lama padahal saldo pada buku tabungannya tak sepadan dengan bayaran cicilan bulanan untuk pinjaman sejumlah Rp 1,3 miliar.

Menurut Charles sebagai kuasa hukum, Formanensy tidak pernah mendapat surat peringatan kredit macet. 

"Lalu bagaimana dengan surat peringatan kepada Zusron sebagai salah satu syarat lelang agunan kredit macet?" kata Charles.

Ia mengatakan diduga status kredit macet pada catatan Formanensy telah terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun. 

Ia mempertanyakan status agunan ruko (milik Zusron di Klaten) apakah dilelang? 

Ia mengatakan menurut ketentuan UU Hak Tanggungan (UU No. 4/1996) maupun UU Fidusia (UU No. 42 / 1999), dalam hal eksekusi obyek agunan, BRI Syariah wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagai peringatan kepada debiturnya.

"Nah, pemberitahuan itu kepada Zusron Hanief atau Formanensy Siahaan? Di sinilah letak menariknya persoalan ini," ujar Charles.

Ia melanjutkan data pribadi Formanensy tertulis atau tercatat sebagai debitur atas data pinjaman (kredit) dan agunan Zusron merupakan kesalahan internal antara BI dan BRI Syariah dan itu merupakan kesalahan dengan sanksi administratif.

"Namun bagi Formanensy yang faktanya menjadi korban, ini bisa jadi tindak pidana. Sebab menurut Pasal 41 UU Perbankan Syariah, Bank BRI Syariah wajib menjaga kerahasiaan data pribadi nasabahnya yang apabila mengabaikannya dapat diancaman pidana penjara 2 sampai 4 tahun dan denda sampai maksimal Rp 8 miliar," katanya.

Ia melanjutkan menurut catatan juga diketahui seseorang bernama Zusron Hanief pernah menjadi terpidana pada kasus penggelapan peminjaman mobil yang diputus melalui sidang PN Sidoarjo pada Agustus 2015 lalu.

"Lucunya, sekalipun pihak bank syariah terkait memiliki kewajiban melaporkan semua transaksi dan status keuangan seluruh nasabah atau debiturnya kepada BI, mengapa BI tak dapat menemukan kesalahan ini dan membiarkan hal ini berlangsung berbulan-bulan? Padahal jelas akan dengan mudah mendeteksi adanya selisih jumlah saldo dan atau ketidaksesuaian antara nama, rekening, agunan, kredit dan cicilan antar nasabah yang tumpang tindih," katanya.

"Atau sebaliknya jika tidak memiliki sistem atau cara mendeteksinya bisa kita bayangkan apa yang terjadi. Berapa banyak potensi kejahatan yang muncul, berapa banyak kejahatan perkreditan yang selama ini berlangsung," ujarnya menambahkan.

Ia mengatakan, hasil investigasi, kasus semacam ini sangat banyak terjadi pada perbankan yang memiliki nasabah dari kelompok masyarakat menengah ke bawah yang jumlahnya sangat banyak.

"Saat ini sekalipun telah melapor kepada pihak kepolisian setempat, kasus Bu Formanensy masih belum jelas bagaimana akhirnya. Secara perdata, jelas Bu Formanensy mengalami kerugian materil dan telah menjadi korban perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak bank syariah terkait," ucap Charles. []


Berita terkait
Liburan di Yogyakarta, Kunjungi Lima Wisata Barunya
Yogyakarta selalu melekat di hati, daya tariknya tak pernah berhenti menghipnotis wisnus dan wisman, banyak yang bilang bikin kangen.
Cerita Ojek Online Berpenumpang Hantu di Yogyakarta
Banyak ojek online di Yogyakarta yang tertipu dengan orderan fiktif yang ternyata pemesannya adalah hantu. Simak cerita driver ojol berikut.
Program Gojek yang Hanya Diterapkan di Yogyakarta
Gojek menghadirkan sebuah program yang hanya diterapkan di Yogyakarta yang akan memanjakan para siswa.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.