Digeruduk Hingga Diinapi Nasabah, Prudential Beri Penjelasan

Polemik asuransi terjadi di salah satu perusahaan besar asuransi, Prudential terkait nasabah yang menuntut pengembalian dana unit link.
Ilustrasi - Gedung prudential. (Foto: Tagar/Prudential)

Jakarta - Polemik asuransi terjadi di salah satu perusahaan besar asuransi, Prudential terkait nasabah yang menuntut pengembalian dana unit link. Para korban yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi menggeruduk kantor Prudential hingga menginap di luar pagar untuk demo meminta pengembalian uang 100 %.

Menurut Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati, ada sekitar 20 nasabah Prudential yang bermalam. Hal ini dilakukan untuk menuntut kejelasan dana yang merupakan simpanan yang telah dipercayakan kepada perusahaan asuransi selama bertahun-tahun pada asuransi unit link.

Sebelum hal ini dilakukan, komunitas tersebut sudah berkali-kali melakukan laporan dan mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) namun selalu mendapat jawaban yang tidak diharapkan dan tidak memenuhi tuntutan yang dilayangkan.


Serta 10 nasabah yang yang tuntutan pengembalian premi 100 % tidak dapat kami penuhi dan keputusan penolakan secara resmi telah disampaikan kepada 10 nasabah tersebut.


"Lapor polisi tak ada bukti dan akan dicuekin. Lapor OJK, tidak semua orang bisa caranya, yang lapor pun tak ada hasilnya, hanya di pingpong sana-sini. Untuk naik banding harus dilakukan di Jakarta, berarti semua korban harus datang ke Jakarta, itu hal yang mustahil, mencari keadilan hilang ayam harus kehilangan kambing atau sapi," ucapnya.

Pihak prudential pun buka suara dan menjelaskan pihaknya telah menempuh Langkah persuasive dengan para korban agar berhenti lakukan aksi dan segera meninggalkan lokasi kantor Prudential.

Chief Marketing and Communications Officer, Luskito Hambali menjelaskan sejak awal, Prudential selalu berupaya mengedepankan komunikasi yang baik agar tercapai penyelesaian, namun para nasabah dan mantan nasabah tersebut tetap tidak menerima itikad baik dari Prudential.

"Bahkan, sampai dengan saat ini kami terus melakukan komunikasi dengan kelompok nasabah dan/atau mantan nasabah tersebut untuk bersedia meninggalkan area kantor perusahaan. Namun 16 orang dari kelompok nasabah dan/atau mantan nasabah tersebut menolak dan bersikeras untuk bertahan dan menduduki kantor Prudential meskipun telah melewati batas waktu jam kerja operasional Customer Care Centre kami," ucapnya.

Dalam penjelasannya, dari 16 nasabah dan mantan nasabah yang masih berada di kantor Prudential ada 13 nasabah yang sudah pernah mengajukan keluhan ke Prudential dan 3 nasabah belum pernah mengajukan.

Ia juga mengatakan terdapat 1 nasabah yang keluhannya sudah diselesaikan dan telah menandatangani perjanjian penyelesaian, 2 nasabah yang keluhannya telah ada keputusan namun mereka menolak untuk berdialog secara individu.

"Serta 10 nasabah yang yang tuntutan pengembalian premi 100% tidak dapat kami penuhi dan keputusan penolakan secara resmi telah disampaikan kepada 10 nasabah tersebut," katanya.

Luskito menyebut sebaiknya 3 nasabah yang belum mengajukan keluhan agar menyampaikan permasalahannya terlebih dahulu agar bisa dianalisis lebih lanjut. 

Ia pun mengungkapkan jika setiap nasabah sudah menyepakati ketentuan yang berlaku pada polis masing-masing. Dan berharap agar situasi ini bisa ditangani dengan baik oleh kedua belah pihak dan segera mendapatkan persetujuan dan jalan keluar yang disepakati.

(Fasya Aldiza Mutasyifa)

Berita terkait
OJK Umumkan 103 Pinjol Berizin dan Terdaftar
Tidak ada lagi fintech lending yang hanya berstatus sebagai terdaftar.
OJK Tetap Optimis Hadapi 5 Tantangan Industri Pasar Modal pada 2022
OJK telah menyiapkan berbagai kebijakan prioritas pada 2022, salah satunya memperluas basis emiten.
OJK Buka Lowongan Dewan Komisioner, Ini Cara Daftar dan Persyaratannya
Proses pendaftaran akan dimulai pada 7 Januari 2022 dan akan ditutup pada 25 Januari 2022 pada pukul 23.59 WIB.
0
Pandemi dan Krisis Iklim Tingkatkan Buruh Anak di Dunia
Bencana alam, kelangkaan pangan dan perang memaksa jutaan anak-anak di dunia meninggalkan sekolah untuk bekerja