Dicopot Karena Isu PKI, Moeldoko ke Gatot: Jangan Berlebihan

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko meminta Gatot Nurmantyo untuk tidak berlebihan menebar ketakutan ke masyarakat soal PKI.
Moeldoko dalam acara Leadership Talk, Gelora Bung Karno, Jakarta (Foto: instagram @dr_moeldoko)

Jakarta - Beredar kabar akan bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Desas-desus kebangkitan PKI pun semakin kuat saat menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Isu tersebut terendus ke tengah-tengah masyarakat, sesaat setelah beredarnya video deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot Nurmantyo yang menyebut PKI sudah bangkit.

Karena spektrum itu terbentuk dan terbangun tidak muncul begitu saja. Jadi jangan berlebihan sehingga menakutkan orang lain

Tak hanya itu, Gatot juga mengaku bahwa pencopotan dirinya sebagai Panglima TNI karena memerintahkan jajarannya dan masyarakat untuk menonton film G30S/PKI.

Menanggapi itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan apa yang dirasakan Gatot belum tentu sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Dia menjelaskan, pergantian pucuk pimpinan di sebuah organisasi itu melalui berbagai pertimbangan.

"Tentang pencopotannya, itu pendapat subyektif. Karena itu penilaian subyektif ya boleh boleh saja, sejauh itu perasaan. Tapi perasaan itu belum tentu sesuai dengan yang dipikirkan oleh pimpinannya. Bukan hanya pertimbangan kasuistis tetapi pertimbangan yang lebih komprehensif," kata Moeldoko melalui pernyataan yang diterima Tagar, Kamis, 1 Oktober 2020.

Menurutnya, sebagai pemimpin yang dilahirkan dari akar rumput, dirinya bisa memahami dan mengevaluasi peristiwa demi peristiwa. Dia menegaskan, kebangkitan PKI tak serta-merta muncul secara tiba-tiba.

Lantas, dia meminta agar Gatot Nurmantyo tidak terlalu berlebihan dalam pernyataannya yang menyebut bahwa PKI tengah bangkit. Dia berpandangan, sikap itu akan membuat masyarakat ketakutan.

"Tidak mungkin datang secara tiba tiba. Karena spektrum itu terbentuk dan terbangun tidak muncul begitu saja. Jadi jangan berlebihan sehingga menakutkan orang lain. Sebenarnya bisa saja sebuah peristiwa besar itu menjadi komoditas untuk kepentingan tertentu," kata dia.

Menurutnya, ada dua pendekatan dalam membangun kewaspadaan terkait PKI, yakni kewaspadaan yang dibangun untuk menenteramkan dan waspada yang menakutkan.

"Bedanya disitu. Tinggal kita melihat kepentingannya. Kalau kewaspadaan itu dibangun untuk menenteramkan maka tidak akan menimbulkan kecemasan. Tapi kalau kewaspadaan itu dibangun untuk menakutkan, pasti ada maksud-maksud tertentu. Nah! Itu pilihan-pilihan dari seorang pemimpin," ucap Moeldoko.

Dia menyebut, saat menjadi seorang Panglima TNI, dirinya lebih memilih membangun kewaspadaan yang bersifat menentramkan.

"Kalau saya memilih, kewaspadaan untuk menenteramkan. Yang terjadi saat ini, menghadapi situasi saat ini apalagi di masa pandemi, membangun kewaspadaan yang menenteramkan adalah sesuatu pilihan yang bijak," ujar Moeldoko.[]

Berita terkait
Moeldoko ke KAMI: Ganggu Stabilitas Politik Ada Risikonya
Moeldoko mengingatkan bahwa akan ada risiko jika tujuan yang dilakukan kelompok Din Syamsudin, melalui KAMI mencoba mengganggu stabilitas politik.
Gatot Nurmantyo Hendak Tiru Kejayaan Soeharto Pakai Isu PKI
Gatot dinilai ingin mendulang kesuksesan seperti Soeharto, melawan pemerintahan Presiden Jokowi dengan menggunakan isu G30S/PKI.
Tak Sama dengan SBY - Prabowo, Pernusa: Gatot ke Sarang Kadrun
Ketua Umum Pernusa, Norman menilai langkah Gatot Nurmantyo terjun ke dunia politik, tidak belajar dari keberhasilan SBY dan Prabowo Subianto.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)