DPR Minta Subsidi upah Pekerja Tak Diskriminatif

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher mengingatkan pemerintah agar tidak diskriminatif dalam pemberian subsidi upah ke pekerja swasta.
Anggota Komisi IX DPR,Netty Prasetiyani Aher. (Foto: Instagram/@netty_heryawan)

Jakarta - Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher mengingatkan agar pemerintah tidak diskriminatif dalam pemberian bantuan upah subsidi kepada para pekerja swasta atau non BUMN.

Hal itu mengingat adanya niat pemerintah ingin memberikan subsidi upah sebesar 600 ribu kepada para pekerja swasta yang berpenghasilan di bawah Rp 5 Juta selama 4 bulan dengan syarat terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

"Kenapa subsidi upah hanya diberikan pada pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang notebenenya mereka masih bekerja dan menerima upah?" kata Netty dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Sabtu, 15 Agustus 2020.

Berdasarkan informasi dari Kementerian Ketenagakerjaan, awalnya subsidi upah akan diberikan kepada 13.870.496 calon penerima dengan anggaran Rp 33,1 triliun. Tetapi setelah rapat dengan Kementerian/Lembaga disepakati untuk memperbanyak jumlah penerima menjadi 15.725.232 orang dengan peningkatan anggaran menjadi Rp 37,7 triliun.

Namun, Netty menyayangkan jika anggaran sebesar itu belum memikirkan nasib para pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan akibat pandemi Covid-19.

"Bagaimana dengan subsidi untuk pekerja outsourcing atau pekerja yang tidak tercatat? Bagaimana dengan pekerja di sektor informal, buruh, petani, nelayan, kaki lima? Mereka jelas membutuhkan uluran tangan pemerintah," ujarnya.

Kendati demikian, dia meminta agar rencana pemberian subsidi upah dilakukan secara proporsional dan mengedepankan unsur keadilan.

"Jika patokannya disamaratakan yakni upah di bawah Rp 5 juta, saya pikir ini mencederai rasa keadilan. Setiap daerah memiliki kondisi dan tingkat biaya hidup dan UMK yang berbeda. Ada masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp 5 juta, tapi tidak mencukupi untuk hidup layak, sementara di tempat lain ada masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 5 juta tapi berkecukupan," kata dia.

"Apalagi jika kita mempertimbangkan bentuk dan jumlah tanggungan dari setiap pekerja yang pasti berbeda satu sama lainnya," ucap Netty menambahkan.

Selain itu, Netty juga menyoroti belum jelasnya aspek pengawasan dalam penyaluran subsidi upah bagi pekerja berpenghasilan di bawah Rp 5 juta.

"Bagaimana bentuk pengawasan agar bantuan benar-benar tersalurkan ke para pekerja. Jika misalnya ada yang sudah memenuhi syarat, tapi ternyata tidak menerima subsidi, kemana mereka harus melapor? Begitu juga dengan aspek validitas data. Apakah semua perusahaan telah memasukkan data penghasilan pegawai dengan benar?" ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap, subsidi bantuan upah harus tepat sasaran.

"Disinyalir ada perusahaan yang dalam laporan ke BPJS Ketenagakerjaan mengecilkan jumlah upah pegawainya untuk alasan pengurangan beban iuran. Nah, bagaimana mengawasi dan mencegah hal ini? Jadi, sebelum dilaksanakan, semua harus disusun dengan rapi. Jangan sampai program sudah berjalan, tapi kemudian menimbulkan banyak masalah di lapangan," ucap Netty.[]

Berita terkait
Bahas RUU Cipta Kerja, Puan Ungkap Strategi DPR
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan, masyarakat harus yakin bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dibahas hati-hati.
DPR Siap Fasilitasi Polemik Biodiesel Petani Sawit
Anggota Komisi IV DPR-RI dari Fraksi PDIP Ansy Lema menyatakan siap memperjuangkan kepentingan petani sawit dalam program biodiesl B30
Disinggung Jokowi, Menperin Pacu Industri Obat Mandiri
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mendorong industri obat dan alat kesehatan menjadi sektor yang mandiri seperti keinginan Presiden Jokowi.
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.