Jakarta - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih mempelajari laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri dan Deputi Penindakan KPK Karyoto.
"Masih dipelajari laporannya," kata anggota Dewas KPK Albertina Ho dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 6 November 2020.
Latar belakang pelaporan ini berkaitan dengan kasus OTT Universitas Negeri Jakarta beberapa waktu lalu.
Baca juga: Langgar Etik, Firli Bahuri Kena Sanksi Teguran Tertulis
Pada Senin, 26 Oktober 2020, ICW telah melaporkan dugaan pelanggaran etik oleh Firli dan Karyoto ke Dewas KPK. Laporan tersebut terkait dengan kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
"Pada hari ini, Senin 26 Oktober 2020, Indonesia Corruption Watch melaporkan Firli Bahuri selaku Ketua KPK dan Karyoto selaku Deputi Penindakan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku ke Dewan Pengawas. Latar belakang pelaporan ini berkaitan dengan kasus OTT Universitas Negeri Jakarta beberapa waktu lalu," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Senin, 26 Oktober 2020.
Menurut Kurnia, berdasarkan petikan putusan etik Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal, ICW menduga ada beberapa pelanggaran serius yang dilakukan Firli dan Karyoto. Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kedua, Firli menyebutkan bahwa dalam pendampingan yang dilakukan oleh tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya.
Ketiga, tindakan Firli dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK.
Baca juga: Firli: Temuan KPK 82 Persen Calon Kepala Daerah Didanai Swasta
Keempat, tindakan Firli untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan ataupun mendengar masukan dari pimpinan KPK lainnya.
Padahal, Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Berdasarkan empat alasan di atas, ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 Ayat (1) Huruf b, Pasal 5 Ayat (1) Huruf c, Pasal 5 Ayat (2) Huruf a, Pasal 6 Ayat (1) Huruf e, Pasal 7 Ayat (1) Huruf a, Pasal 7 Ayat (1) Huruf b, Pasal 7 Ayat (1) Huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. []