Jeneponto - Dua unit rumah milik Bokkoi Daeng Nambung dan Yarisi, di kampung Tanrusampe Timur, Kelurahan Pabiringa, Kecamatan Binamu kabupaten Jeneponto, di eksekusi (pembongkaran) atas putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan pada Senin 23 Desember 2019.
Eksekusi dilakukan karena terkait sengketa lahan antara Bokkoi Daeng Nambung dan Yarisi melawan Sodding. Namun pemilik rumah merasa eksekusi tersebut terasa janggal, karena tidak membacakan isi putusan Pengadilan Negeri Jeneponto terlebih dahulu, melainkan dua rumah tersebut langsung di eksekusi.
Pihak keluarga tergugat bertahan untuk tidak dilakukan eksekusi, karena objek eksekusi rumah tidak jelas. Menurut Asriandi, dari pihak keluarga tergugat mengaku menolak eksekusi tersebut karena putusan Pengadilan Negeri Jeneponto tidak adil. Bukti-bukti yang digunakan tidak mendasar, namun tetap dimenangkan dipengadilan.
Yang diputuskan oleh pengadilan jumlahnya 300 meter persegi. Sedangkan yang dijadikan bukti-bukti oleh penggugat berjumlah 252 meter persegi.
"Sertifikat yang digunakan oleh penggugat atas nama Sodding bukan atas nama miliknya atau pun dari milik orang tuanya, melainkan serifikat tetangga bernama Djumrah Sirdjon yang sama sekali tidak mempunyai hubungan keluarga,"katanya
"Yang diputuskan oleh pengadilan jumlahnya 300 meter persegi. Sedangkan yang dijadikan bukti-bukti oleh penggugat berjumlah 252 meter persegi, sementara tanah yang digugat oleh penggugat seluas 312 meter persegi,"sambung Asriandi sambil memperlihatkan dokumen sertifikat tanah tersebut
"Jadi kita di sini selaku pihak tergugat merasa dirugikan pak, kenapa seperti ini. Dan ini jelas-jelas salah objeknya pak," ucap Adi sapaan akrab Asriandi.
"Kami tidak bermaksud menghalangi proses eksekusi ini dilakukan. Kami sangat menghargai hukum pak, cuma kami hanya butuh kejelasan dan keadilan. Apakah bisa dibenarkan kalau seperti ini,"tambahnya
Diakuinya, pihak Pengadilan Negeri menyatakan tergugat menang berdasarkan bukti-bukti tegugat. Namun pas setelah putusan sudah terbalik. Dan memutuskan yang tidak benar.
Jadi kita tidak membacakan putusan sebelum eksekusi dilakukan. Tidak ada putusan yang dibacakan, hanya isi putusan.
"Ini sangat jelas berbeda pak, dengan bukti yang dia gunakan dengan lokasi yang dia gugat. Dan pada saat peninjauan pertama itu tanah sebelah yang diukur bukan lokasi yang mau dieksekusi," ujar pemuda itu.
Sementara itu, juru sita Pengadilan Negeri Jeneponto, Muhammad Arsyad mengatakan bahwa eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan pengadilan. Apabila sudah jatuh inkrah maka pihak pengadilan berhak melakukan eksekusi.
Namun sebelum eksekusi terlebih dulu dilakukan amandemen selama delapan hari kepada pihak kalah, namun setelah delapan hari tidak ada amandemen.
"Nah, karena tidak ada amandemen, makanya kita suruh bongkar rumahnya. Jadi kita tidak membacakan putusan sebelum eksekusi dilakukan. Tidak ada putusan yang dibacakan, hanya isi putusan, itupun setelah selesai eksekusi (pembokaran rumah) dilakukan," kata dia agak gugup.
Jadi disitu dikatakan, bukan dibacakan tetapi menyerahkan secara simbolis kepada pemenang.
"Yang dibacakan itu penetapannya dan berita acaranya supaya masyarakat tahu. Jadi kalau memang pemohon merasa ada kejanggalan, maka masih ada upaya hukum," tutup Arsyad.
Sementara Wakil Majelis Hakim, Rizal Tautan, SH. MH mengatakan bebenda terkait proses eksekusi, bahwa eksekusi lahan seharusnya dibacakan isi putusan Pengadilan terlebih dahulu, sebelum dilakukan eksekusi.
"Hal ini agar tergugat dapat mengetahui isi putusan dari Pengadilan Negeri Jeneponto,"tutupnya. []