DPR Siap Fasilitasi Polemik Biodiesel Petani Sawit

Anggota Komisi IV DPR-RI dari Fraksi PDIP Ansy Lema menyatakan siap memperjuangkan kepentingan petani sawit dalam program biodiesl B30
Industri kelapa sawit Indonesia menjadi salah satu andalan yang menyumbang devisa negara. Nilai ekspor minyak sawit Indonesia 2017 mencapai US$ 22,97 miliar, naik 26% dibandingkan 2016 sebesar US$ 18,22 miliar. (Foto: dok/PT Agro Indomas)

Jakarta – Anggota parlemen dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Yohanis Fransiskus Lema mengusulkan kepada Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) untuk segera mengajukan permohonan audiensi dengan Komisi IV DPR-RI guna menyampaikan persoalan program biodiesel B30.

Menurut dia, tidak diikutsertakannya industri sawit skala rakyat pada agenda tersebut dapat menjadi koreksi tersendiri bagi pemerintah dalam program energi ramah lingkungan itu.

“Saya menganjurkan kepada kawan-kawan untuk segera membuat surat agar bisa melakukan tatap muka dan menyampaikan seluruh duduk perkara kepada anggota di Komisi IV, supaya tidak saya saja yang tersampaikan informasi ini,” tutur legislator yang akrab disapa Ansy Lema itu dalam sebuah webinar, Jumat, 14 Agustus 2020.

Selain itu, dia juga berjanji akan membawa persoalan ini dalam rapat terdekat sebagai bentuk penyerapan aspirasi dalam masa reses.

“Pasti akan saya bunyikan ini dalam sidang maupun rapat komisi, apalagi kami di sudah mulai aktif hingga Oktober mendatang,” tegas Ansy Lema yang juga tercatat sebagai anggota Komisi IV DPR-RI.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, SPKS menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah dalam program biodiesel B30 yang dinilai tidak melibatkan peran serta petani sawit skala kecil. Padahal, sektor ini menjadi ujung tombak perkebunan rakyat pada sisi hulu.

Selain itu, SPKS melalui sekjennya Mansuetus Darto juga mengeluarkan catatan tersendiri atas usul Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor terkait permintaan dana kepada pemerintah.

Menurut Darto, gagasan penyuntikan anggaran sebesar Rp 20 triliun pertahun ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) perlu dikaji ulang. Pasalnya, pemerintah harus memastikan apakah dana tersebut memang bisa sampai ke petani sawit atau justru sekedar menguntungkan perusahaan tertentu.

“Penyuntikan dana tambahan bukanlah langkah yang efektif untuk menyejahterakan petani kelapa sawit dan memberikan dampak program biodiesel secara langsung,” ungkap Darto kepada Tagar melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

“Pemerintah perlu memasukan petani kelapa sawit dalam rantai pasok biodiesel, bukan sekedar memberikan suntikan dana secara terus-menerus ke perusahaan kelapa sawit melalui BPDPKS,” sambung Darto.

Sebagai informasi, program biodiesel B30 merupakan bahan bakar minyak (BBM) yang terdiri dari campuran 30 persen biodiesel dan 70 persen solar. Penerapan B30 disebut-sebut bisa mengurangi impor solar sebesar 8 hingga 9 juta kiloliter (Kl).

Besaran tersebut setara dengan penghematan hingga Rp 70 triliun. Adapun, target B50 diharapkan bisa terselenggara pada periode 2021 mendatang.

Berita terkait
Pak Jokowi, Petani Sawit Tak Masuk Rantai Pasok B30
Pemerintah dianggap perlu untuk melibatkan petani sawit skala kecil dalam program biodiesel B30 agar tidak melulu dikuasai korporasi besar
Dana Rp20 Triliun Bagi Biodiesel Dinilai Tidak Tepat
Wacana penggelontoran dana bagi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dianggap tidak banyak membantu petani skala mikro
Jokowi: Biodiesel B30 Hemat Anggaran Rp 63 Triliun
Pemerintah secara resmi meluncurkan program mandatori biodiesel 30 persen atau B30 sebagai bagian mengurangi ketergantungan atas BBM.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)