Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin kawasan selatan Monumen Nasional (Monas) seperti area Menara Eiffel di Paris, Prancis. Sebab itu, Pemprov merevitalisasi kawasan selatan Monas agar pengunjung dapat melihat tugu setinggi 132 meter itu secara langsung ketika masuk lewat gerbang selatan.
"Sama kalau ke Menara Eiffel, dari jauh sudah kelihatan menaranya. Kalau ini, mana nih Monas? Padahal sudah dekat gitu loh. Jadi ini kita buka supaya mudah aksesnya," kata Sekretaris Daerah DKI Saefullah dalam jumpa pers di Balai Kota, Jakarta, Jumat 24 Januari 2020
Pintu selatan yang dimaksud Saefullah berada antara pintu Husni Thamrin (patung kuda Arjuna Wijaya) dan Pintu Gambir. Menurut Saefullah, sebelum revitalisasi, pengunjung tak dapat melihat langsung tugu Monas meski telah lewat gerbang selatan. Namun, setelah revitalisasi, pemandangan tugu yang dibuat pada masa Presiden Soekarno itu bakal nampak dari gerbang selatan. "Jadi, tunggu saja waktunya," katanya.

Selain itu, revitaliasi ini akan menjadikan kawasan selatan sebagai akses utama. Desainnya pun akan dibuat untuk berbagai kegiatan dengan menampilkan latar belakang tugu Monas.
"Ini buat akses utama, buat upacara (yang) lurus dengan tugu Monas, bagus. Masyarakat bikin acara sentralnya Monas, nanti Diskominfo bikin tayangan video mapping, kan enak lihat dari sini (kawasan revitalisasi)," kata Saefullah sembari menunjuk peta kawasan proyek revitalisasi.
Sebelumnya, proyek revitalisasi Monas menjadi sorotan publik dan memicu kontroversi. Pasalnya, dalam rapat Komisi D DPRD DKI dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan, Pemprov disebut menebang 190 pohon dalam proses revitalisasi.
Komisi D DPRD DKI juga meminta proyek dihentikan sementara. Permintaan itu, menurut Komisi D, tidak hanya berdasarkan pohon yang dipotong tapi juga Pemprov DKI belum mendapat izin dari Mensesneg seperti tercantum dalam Keputusan Presiden 25 Tahun 1995 Tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah DKI.
Saefullah menegaskan, proyek revitalisasi tidak melenceng dari Keputusan Presiden 25 Tahun 1995. Ia mengklaim telah berkunjung ke Kantor Sekretaris Negara. Namun ketika ditanya soal dokumen izin dari Mensesneg, Saefullah enggan menjawab.
"Yang kita kerjakan ini masih sesuai dengan Kepres 25 Tahun 1995. Jadi masih cocok," tutur dia. []