Pak Jokowi, Petani Sawit Tak Masuk Rantai Pasok B30

Pemerintah dianggap perlu untuk melibatkan petani sawit skala kecil dalam program biodiesel B30 agar tidak melulu dikuasai korporasi besar
Pekerja memasukkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke dalam truk di salah satu tempat penampungan di Desa Seumantok, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat, Sabtu, 7 Desember 2019.(Foto: Antara/Syifa Yulinnas)

Jakarta - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyatakan bahwa pemerintah dianggap abai dalam mengikutsertakan pelaku usaha perkebunan sawit skala rakyat dalam program biodiesel, khususnya B30.

Sekretaris Jenderal SPKS Mansuetus Darto mengatakan agenda pemerintah dalam program energi ramah lingkungan itu dinilai tidak cukup adil bagi petani sawit. Pasalnya, pasokan sawit selama ini hanya disokong oleh korporasi besar.

“Terbukti bahwa rantai pasok biodiesel tanpa petani sawit. Selain itu, industri biodiesel hanya menguntungkan korporasi sawit yang dikuasai dari hulu hingga hilir dan tanpa pasokan petani,” ujarnya dalam sebuah webinar, Jumat, 14 Agustus 2020.

Darto menambahkan, pihaknya juga mengkritisi rencana sokongan finansial bagi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 20 triliun setiap tahun bagi pengembangan program biodiesel nasional. Menurutnya, strategi tersebut justru memperbesar potensi penguasaan bisnis sawit di tangan korporasi kakap.

“Kami meminta Bapak Presiden meninjau ulang badan dana sawit [BPDPKS] untuk menjadi lembaga yang independen dan tidak terkooptasi oleh konglomerat sawit,” tuturnya.

Bahkan, Darto menyebut perlunya lembaga tinggi negara dan aparat penegak hukum untuk turut serta dalam mengawasi proses pengembangan industri sawit di Tanah Air.

“Kalau perlu KPK dan BPK segera melakukan audit bagi BPDPKS dan penerima subsidi sawit karena diduga merugikan negara,” ucapnya.

Kedepan, SPKS berharap negara bisa hadir bagi petani sawit kecil dengan memberi tempat sebesar 30 persen untuk biodiesel dalam program B30, hingga kemudian pada tahun keempat dapat dioptimalkan hingga 100 persen.

“Kita lihat saja, petani saat ini menjual sawit ke tengkulak dengan disparitas harga 30 persen. Nah, jika bisa masuk ke rantai pasok biodiesel maka akan meningkatkan kesejahteraan petani hingga 30 persen dari biasanya,” tegas dia.

Untuk diketahui, harga jual sawit untuk tingkat petani plasma saat ini hanya berkisar Rp 1.300 hingga Rp 1.600 perkilogram. Bahkan, untuk harga di wilayah Kalimantan diketahui hanya sekitar Rp 600 perkilogram.

“Apabila nantinya petani bisa masuk dalam rantai pasok ini, bukan hanya memperbaiki tata kelola sawit nasional, tetapi juga bisa membawa petani sawit merdeka dari kemiskinan,” kata Darto.

Sebagai informasi, program B30 merupakan bahan bakar minyak (BBM) yang terdiri dari campuran 30 persen biodiesel dan 70 persen solar. Penerapan B30 disebut-sebut bisa mengurangi impor solar sebesar 8 hingga 9 juta kiloliter (Kl).

Besaran tersebut setara dengan penghematan hingga Rp 70 triliun. Adapun, target B50 diharapkan bisa terselenggara pada periode 2021 mendatang.

Berita terkait
Dana Rp20 Triliun Bagi Biodiesel Dinilai Tidak Tepat
Wacana penggelontoran dana bagi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dianggap tidak banyak membantu petani skala mikro
Jokowi: Biodiesel B30 Hemat Anggaran Rp 63 Triliun
Pemerintah secara resmi meluncurkan program mandatori biodiesel 30 persen atau B30 sebagai bagian mengurangi ketergantungan atas BBM.
Pertamina Mulai Salurkan Biodiesel B30 ke Sorong
Penyaluran bahan bakar jenis biodieesl B30 di wilayah Maluku-Papua akan dilakukan secara bertahap.
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.