Empat Tanda Ekonomi Dunia Menuju Resesi

Munculnya gejala atau tanda resesi ekonomi sudah tidak dapat terelakan lagi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Kendaraan melaju di antara gedung bertingkat di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis, 14 November 2019. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5 persen pada 2019. (Foto: Antara/Aprillio Akbar)

Jakarta - Munculnya gejala atau tanda resesi ekonomi sudah tidak dapat terelakan lagi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Meski saat ini belum menghadapi resesi apalagi depresi, menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad gejala-gejala tersebut sudah terlihat dari sekarang.

"Siap-siap bahwa memang kita akan memasuki fase awal daripada winter. Meskipun belum seperti krisis 2004," ucap Tauhid Ahmad di Hotel JS. Luwansa, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2019.

Tauhid mengatakan tanda-tanda resesi ekonomi dunia tidak lain karena perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Dampak perang dagang terakhir dalam Global Economic Risks and Impication for Indonesia, Bank Dunia telah mengidentifikasi beberapa indikasi yang dapat menimbulkan resesi global, di antaranya sebagai berikut.

1. Gejala Pasar Oblgasi Amerika Serikat

Sejarah resesi Amerika Serikat umumnya dimulai dengan gejala kurva yield terbalik (inverted yield curve) atas surat utang Amerika Serikat bertenor dua tahun dan 10 tahun. Artinya yield obligasi pemerintah Amerika Serikat bertenor jangka panjang justru lebih kecil dibandingkan yield obligasi jangka pendek.

2. Ekonomi Uni Eropa Belum Bangkit

Ekonomi Uni Eropa belum bangkit dari zona degradasi tapi semakin menunjukan ke arah pelemahan. Pertumbuhan ekonomi Eropa menunjukan pelambatan dari 1,7 persen pada 2019 kuartal I menjadi 1,4 persen pada kuartal II.

Jerman yang digadang-gandang menjadi mesin penggerak ekonomi Eropa sesuai Brexit pun masih terseok. Sektor manufaktur Jerman melemah akibat perang dagang Amerika Serikat dan China, dari 0,4 persen pada 2019 kuartal I menjadi -0,2 persen pada kuartal II.

3. Perlambatan Ekonomi China

Pertumbuhan ekonomi China pada 2019 kuartal II hanya 6,2 persen. Angka pertumbuhan tersebut berada di level terendah dalam tiga dekade terakhir.

Salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan di China adalah output industri yang hanya naik 4,4 persen (yoy)  per Agustus 2019 sejak 2002. Hal ini tidak lepas dari anjloknya ekspor China ke Amerika Serikat hingga 16 persen (yoy) per Agustus 2019.

4. Kinerja Ekonomi Makro Domestik

Pertumbuhan ekonomi pad 2019 kuartal III telah dirilis Badan Pusat Statistik. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada level 5,02 persen lebih rendah dibandingkan dengan kuartal II sebesar 5,17 persen. []


Berita terkait
INDEF: Target Pertumbuhan Ekonomi Terlalu Tinggi
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen dalam APBN terlalu tinggi.
Jokowi Tekankan Indonesia Lawan Resesi Ekonomi Dunia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia siap melawan resesi ekonomi dunia, meskipun dia tengarai tetap merugikan di sektor usaha.
Jokowi Bagikan Kiat Hadapi Resesi Ekonomi Dunia
Jokowi mengungkapkan akan ada efek buruk yang ditimbulkan dengan terjadinya resesi ekonomi di dunia aat berbicara dalam (KTT ROK-ASEAN CEO Summit.
0
Parlemen Eropa Kabulkan Status Kandidat Anggota UE kepada Ukraina
Dalam pemungutan suara Parlemen Eropa memberikan suara yang melimpah untuk mengabulkan status kandidat anggota Uni Eropa kepada Ukraina