Untuk Indonesia

Fatwa Ulama Dunia Cara Ibadah Islam Saat Wabah Corona

Ulama Uni Emirat Arab, Mesir, Arab Saudi, Kuwait, Iran, Indonesia. Ini fatwa mereka tentang tata cara ibadah Islam di tengah pandemi corona.
Gambar satelit menunjukkan kelompok kecil mengelilingi Kakbah di Masjidil Haram kota suci Mekah, Arab Saudi, di tengah kekhawatiran akan penyebaran virus corona, Selasa, 3 Maret 2020. (Foto: Antara/Satellite image ©2020 Maxar Technologies/Handout via Reuters)

Oleh: Syafiq Hasyim*

Untuk mengatasi penyebaran wabah corona Covid-19 yang sedang kita hadapi bersama, pemerintah kita dan juga pemerintah-pemerintah di negara lain mengambil berbagai kebijakan yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik mereka masing-masing.

Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan dengan melaksanakan apa yang sering disebut dengan istilah social distancing atau membuat jarak sosial. Kebijakan ini dianggap paling tepat dan cocok untuk konteks masyarakat Indonesia dengan struktur sosial dan ekonomi yang kita miliki saat ini.

Sebagai negara terbesar yang berpenduduk muslim, kebijakan social distancing sudah barang tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan, terutama apabila kebijakan tersebut dilihat dari sisi keagamaan, di mana kebijakan tersebut akan mensyaratkan terjadinya banyak perubahan di dalam pelaksanaan ritual keagamaan sehari-hari. Misalnya umat Islam harus rela meninggalkan masjid dan juga musala mereka untuk sementara waktu, demi pelaksanaan yang efektif terhadap kebijakan social distancing.

Sebetulnya bukan umat Islam saja, umat beragama lain juga harus rela melakukan hal sama. Harus siap memindahkan ibadah konggregasional (berjemaah) mereka dari ruang publik ke ruang privat.

Catatan kali ini akan mengulas dan melihat bagaimana sesungguhnya fatwa-fatwa di pelbagai belahan dunia Islam dalam menanggapi masalah wabah ini. Dan apa kaitannya dengan pelaksanaan kebijakan social distancing.

Jika perlindungan agama (hifdz al-din) dan perlindungan diri atau hidup (hifdz al-nafs) dihadap-hadapkan, sebagian ulama lebih mendahulukan perlindungan diri (hifdz al-nafs) di atas perlindungan agama (hifdz al-din).

Salat Physical DistancingWarga melaksanakan salat Ashar di Masjid Agung Baiturrahman Temanggung, Jawa Tengah, Jumat, 3 April 2020. Takmir masjid Agung Baiturrahman memutuskan masih melaksanakan salat berjamaah lima waktu dengan menerapkan physical distancing untuk mencegah penyebaran Covid-19. (Foto: Antara/Anis Efizudin)

Pada tanggal 3 Maret 2020, Lembaga Fatwa Uni Emirat Arab mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa ibadah-ibadah jemaah (konggregasional) ditunda untuk dilaksanakan di masjid-masjid di seluruh kawasan negara tersebut.

Lembaga Fatwa yang dipimpin ulama senior Syeikh Abdullah bin Mahfudh ibn Bayyah itu mengeluarkan tiga fatwa penting. Yang pertama, wajib hukumnya bagi seluruh masyarakat untuk mematuhi arahan kesehatan dari pihak pemerintah dan wajib mengambil cara-cara untuk meniadakan dan menjauhkan penularan wabah tersebut.

Yang kedua, haram hukumnya bagi mereka yang terkena wabah atau orang yang memiliki risiko tinggi terinfeksi, untuk memasuki masjid atau tempat ibadah umum. Yang ketiga, ada rukhsah (religious concession) bagi anak dan orang tua yag meskipun memiliki imunitas cukup tinggi, untuk tidak juga mendatangi masjid atau tempat-tempat ibadah umum.

Fatwa di atas jelas menyatakan bahwa semua pihak diminta untuk menerima apa yang sudah dilaksanakan dan diterapkan oleh pemerintah mereka.

Dar al-Ifta, Lembaga Fatwa Mesir, mengeluarkan fatwa tentang dilarangnya kita semua untuk salat Jumat, meskipun tadinya salat Jumat itu hukumnya wajib. Namun, demi melindungi kesehatan masyarakat yang merupakan bagian dari tujuan syariah, salat Jumat boleh tidak dilaksanakan. Dar al-Ifta menyatakan bahwa Islam memiliki aturan-aturan untuk mencegah terjadinya penyakit dan epidemi, melaksanakan prinsip-prinsip karantina dan menjalankan cara-cara yang bisa melindungi kita semua, serta melarang kontak dengan orang yang sudah teinfeksi oleh wabah.

Arab Saudi kemungkinan besar, menurut pelbagai sumber, akan meniadakan ibadah haji pada tahun ini, jika wabah ini tidak berakhir.

Kabah KosongMasih ada sekelompok kecil di sekitar area Kakbah di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, di tengah kekhawatiran penyebaan wabah corona, Maret 2020. (Foto: Twitter/@JordiSuryaP)

Pemerintah Arab Saudi juga melarang ibadah umrah, baik bagi orang yang berasal dari dalam negeri sendiri, maupun bagi mereka yang datang dari luar Saudi. Bahkan Arab Saudi kemungkinan besar, menurut pelbagai sumber, akan meniadakan ibadah haji pada tahun ini, jika wabah ini tidak berakhir.

Kini, Saudi hanya memperbolehkan ibadah salat Jumat di Mekkah dan Madinah dengan ketentuan yang sangat ketat, misalnya khutbah dan salat Jumat tidak boleh lebih dari lima belas menit. Ibadah I'tikaf pun juga sementara ini dilarang untuk dilaksanakan di masjid-masjid di Arab Saudi.

Bahkan di negeri Kuwait sudah menggantikan lafal, "Hayya 'ala al-salah (mari kita tunaikan salat) di dalam azan dengan lafal, "Shallu fi buyutikum (salatlah kalian semua di rumah masing-masing). Penggantian lafal ini merujuk pada apa yang terjadi di era Nabi Muhammad SAW, di mana pada saat hujan deras dan angin kencang, kaum beriman diminta untuk tinggal di dalam rumah mereka masing-masing.

Beberapa waktu yang lalu MUI juga mengeluarkan fatwa yang juga meniadakan salat Jumat dan salat jemaah lima waktu di masjid-masjid di daerah yang dikategorikan sebagai daerah yang berbahaya atau zona merah. Fatwa MUI juga mengharamkan mereka yang terinfeksi oleh wabah di atas untuk datang salat Jumat dan salat jemaah di masjid. Fatwa MUI ini mendapat dukungan dari berbagai organisasi masyarakat, misalnya dari Muhammadiyah dan juga dari NU.

Mungkin dalam sejarah modern umat Islam di dunia, baru kali ini ulama dan umara seluruh dunia menyatakan kesepakatan untuk masalah tunggal seperti ini.

Salat Jemaah Tanpa Physical DistancingUmat Islam melaksanakan salat Jumat di masjid Agung Al Markazul Islamic Center Lhokseumawe, Aceh, Jumat, 3 April 2020, tanpa physical distancing atau menjaga jarak fisik dua meter, di tengah kekhawatiran meluasnya penyebaran virus corona Covid-19. (Foto: Antara/Rahmad)

Pada dasarnya tidak hanya negeri Sunni yang mengeluarkan fatwa-fatwa dan aturan-aturan pelarangan salat Jumat dan salat jemaah di masjid, otoritas ulama tertinggi Syiah di Iran juga mengeluarkan fatwa yang isinya senada dengan fatwa-fatwa yang terjadi di negara-negara Sunni.

Sesungguhnya masih banyak fatwa dan aturan kenegaraan lain yang memiliki kandungan senada. Jika kita perhatikan fatwa dan aturan di atas, tampak jelas bahwa perkara perlindungan atas nyawa manusia adalah hal yang sangat diutamakan dalam ajaran Islam. Bahkan di antara lima tujuan syariah, jika perlindungan agama (hifdz al-din) dan perlindungan diri atau hidup (hifdz al-nafs) dihadap-hadapkan, sebagian ulama lebih mendahulukan perlindungan diri (hifdz al-nafs) di atas perlindungan agama (hifdz al-din).

Mengapa demikian? Karena agama tanpa manusia yang hidup, agama tersebut tidak ada yang menjalankannya.

Soal keseragaman fatwa dan aturan di hampir seluruh dunia Islam ini, saya bisa mengatakan bahwa fenomena itu bukan lagi dianggap sebagai fatwa, namun juga sudah sah apabila dikatakan sebagai bentuk Ijma' global atau kesepakatan global dunia Islam dalam masalah tertentu.

Mungkin dalam sejarah modern umat Islam di dunia, baru kali ini ulama dan umara seluruh dunia menyatakan kesepakatan untuk masalah tunggal seperti ini.

Sebagai catatan, jika bisa diambil hikmahnya, umat Islam sedunia bisa disatukan lewat wabah ini. Mungkin bukan disatukan secara entitas politik, karena hal ini hampir bisa dikatakan utopia, mustahil bagi seluruh negara muslim yang sudah menjadi negara bangsa, namun mereka bisa disatukan dalam perkara-perkara kepentingan bersama, yaitu kepentingan menyelamatkan kehidupan manusia.

Bahkan wabah ini juga tidak hanya mempersatukan antarsesama umat Islam, namun juga menyatukan seluruh umat beragama di dunia. Kita semua kini disatukan bersama-sama untuk memerangi wabah yang dahsyat ini. Orang disatukan tanpa memandang latar belakang agama, ras, gender, dan lain sebagainya. Orang disatukan karena semua ingin menjaga dan mempertahankan kehidupan mereka masing-masing.

*Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU), MA dari Leiden University, Belanda. Ph.D dari Freie University, Jerman.

Baca juga:

Berita terkait
Fatwa MUI Tenaga Medis Corona Salat Gunakan APD
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tenaga medis perawat pasien virus corona (Covid-19) salat menggunakan pakaian APD.
9 Fatwa MUI Terkait Ibadah Saat Pandemi COVID-19
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait pelaksanaan ibadah pada saat mewabahnya pandemi virus corona atau COVID-19.
Fatwa MUI Larang Salat Jumat Bagi Positif Corona
MUI mengeluarkan fatwa melarang salat Jumat bagi umat Islam yang terpapar virus corona atau Covid-19
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.