Firli Bahuri: Kami Tidak Ada Niat Mengusir 75 Pegawai KPK

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pengumuman 75 pegawai KPK tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan bukan diniatkan untuk mengusir mereka dari KPK.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri periode 2019-2023. (Foto: Antara)

Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengumumkan 75 pegawai KPK tidak lolos tes Wawasan Kebangsaan. Tes Wawasan Kebangsaan adalah satu di antara ujian pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara atau ASN. Ujian ini bukan diniatkan untuk mengusir 75 pegawai tersebut.

Firli menyampaikan hal tersebut di kanal YouTube KPK RI, Rabu, 5 Mei 2021.

Firli menegaskan tidak lolosnya 75 pegawai itu tidak ada kaitannya dengan kepentingan KPK atau kelompok tertentu. "Tidak ada kepentingan KPK apalagi kepentingan pribadi maupun kelompok, dan tidak ada niat KPK untuk mengusir mereka dari lembaga KPK."

Ujian tersebut, kata Firli, juga bukan untuk melemahkan KPK. "Sampai hari ini semua aktivitas kegiatan pemberantas korupsi tidak pernah dilemahkan, sampai kapan pun."

Asesmen diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI untuk menguji 1.351 pegawai KPK. Dari 1.351 pegawai ini terdapat dua orang tidak hadir pada tahap wawancara dan terdapat 75 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

Tidak ada niat KPK untuk mengusir mereka dari lembaga KPK.


Mengenai risiko 75 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan, Firli Bahuri mengatakan tidak akan ada pemecatan. Hal ini karena, kata Firli, pihaknya belum berbicara soal tersebut. "Saya ingin katakan sampai hari ini KPK tidak pernah menyampaikan ada proses pemecatan. KPK juga tidak pernah berbicara memberhentikan orang dengan tidak hormat, KPK juga tidak pernah berbicara tentang pegawai yang diberhentikan dengan hormat, tidak ada." 

Tes wawasan kebangsaan bagi pegawai KPK adalah bagian dari uji kesetiaan ASN kepada Pancasila, Undang-undang Dasar, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah.

Rangkaian tes wawasan kebangsaan pegawai KPK dilakukan pada 18 Maret sampai 9 April 2021. Tujuannya adalah memastikan ASN tidak terlibat dalam organisasi terlarang dan setia terhadap pemerintah yang sah.

Tes dilakukan KPK bekerja sama dengan instansi pemerintah terkait, yaitu Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, dan badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Undang-undang tentang ASN menyebutkan pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, perekat, dan pemersatu bangsa, sehingga tes wawasan kebangsaan diperlukan untuk mengukur kemampuan sang ASN.




Protes dari Aktivis Perempuan

Aliansi Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) mengecam Tes Wawasan Kebangsaan yang dilakukan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.

Prilly, perwakilan Kompaks, dalam siaran pers, Jumat, 7 Mei 2021, mengatakan pertanyaan-pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan cenderung seksisme dan diskriminatif.

"Kami mengecam keras pelaksanaan tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara yang diwarnai beberapa tes dan pertanyaan tidak etis yang bernuansa seksis, mengandung bias agama, bias rasisme, dan diskriminatif," ujar Prilly.

Dari penemuan Kompaks, kata Prilly, terdapat beberapa pertanyaan tidak relevan dengan tujuan diadakannya tes tersebut.

Pertama, pertanyaan seksisme bermuatan pelecehan, yaitu pertanyaan terkait status perkawinan yang ditanyakan kepada pegawai KPK yang belum menikah. "Dari informasi yang kami dapatkan, pegawai KPK harus menghabiskan waktu 30 menit untuk menjawab pertanyaan seperti itu."

Kedua, pertanyaan berkaitan hasrat seksual, seperti 'masih ada hasrat atau tidak?' Kemudian pertanyaan terkait kesediaan menjadi istri kedua, dan pertanyaan tentang 'kalau pacaran ngapain saja?'

Pertanyaan-pertanyaan itu, kata Prilly, tidak ada kaitannya dengan tugas, peran, dan tanggung jawab pegawai KPK. "Dan tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara. Pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan bernuansa seksis karena didasari anggapan yang menempatkan perempuan sebatas pada fungsi dan peran organ reproduksi dan sangat menghakimi privasi pegawai KPK."

Pertanyaan dan pernyataan yang seksis itu juga menunjukkan buruknya perspektif gender dari aparatur negara. Bertentangan dengan Pasal 28G (1) 1945 dan amandemennya yang berbunyi: 'Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi'.

Pertanyaan berkaitan kehidupan menjalankan ajaran agama dan pertanyaan rasisme juga tidak pantas diajukan dalam sesi wawancara, kata Prilly. "Proses tes peralihan tidak dilakukan secara profesional dan etis, terutama pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, seksis, dan diskriminatif."

Berdasarkan temuan tersebut, kata Prilly, pihaknya menuntut Pemimpin KPK membatalkan hasil tes. Mereka juga menuntut Dewan Pengawas KPK memberikan sanksi berat kepada Ketua KPK dan pimpinan KPK yang membentuk peraturan Komisi KPK dan melakukan tes tersebut serta pihak-pihak terkait.

Mereka juga meminta Presiden Joko Widodo sebagai pihak yang menerbitkan Keputusan Presiden pengangkatan pimpinan KPK untuk menindak pimpinan KPK yang melakukan pelecehan terhadap pegawai KPK peserta tes melalui asesemen wawasan kebangsaan. []


Baca juga Opini: Dukung Firli Bahuri





Berita terkait
KPK Apresiasi Pendidikan dan Penyuluh Antikorupsi di Jateng
KPK mengapresiasi sistem pencegahan korupsi melalui pendidikan antikorupsi dan penyuluh antikorupsi di Provinsi Jawa Tengah.
KPK Tahan Bupati Bandung Barat Terkait Dugaan Korupsi Bansos
KPK tahan Bupati Bandung Barat, Jabar, Aa Umbara Sutisna, dan anaknya terkait kasus dugaan korupsi pada pengadaan barang Bansos Covid-19 pada 2020
Video: Perjalanan Kasus BLBI Tahun 1998 Hingga SP3 KPK
Bagaimana perjalanan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI dari 1998 hingga dihentikan kasusnya oleh KPK dengan terbit SP3. Lihat di sini.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.