Fadli Zon: Inpres BPJS Kesehatan Seharusnya Tak Mengikat

Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menilai Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon. (Foto: Tagar/DPR RI)

Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menilai Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional seharusnya tidak mengikat bagi seluruh masyarakat. 

Sebab, Inpres yang ditandatangani pada tanggal 6 Januari tersebut menjadikan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat wajib dalam mengurus sejumlah pelayanan publik, mulai dari pembuatan SIM dan SKCK, pengurusan STNK, izin usaha, jual beli tanah, naik haji, umrah, hingga keimigrasian.

Inpres tersebut ditujukan ke beberapa kementerian, kepolisian hingga kepala daerah tingkat I dan II secara vertikal, termasuk yang menjadi mitra Komisi I DPR RI seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. 


Tugas pemerintah mencari tahu atau memahami kendala yang dihadapi masyarakat mengapa tak daftar BPJS jangan sampai masyarakat jadi kian antipati terhadap BPJS.


“Menurut saya, Inpres tersebut memang disusun sangat gegabah, karena mengabaikan banyak sekali aspek, mulai dari soal filosofi, keadilan, kepantasan, serta prinsip pelayanan publik itu sendiri,” ucap Fadli dalam keterangan tertulis Senin, 28 Februari 2022.

Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini memiliki beberapa catatan mengenai Inpres yang dinilai kurang patut tersebut. Pertama, pelayanan kesehatan serta layanan publik lainnya, terutama yang bersifat dasar.

Pada prinsipnya adalah hak rakyat, yang seharusnya dilindungi oleh negara. Sehingga, tambah Fadli, negara tak boleh memposisikan hak tadi seolah-olah adalah kewajiban.

“Apalagi, hak rakyat dalam satu bidang kehidupan, dalam hal ini kesehatan, kemudian hendak dijadikan penghalang bagi hak dalam bidang kehidupan lainnya. Dari sudut filosofi pelayanan publik, ini jelas keliru,” ujar Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini.

Kedua, dari sisi tata peraturan perundang-undangan, Inpres itu kedudukannya tak bisa mengikat umum (semua orang, atau setiap orang). Kedudukan Inpres hanya bersifat mengikat ke dalam para pejabat pemerintah di bawah Presiden. 

Selain itu, Inpres juga seharusnya tidak memasukkan muatan yang bersifat pengaturan di dalamnya dan sedapat mungkin tidak menimbulkan efek pengaturan terhadap masyarakat, karena Presiden telah diberi kewenangan lain untuk menetapkan peraturan, yaitu berupa Peraturan Presiden.

“Dengan demikian, Inpres bukanlah bagian dari peraturan perundangan atau peraturan kebijakan. Sehingga, jika Inpres Nomor 1 Tahun 2022 kemudian diterjemahkan menjadi peraturan-peraturan baru terkait BPJS, maka hal itu bukan hanya menyalahi prinsip penyusunan peraturan perundang-undangan, tapi bahkan bisa melangkahi kewenangan sebuah undang-undang,” ujarnya.

Fadli menambahkan syarat administratif orang membuat SIM, misalnya, sudah diatur dalam Pasal 81 Ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Syaratnya hanyalah KTP, mengisi formulir permohonan, serta rumus sidik jari. 

“Sehingga, menjadikan BPJS sebagai syarat baru, hanya dengan bekal Inpres, tak cukup punya dasar,” ucap mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini.

Ketiga, meskipun UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mewajibkan semua orang mendaftarkan diri dalam kepesertaan BPJS, mestinya pemerintah menyelidiki terlebih dahulu kenapa orang tak mendaftar. Kendala sosiologis dan strukturalnya mestinya dipahami dan dibenahi terlebih dahulu.

“Inpres Nomor 1 Tahun 2022 jangan menjadi alat pemaksaan BPJS. Tugas pemerintah mencari tahu atau memahami kendala yang dihadapi masyarakat mengapa tak daftar BPJS. Jangan sampai masyarakat jadi kian antipati terhadap BPJS,” katanya.

Keempat, Inpres tersebut sangat tak adil bagi masyarakat. Di satu sisi masyarakat mau dipaksa menjadi peserta BPJS, namun sistem dan manfaat pelayanan BPJS sendiri masih kerap berubah-ubah. []

Berita terkait
Fadli Zon Dukung Pulau Penyengat Jadi Monumen Lahirnya Bahasa Melayu
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mendukung Pulau Penyengat di Provinsi Kepulauan Riau menjadi tempat bersejarah.
Fadli Zon Kritik Mengelitik Soal Anggaran Laptop Rp 10 Juta
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik mengelitik terkait pengadaan laptop.
Fadli Zon Beri Kritik Soal Anggaran Dana Kartu Prakerja
Politikus Partai Gerindra Fadli Zon melayangkan kritikan terkait anggaran penambahan Rp 10 triliun untuk Program Kartu Prakerja.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.