Dilema Nyawa Pelajar Tapanuli Utara saat Naik Motor

Menjadi sebuah dilema ketika para pelajar usia SMP di Tapanuk li Utara dibiarkan melenggang naik motor di jalan raya. Nyawa jadi taruhan.
Pelajar SMP mengendarai sepeda motor tanpa helm pengaman dan bonceng tiga di Kecamatan Pagaran, Kabupaten Tapanuli Utara, belum lama ini. Nyawa menjadi taruhan ketika dilema berkendara belum cukup umur terus dibiarkan. (Foto: Tagar/Jumpa P Manullang)

Taput - Aturan lalu lintas menegaskan pengendara kendaraan bermotor minimal berusia 17 tahun, memahami aturan dan rambu lalu lintas, serta wajib punya surat izin mengemudi dan syarat administrasi lain. Faktanya, banyak pengendara belum cukup usia di Tanah Air yang bebas melaju di jalanan.    

Bukan sepenuhnya salah jika para penunggang kuda besi dari kalangan yang didominasi pelajar ini terpaksa melanggar hukum. Ada dilema yang harus dihadapi, seperti yang dialami para pelajar di Tapanuli Utara, Sumatera Utara

Di satu sisi, mereka memang melanggar aturan dan potensial menjadi korban sia-sia di jalan raya. Di sisi lain, ternyata ada kebutuhan dasar yang belum bisa dipenuhi pemerintah, minimnya perhatian orang tua, hingga permakluman sekolah. Sehingga mereka akhirnya bisa leluasa mengendarai sepeda motor.   

Masih segar diingatan, kejadian tragis anak baru gede (ABG) dari Kecamatan Pagaran, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, belum lama ini. Kecelakaan yang menimpa pelajar 13 tahun di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Pagaran adalah satu catatan menyedihkan.  

Adalah mendiang ZP mengembuskan nafas terakhirnya usai menabrak seorang pejalan kaki pada Minggu malam, 8 Maret 2020. Saat kejadian, ZP berboncengan dengan dua teman sebayanya, berinisial JP dan AP, dengan mengendarai sepeda motor Honda Supra BB 3315 BI.

Malam itu, mereka melaju dari arah Pagaran menuju Siborongborong, Tapanuli Utara. Diduga kurang hati-hati ketika mengendarai sepeda motor, ZP menabrak pejalan kaki bernama Jubel Siregar, 38 tahun, warga Desa Lumban Julu, Kecamatan Pagaran.

Sebenarnya kami, selaku para guru berkeinginan supaya murid menahan diri agar tidak mengendarai motor.

pelajar taput2Deretan sepeda motor di parkiran SMP di Pagaran, Tapanuli Utara, beberapa waktu lalu. Terlihat banyak kendaraan tanpa spion dan pelat nomor. (Foto: Tagar/Jumpa P Manullang)

Paskakejadian, Tagar mencoba melihat dari dekat kepatuhan berkendaraan di dua SMP negeri di daerah Pagaran. Siang itu didapati puluhan pelajar yang belum cukup umur ternyata tidak dimasalahkan berangkat ke sekolah menggunakan sepeda motor.

Fakta itu terpantau di SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2, Sabtu, 14 Maret 2020. Jelang akhir pelajaran, didapati ragam jenis sepeda motor terparkir di lingkungan dua sekolah itu. Jumlahnya mencapai ratusan. Mayoritas jenis matik dan bebek. 

Yang lebih mengagetkan, banyak dari kendaraan itu sudah tidak lagi standar bentuk maupun mesinnya. Malah tidak sedikit yang dimodifikasi jauh dari bentuk pabrikan, yang jelas tidak enak ditunggangi ketika harus menempuh jarak jauh. Belum lagi, penggunaan knalpot racing bersuara bising saat melaju di jalan raya.

Sepeda motor di parkiran itu sebagian dilengkapi pelat nomor dan sebagian lainnya ditekuk dan ada yang tidak dilengkapi identitas nomor kendaraan dari polisi. Malah terpantau ada pelat nomor yang sudah kedaluwarsa. Spion juga tidak ada. 

Berkisar pukul 13.30 WIB, terdengar nyaring bel akhir pelajaran. Pelajar yang didominsi laki-laki di SMP itu pun bergerak menuju parkiran motor. Sesaat hidupkan sepeda motor, mereka pun melaju secara perlahan tinggalkan kompleks SMP menuju kediaman masing-masing.

Makin miris saat memantau seluruh pelajar yang mengendarai motor itu ternyata tidak mengenakan helm. Kalaupun ada yang pakai helm, bukan pelindung kepala standar seperti yang digariskan pemerintah. 

Di antara mereka, ada yang naik sendiri alias tidak berboncengan, dan ada yang berboncengan lebih dari satu. "Rumahnya dekat dan searah. Kasihan kalau tidak dibonceng sekalian," cerocos salah satu di antara mereka dengan santainya.  

Respons Sekolah 

SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Pagaran berlokasi satu kompleks. Tidak terlalu sulit untuk bertemu dengan dua pimpinan dua sekolah tersebut. 

Ditemui Tagar di ruang kerjanya, Kepala SMP Negeri 1 Pagaran, Sahat Barita Siburian mengakui muridnya yang masih belasan tahun belum layak mengendarai sepeda motor.

"Sebenarnya kami, selaku para guru berkeinginan supaya murid menahan diri agar tidak mengendarai motor. Mereka sebenarnya belum cukup umur dan belum punya SIM C," kata dia. 

Dengan alasan jangkauan dari rumah ke sekolah berkisar ribuan meter dan belum adanya moda transportasi umum.

pelajar taput3Sejumlah pelajar SMP Pagaran, Tapanuli Utara, melenggang santai keluar dari sekolahnya tanpa mengenakan helm. (Foto: Tagar/Jumpa P Manullang)

Di kesempatan itu, Sahat mengklaim telah berulangkali melakukan sosialisasi kepada muridnya agar patuh dalam hal penggunaan sepeda motor. Bahkan sekolahnya secara rutin menggandeng pihak kepolisian untuk sosialisasi berkendaraan yang baik di jalan raya, sekaligus sosialisasi pemberantasan narkoba.

"Dari polsek rutin lakukan itu," ujar dia. 

Banyak faktor yang membuat sekolah tidak bisa memaksa para murid untuk tidak naik sepeda motor. Sehingga mayoritas pelajar di SMP Negeri 1 terpaksa menunggang motor demi menunjang aktivitas sekolah mereka. Jika dipersentase, jumlahnya hampir 60 persen dari lima ratusan murid yang ada.

"Dengan alasan jangkauan dari rumah ke sekolah berkisar ribuan meter dan belum adanya moda transportasi umum. Itulah sebenarnya membuat tingginya angka anak didik SMP Negeri 1 Pagaran membawa sepeda motor," ucap dia. 

Senada diungkapkan Leonard Hutagalung, Kepala SMP Negeri 2 Pagaran. Sekolahnya kerap menyampaikan pesan agar para pelajar tidak menggunakan sepeda motor saat berangkat maupun pulang sekolah. 

Pria berkacamata itu juga membenarkan tiga korban kecelakaan, ZP, JP dan AP merupakan pelajar aktif di sekolah yang dipimpinnya. Hanya saja Leonard menyatakan ketika di sekolah tidak pernah ada muridnya yang berboncengan lebih dari dua anak.

"Dari pengamatan kami selama ini mereka tidak pernah berboncengan tiga. Namun kejadian kecelakaan itu adalah di hari libur, saat mau mandi ke air panas Butar malam itu. Kalau sudah di luar lingkungan sekolah tentu menjadi perhatian dari keluarga dan orang tua murid " kata dia.

"Mereka berdua kelas sembilan masih tetangga dengan korban meninggal Zendro Pasaribu. Masih dirawat di salah satu rumah sakit Medan," ucapnya saat itu. 

Perhatian Bersama

pelajar taput4Dibutuhkan perhatian bersama untuk mencegah pelajar Tapanuli Utara jadi korban sia-sia di jalan raya. (Foto: Tagar/Jumpa P Manullang)

Selama ngobrol dengan dua kepala sekolah itu, sebenarnya tersirat adanya keinginan agar pihak kepolisian rutin melakukan patroli lalu lintas, melakukan razia penertiban berkendaraan dengan sasaran pelajar. Namun mereka menolak mengungkap secara gamblang soal keinginan itu.  

Menyikapi fenomena pelajar belum cukup usia naik sepeda motor untuk pergi dan pulang sekolah, anggota DPRD Tapanuli Utara Herman Manalu meminta aparat kepolisian rutin melakukan razia kelengkapan kenderaan di daerahnya.

Untuk mengurai kepadatan dan kebisingan saat jam keluar sekolah, sebaiknya ada pengaturan selisih jam keluar dari sekolah yang berdekatan.

Herman berharap ada penyesuaian waktu keluar sekolah di antara pelajar di sekolah-sekolah yang ada di kawasan Pagaran. 

"Untuk mengurai kepadatan dan kebisingan saat jam keluar sekolah, sebaiknya ada pengaturan selisih jam keluar dari sekolah yang berdekatan. Dan ini perlu dilakukan operasi penertiban berkendaraan yang baik," kata dia. 

Legislator yang juga tokoh pemuda Pagaran ini juga meminta perhatian dari para orang tua lebih diperhatikan. Sebisa mungkin, diusahakan para orang tua mengantar serta menjemput anaknya ke dan dari sekolah. 

"Jangan biarkan mereka berkendara sendiri. Karena selain belum cukup umur, anak-anak ini belum juga terlalu cakap mengendarai sepeda motor secara baik, tidak melanggar aturan dan aman dari sisi keselamatan," tuturnya.

Bagi Herman, dilema yang dihadapi para pelajar dari Pagaran maupun Tapanuli Utara secara umum merupakan persoalan yang perlu mendapat perhatian bersama. Dengan sinergi perhatian pemerintah, sekolah, kepolisian dan keluarga, khususnya orang tua, maka korban sia-sia di jalan raya bisa dicegah, setidaknya diminimalisir. 

"Sangat disayangkan dan merupakan hal yang memprihatinkan jika adik-adik, para pelajar, yang merupakan generasi penerus, harus meninggal di jalan raya akibat minimnya perhatian dari semua pihak," ucap dia. []

Baca cerita lain: 

Berita terkait
Dua Kecelakaan di Sleman, Pelajar Meninggal
Dua kecelakaan di lokasi berbeda di Sleman, Yogyakarta. Satu pelajar tewas dalam kecelakaan di Jalan Kaliurang.
Naik Motor, Pelajar di Simalungun Tewas Kecelakaan
Pelajar warga Nagori Siporkas, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, tewas usai terlibat kecelakaan.
Angkutan Umum Terbalik di Taput, 9 Pelajar Luka-Luka
Angkutan umum terbalik di Tapanuli Utara, sembilan pelajar terluka.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.