Yogyakarta - Arsyad Yasin, ayah kandung Arya Pandu Sejati, terlihat sedih dan murung. Dia tidak menyangka Arya, 18 tahun, dituntut delapan tahun penjara atas dakwaan penganiayaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Arsyad dalam hati kecilnya berontak. Anak pertamanya tidak bersalah dalam kasus meninggalnya, Fatur Nizar Rakadio atau yang diakrab disapa Dio, 17 tahun. Arsyad dengan terbata-bata tak kuasa menjelaskan kepada awak media pada Kamis, 14 Agustus 2020. Tapi dari bibirnya terucap, anaknya tidak bersalah. "Saya ingin hukum ditegakkan dengan seadil-adilnya," kata dia.
Penasihat Hukum Arya Pandu Sejati, Farid Iskandar menjelaskan kronologi perkara tersebut. Saat itu, Arya diajak jalan-jalan bersama teman-temannya pada 14 Desember 2019 lalu. Arya saat itu mengendarai Scoopy. Pada saat bersamaan bertemu dengan rombongan pelajar lain.
Baca Juga:
Peristiwa itu terjadi di Jalan Siluk-Panggang, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. "Ada tiga motor trail menendang Arya dan sempat jatuh. Arya bangun dan mengejar pengendara trail. Saat mengejar ada yang menghalangi memakai motor R 25, Arya lalu menendangnya dan terus mengejar pengendara trail," kata Farid.
Pengendara Motor R 25 itu tidak lain bernama Fatur Nizar Rakadio atau Dio yang meninggal dunia 24 hari kemudian. "Tapi meninggalnya bukan karena ditendang oleh Arya. Setelah ditendang itu, dia ditabrak pengendara lain dari arah berlawanan," ungkapnya.
Farid mengatakan, hal tersebut juga diperkuat oleh pengakuan pengemudi yang menabrak Dio. Selain itu, hasil visum rumah sakit menjelaskan, penyebab kematian Dio adalah benturan benda keras yang menyebabkan tulang ekor dan tulang leher patah. "Sedangkan tangan Dio yang ditendang oleh Arya sama sekali tidak terluka," ungkapnya.
Tapi meninggalnya bukan karena ditendang oleh Arya. Setelah ditendang itu, dia ditabrak pengendara lain dari arah berlawanan.
Menurut Farid, kejanggalan lainnya adalah Dio dan pengendara yang menabraknya, sama-sama mendapatkan asuransi Jasa Raharja. "Kalau penganiayaan sampai meninggal tidak dapat Jasa Raharja. Kalau meninggal kecelakaan itu dapat Jasa Raharja. Ini kan aneh, karena Arya didakwa melakukan penganiayaan hingga meninggal," kata Farid.
Atas dasar itu, tuntutan delapan tahun penjara oleh jaksa pada 4 Agustus 2020 terhadap terdakwa Arya Pandu Sejati, adalah tidak mencerminkan keadilan dan bukan berdasarkan kebenaran. "Karena fakta yang terungkap di dalam persidangan adalah korban merupakan korban kecelakaan lalu Iintas, yang pada waktu itu bertabrakan dengan sepeda motor lawan arah," jelasnya.
Baca Juga:
Farid menduga berdasarkan fakta-fakta peristiwa di dalam persidangan, sangat dipaksakan dimejahijaukan. Terlebih lagi di awal kasus ini, Arya dituduhkan melakukan penganiayaan, seolah-olah terdakwa Arya sebagai pelaku kejahatan. "Arya menjadi korban opini tentang klitih yang saat itu sedang marak-maraknya," ungkapnya.
Menurut dia, demi tegaknya keadilan dan kebenaran, seharusnya tidak ada lagi upaya kriminalisasi yang membuat seolah-olah terdakwa yang bersalah. Dengan adanya kriminalisasi terhadap terdakwa, mengakibatkan hilangnya masa depannya, putusnya sekolah, impian, dikarenakan dakwaan yang tidak berdasarkan keadilan. "Arya pun sudah menjalani masa tahanan selama tujuh bulan sejak perkara ini," ungkapnya. []