DPR Aceh Bentuk Tim Kajian MoU Helsinki 2005

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membentuk tim kajian dan advokasi MoU Helsinki 2005 dan Undang-Undang Pemerintah Aceh.
Ketua DPR Aceh, Sulaiman (kanan) didampingi Ketua Komisi I DPR Aceh, Azhari Cagee (kiri). (Foto: Tagar/Muhammad Fadhi)

Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membentuk tim kajian dan advokasi MoU Helsinki 2005 dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Tim itu telah dibentuk pada Maret 2019 dan mulai penelitian lapangan pada Mei 2019 lalu.

Ketua DPR Aceh, Sulaiman menjelaskan, tim itu nantinya akan berfokus pada aspek kewenangan-wenangan Aceh dan pendapatan Aceh. Tim ini terdiri dari tenaga ahli praktisi dan akademisi dari berbagai Universitas di Aceh seperti Unsyiah, UIN Ar-Raniry dan Unimal.

"Kajian akademis ini dilakukan berdasarkan data sampling yang diperoleh di lapangan, mencakup sembilan kabupaten/kota di Provinsi Aceh," kata Sulaiman di gedung DPR Aceh, Banda Aceh, Selasa 18 Juni 2019.

Ia menambahkan, output yang di inginkan dalam pembentukan tim itu adalah hasil kajian dalam bentuk naskah akademik, yang terdiri dari buku.

Baca lainnya: Nanti Malam, Sabyan Gambus Hibur Warga Banda Aceh

Buku pertama yaitu tentang kajian normatif dan konseptual MoU Helsinki dan UUPA nomor 11/2006 dan buku ke dua tentang, implementasi dan implikasi dari MoU Helsinki dan UUPA 2006 terhadap perdamaian dan kesejahteraan bagi Aceh.

Menurut politisi Partai Aceh ini, hasil itu akan menjadi bahan advokasi politik, hukum, sosial dan budaya dalam rangka keberlanjutan perdamaian antara Pemerintah RI dan rakyat Aceh dengan pemerintah Republik Indonesia (RI).

"Ini akan menjadi bukti sejarah hasil komitmen penyelesaian konflik Aceh, melalui perjanjian damai antara GAM dengan pemerintah RI di Helsinki Finlandia pada tanggal 15 Agustus 2005 yang lalu," kata Sulaiman.

Meski konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Republik Indonesia telah diselesaikan melalui sebuah perundingan di Helsinki (Finlandia), ternyata masih terdapat hambatan dalam penerapan UUPA.

"Dalam kenyataannya setelah lebih dari 13 tahun MoU Helsinki (2005-2018) dan 12 tahun UUPA (2006-2018), masih banyak terdapat kendala dan hambatan dalam penerapan UUPA sebagai sebuah resolusi konflik yang berkelanjutan dan bermartabat bagi semua masyarakat Aceh," ujar Sulaiman.

Baca lainnya: Polisi Aceh Bekuk Diduga Pengedar Sabu Asal Sumut

Dia menjelaskan, kendala dan hambatan ini sebenarnya sudah diprediksikan sejak awal oleh tim perumus RUU-PA dari Aceh dan telah diutarakan kepada pemerintah RI melalui Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (tahun 2006), menjelang pengesahan RUU-PA oleh DPR-RI dalam rapat paripurna DPR-RI 15 Agustus 2006.

"Namun ketika itu Wakil Presiden RI meminta agar tim Aceh menerima saja dulu UUPA ini, jika nanti suatu saat ada yang perlu dikoreksi dan dianggap bermasalah, akan diperbaiki kembali oleh pemerintah RI," kata Sulaiman.

Tim Aceh ketika itu, kata Sulaiman, setelah berkonsultasi dengan Pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai salah satu pihak penanda tangan perjanjian MoU Helsinki, yang menilai bahwa perjanjian damai di antara pemerintah RI masih sangat rentan dan rapuh, karena beberapa kalangan di pusat juga terlihat tidak sepenuhnya menyetujui komitmen yang telah dibuat oleh pihak GAM dengan pemerintah RI saat itu.

"Saat itu pimpinan GAM berketetapan kuat bahwa perdamaian Aceh harus segera hadir dan dinikmati oleh seluruh rakyat Aceh, dan mengatakan akan menunggu komitmen berikut dari pemerintah RI guna pemenuhan semua klausul perjanjian yang telah disepakati dalam MoU Helsinki di waktu yang akan datang," jelas Sulaiman.

Baca lainnya: Di Aceh Baru Empat Kabupaten Menerapkan PPDB Online

"Oleh karena itu, DPRA membentuk sebuah tim yang diberi nama Tim Kajian dan Advokasi MoU Helsinki 2005 dan UUPA Nomor 11 Tahun 2006, yang berfokus pada aspek kewenangan-wenangan Aceh dan pendapatan Aceh," ujar dia.

Sementara, Ketua Komisi I DPR Aceh, Azhari Cagee menambahkan, tujuan utama dari pembentukan tim ini adalah untuk mengkaji konsistensi norma-norma dalam konteks hukum ketatanegaraan secara umum di Indonesia maupun internasional, pengertian gramatikal dari teks MoU Helsinki secara historis dan sosiologis, serta tingkat implementasi dan implikasi dari MoU Helsinki dan UUPA 11/2006 selama 13 tahun (2005-2018) dalam kontek perjanjian damai antara Aceh dan pemerintah Republik Indonesia.

Tujuan ke tiga, kata Azhari, yaitu untuk menemukan dan memformulasikan kebijakan-kebijakan unik menyelesaikan hambatan baru untuk menyelesaikan hambatan dari pelaksanaan MoU Helsinki dan UUPA 11/2006, dalam rangka mewujudkan jiwa dan semangat perdamaian berkelanjutan.

"Tujuan ke tiga yaitu secara berkesinambungan mendorong kedua pihak untuk konsisten melaksanakan butir-butir komitmen perjanjian damai MoU Helsinki dan UUPA 11/2006 dalam rangka semangat perdamaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh," pungkasnya. []

Baca lainnya: 243 CPNS Formasi Umum Aceh Singkil Terima SK

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.