Perempuan Ulet Bandung Penjual Burung di Bantaeng

Keuletan Nia Yayah, perempuan pedagang burung di Bantaeng, bisa menjadi inspirasi pelaku usaha kecil menghadapi sulitnya ekonomi di masa pandemi.
Nia Yayah, perempuan ulet asal Bandung yang memilih jadi penjual burung lovebird di Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Ibu Nia, penjual burung di Bantaeng. Keuletannya sebagai pedagang kecil bisa menjadi inspirasi bagi pelaku usaha kecil lain menghadapi tantangan ekonomi di tengah masa sulit pandemi Covid-19. 

Nia, begitu sapaan perempuan bernama lengkap Nia Yayah, kelahiran Bandung, 15 Januari 1977. Bersama putranya, ia berjualan burung lovebird dan jenis burung lain di pinggir Jalan Ujung Labbu, Kelurahan Lamalaka, Kecamatan Bantaeng. Tak ada rasa risih atau malu, meski pembelinya datang dari kaum adam.  

Siang itu, sekitar tiga pekan lalu, Tagar menjumpai Nia tengah bercengkerama dengan sejumlah warga yang tertarik dengan dagangannya. Teduhnya pepohonan cukup melindungi area sekitar tempatnya berjualan meski waktu menunjukkan sekira pukul 14.00 Wita.  

Beruntung alam juga cukup bersahabat. Sedikit awan mendung menggantung di langit, tidak merujuk ke arah hujan deras. Berkah bagi Nia mengingat burung dagangannya rentan dengan cuaca hujan nan dingin. Bisa-bisa dagangan unggasnya mati dan tentu akan bikin ia merugi.

Bisa dibilang hari itu jadi berkah lantaran selama sekitar empat bulan lebih ia mangkal di tempat tersebut, cuaca kerap berujung pada hujan. Dan jika alam mendukung maka biasanya banyak warga, khususnya pecinta burung, datang untuk beli.  

Dua pemuda mendekat ke lapaknya. Mereka datang berboncengan dengan sepeda motor. Pemuda pertama, mengenakan helm warna merah muda, ditemani rekannya yang memakai kaos hitam. Keduanya tampak tertarik dengan deretan kandang berisi macam-macam burung.

Waktu itu sehari saya bawa keluar 20 ekor tapi habis turun hujan malah banyak yang mati, sisa delapan ekor di kandang.

penjual burung2Burung lovebird dagangan Nia Yayah, perempuan asal Bandung yang buka usaha di Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Sambil berjongkok, keduanya nampak mencermati lovebird di sangkar. Sesekali mereka berbincang sendiri, mempertimbangkan burung mana yang akan dibeli. Sesaat kemudian, Nia menghampiri untuk menyapa dengan senyum ramahnya  

Tak butuh waktu lama, perbincangan seru terjadi di antara mereka. Nia tampak fasih memperkenalkan si lovebird kepada calon pembelinya. Dua pemuda di hadapannya pun begitu antusias bertanya cara memberi pakan lalu bernegosiasi harga. 

Tampaknya pemuda berhelm merah muda itu adalah seorang pehobi Lovebird yang baru. Dari pertanyaan yang dilontarkan ia terlihat masih bingung bagaimana nantinya merawat burung dengan warna indah itu.

Sekira 20 menit lamanya saling lempar tawaran, akhirnya jatuhlah kesepakatan. Seekor lovebird berbulu warna biru putih dijinjing pulang lengkap dengan kandang yang juga dijual Nia.

Gulungan beberapa lembar uang merah dimasukkannya ke dompet. Ia lantas beralih ke bangku kayu di bawah pohon yang jadi tempat rehatnya selama mangkal. "Alhamdulillah," ucapnya lirih sembari membenarkan posisi duduknya di bangku kayu itu.

Di sela santainya itu, Tagar mencoba membuka pembicaraan soal peruntungan jualan lovebird di kawasan tersebut. Rupanya, bukan hanya di kota besar saja lovebird banyak digemari dan dicari. 

Bahkan di lapak Nia, yang terletak di sebuah daerah yang berjarak 120 kilometer dari Kota Makassar, lovebird menjadi incaran para pecinta burung kicau. Setidaknya begitulah yang dikatakan Nia. 

Ide Berdagang

Sebagai seseorang yang berkaitan langsung dengan hajat hidup lovebird yang dijualnya, tentu saja Nia harus paham cara merawat dan memahami kondisi pasar. Sambil mengaso menantikan calon pembeli berikutnya, Nia lantas bercerita awal mula dirinya tertarik memasarkan Lovebird.

Kata Nia, inisiatif berdagang lovebird datang dari putranya yang bernama Ibnu. Setelah beberapa waktu berdiskusi dengan ibnu, masih berstatus pelajar dan berencana beralih status menjadi mahasiswa, Nia membulatkan tekad untuk menggelontorkan dana yang tergolong cukup besar bagi ukurannya. 

"Saya diskusi dengan anak untuk jadi pedagang lovebird. Awalnya ada puluhan burung yang saya beli untuk kemudian saya jual lagi," ujar dia. 

Seekor lovebird, biasanya Nia Yayah jual berkisar Rp 150 ribu ke peminatnya. Dalam hal ini, Nia tak mematok keuntungan yang besar dari harga yang dijualnya. Meski begitu, omzet yang didapati Nia untuk penjualan burung spesies asal afrika itu mencapai Rp 600 ribu per hari. Sebuah capaian yang cukup fantastis bagi seorang pedagang lovebird pemula.

Nia mengaku burung lovebird dagangannya dipesan dari peternak burung di Kendari, Sulawesi Tenggara, yang dikirim ke Makassar. "Saya ambilnya di Makassar, tapi sebenarnya pesan burung lovebird dari Kendari," katanya

Setelah merasakan keuntungan di bulan pertama ia berjualan, pada akhir Desember 2019, Nia semakin bersemangat dengan bisnisnya. Ia lantas menyebut bahwa potensi pasar lovebird di Bantaeng cukup menjanjikan. Bahkan bisa menjual sampai belasan ekor dalam sehari berjualan, mulai pukul 9.00 Wita sampai menjelang sore.

Saya diskusi dengan anak untuk jadi pedagang lovebird.

penjual burung3Dua pembeli tengah mencermati sembari berdiskusi soal burung lovebird dagangan Nia Yayah. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Kendati pangsa pasar burung tersebut terbilang memuaskan, namun ia belum berani untuk ternak sendiri. Menurutnya butuh proses yang panjang dan pengetahuan lebih untuk merawat burung tersebut. 

Karenanya, sementara ini Nia lebih memilih bertahan dengan sistem nyetok peranakan lovebird berumur tiga bulan sebanyak 50 sampai 100 ekor per minggu atau setiap kali pesan. Kendati demikian ia tetap berencana beternak sendiri. "Insya Allah pelan-pelan dulu, sambil belajar-belajar," ujar dia.

Hanya saja, memasuki tahun 2020, ia mulai memperhatian betul cara merawat burung. Sebab di masa awal tahun itu hujan sedang rajin-rajinnya membasahi bumi sepanjang hari. Dan mengurangi risiko kerugian, dia tak berani mengambil stok lebih dari 50 ekor lagi. 

Sebab, burung Lovebird tidak mampu bertahan di cuaca basah nan dingin. Surutnya penjualan mulai menyapa. Nia mencatat, pada di bulan Januari, di bulan kedua ia berdagang lovebird, sedikit ada kerugian imbas kematian sejumlah burung dagangannya.

"Waktu itu sehari saya bawa keluar 20 ekor tapi habis turun hujan malah banyak yang mati, sisa delapan ekor di kandang," keluhnya. 

Beruntung ia diselamatkan omzet dari bisnisnya yang lain, yakni dagangan boneka dan baju loreng di perempatan Jalan Gelatik. Jika tidak ada cadangan usaha tersebut, mungkin ia sudah pusing tujuh keliling memikirkan perputaran uangnya. 

Ia sedikit terkekeh mengenang pengalamannya itu. Deretan gigi putih perempuan bergaris keturunan Sunda tersebut tampak kelihatan. Dari caranya berbicara, membuktikan Nia merupakan sosok yang cukup humoris. Tak heran mengapa dagangannya mudah laris dan cara komunikasinya banyak disukai pelanggan. 

Nia ramah dan mudah bergaul. Kecakapannya dalam memaparkan seluk beluk memelihara burung juga memberi andil mengapa ia bisa berhasil menjual anakan lovebird. Padahal burung itu terbilang baru di bumi Butta Toa.

Bahkan sejak memasuki bulan ketiga 2020, ia sudah berhasil mengembangkan bisnis jualan unggasnya. Sekarang bukan hanya burung Lovebird yang ia tawarkan pada pembeli tapi beberapa burung jenis lain. Di antaranya Nuri, Tekukur Jawa, Cicakkling dan Jalak Tedong.

Tak berhenti di situ, Nia dan pasarnya mulai melirik potensi pasar di tempat lain. Sebut saja, pasar malam hingga pasar Sabtu di Pantai Seruni yang kerap didatangi warga setiap akhir pekan jelang sore. Tak hanya dagangan burung, ia pun membawa serta sejumlah hewan imut menggemaskan. Ada kucing Angora, berbagai jenis kelinci dan hamster, serta kura-kura hingga ikan Koi. 

Khusus untuk bisnis yang berkaitan dengan dunia hobi ini, dagangannya ditangani langsung oleh Ibnu. Remaja tersebut diakui punya banyak peran dalam merawat hewan-hewan jualannya.  

Selain merawat, pemuda kelahiran tahun 2001 itu juga membantu ibunya di pemasaran, khususnya lewat media sosial. Apabila ada warganet yang beli via daring, mereka langsung diarahkan untuk mengambil sendiri pesanan di rumah mereka yang beralamat di Jalan Lingkar. 

"Alhamdulilah, anak saya sangat mendukung dan membantu usaha ini. Sekaligus bisa jadi media dia untuk belajar bisnis," ucapnya. []

Baca cerita lain: 

Berita terkait
Kesedihan Petani Kopi Bantaeng di Tengah Covid-19
Produksi kopi petani Bantaeng kini menumpuk di gudang. Virus Covid-19 melumpuhkan roda perekomian masyarakat.
Kisah Sepasang Lansia di Gubuk Reyot Bantaeng
Suami-istri lanjut usia bahagia menikmati kehidupannya di sebuah gubuk reyot kawasan pesisir pantai Kabupaten Bantaeng.
Puisi Cinta untuk Para Pejuang Covid-19
Sebuah musikalisasi puisi cinta berjudul Selain Cinta dipersembanhkan untuk para pejuang Covid-19 Tanah Air.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.