Jakarta - Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto mengatakan bahwa para pelaku klitih memiliki aturan main ketika beraksi.
"Karena para remaja atau pelajar pelaku klitih punya aturan main. Mereka tidak akan melukai, menyakiti, mengganggu orang tua baik laki-laki maupun perempuan," kata Soeprapto saat diwawancara Tagar TV, Kamis, 17 September 2020.
Saya selalu mengatakan kelompok geng pelaku klitih, karena klitih bukan nama geng, klitih itu kata kerja.
Kemudian aturan yang kedua, kata Soeprapto, para pelaku klitih tidak akan mengganggu perempuan baik yang berusia tua ataupun muda. Ketiga, tidak akan mengganggu pengguna jalan yang berboncengan lelaki dan perempuan.
Menurut dia, kalau ada kejahatan jalanan yang menyerang orang tua atau orang dewasa itu bukanlah ulah para pelaku klitih. Karena, kata Soerapto, ada aturan mainnya.
"Masyarakat kan tidak tahu, akhirnya sekarang ketika ada kejahatan jalanan itu selalu langsung konotasinya pelakunya adalah kelompok geng pelaku klitih. Saya selalu mengatakan kelompok geng pelaku klitih, karena klitih bukan nama geng, klitih itu kata kerja," ujar Soeprapto.
Dengan adanya aturan main, kata Soeprapto, itulah yang membuat para pelaku klitih memiliki sasaran tertentu. Menurut dia, tidak benar kalau mereka acak. "Karena sebetulnya tidak acak," ucap dia.
Sebelumnya, fenomena klitih sedang marak terjadi di Yogyakarta, para pelakunya kerap melakukan tindakan kekerasan, bahkan hingga melukai korbannya dengan senjata tajam. Padahal, istilah klitih sebenarnya memiliki arti mengisi waktu luang yang bersifat positif.[]