Maros - Camat Simbang Maros, Sulawesi Selatan, Muhammad Hatta dan stafnya Sofyan ditetapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros sebagai tersangka pungutan liar (pungli) dalam kasus pembuatan akta jual beli tanah. Namun, terhadap keduanya tidak dilakukan penahanan.
Penetapan tersangka keduanya pada Jumat 30 Agustus 2019 setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di kantor Camat Simbang, pada Rabu 28 Agustus 2019.
"Mulai hari ini, kita naikkan ke penyidikan. Status keduanya kami nyatakan resmi sebagai tersangka," kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Maros, Muh Afrisal, kepada Tagar, Jumat 30 Agustus 2019.
Kasus ini masih akan terus kami kembangkan. Jadi bukan yang OTT-nya saja, ada sembilan kasus serupa yang masih dalam penyelidikan kami.
Status keduanya, kata Afrisal, dinaikkan berdasarkan sprindik 02/p4.16/fd.1/08/2019, setelah penyidik Kejari Maros melakukan pemeriksaan marathon terhadap dua tersangka dan lima orang saksi termasuk memeriksa pemberi uang pungli.
Afrisal mengatakan, penyidik masih menelusuri dugaan pungli serupa dalam kasus yang menjerat Muhammad Hatta.
"Kasus ini masih akan terus kami kembangkan. Jadi bukan yang OTT-nya saja, ada sembilan kasus serupa yang masih dalam penyelidikan kami," kata Afrisal.
Diketahui, Camat Simbang Muhammad Hatta selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) bersama sekretaris PPATS diciduk Kejari Maros saat seorang warga menyerahkan uang yang diduga pungli untuk pengurusan Akta Jual Beli (AJB) dua bidang tanah senilai Rp 115 juta dan Rp 81 juta.
Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 24 tahun 2016 tentang perubahan Peraturan pendaftaran tanah, dan surat edaran Bupati Maros, honorarium PPATS tidak boleh melebihi 1 persen dari harga transaksi yang tercantum dalam akte. Namun, faktanya, oknum ini mematok harga hingga 3 persen.