Saya juga tidak takut dengan virus corona. Tetapi bukan karena tidak takut itu, saya melakukan hal yang membahayakan diri. Seperti berkumpul dalam jumlah besar di sebuah keramaian dengan risiko tinggi. Itu konyol namanya, bukan pemberani.
Saya bukan takut sakit karena virus corona. Saya hanya tidak mau menjadi PENYEBAR virus, ketika virus itu menempel di saya karena bersentuhan dengan orang lain.
Ketika saya akhirnya harus membatasi diri dari sosialisasi berlebihan di keramaian, itu bukan karena saya takut virus corona.
Saya yakin dengan kesehatan diri sendiri, tapi saya tidak yakin dengan kesehatan orang yang lebih tua di sekitar saya, yang sistem kekebalan tubuhnya tentu sudah tidak sekuat dulu lagi.
Apalagi orang yang sudah tua biasanya punya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit lama lain, yang ketika kemasukan virus corona akan terjadi komplikasi. Bisa fatal jadinya..
Jadi, ketika saya akhirnya harus membatasi diri dari sosialisasi berlebihan di keramaian, itu bukan karena saya takut virus corona. Apalagi bawa-bawa nama Tuhan, dengan berkata, "Kami hanya takut kepada Allah."
Bukan.
Itu adalah bagian dari TANGGUNG JAWAB, supaya saya tidak menjadi penyebar virus dan menularkannya ke orang yang lebih lemah.
Paham, kan?
Dengan tidak berkumpul, bahkan pada waktu ibadah di luar rumah, berarti saya sebenarnya menjalankan perintah agama, bukan malah melanggarnya.
Bukankah agama menyuruh kita untuk tetap di rumah ketika ada wabah?
Bukan karena kita takut mati. Tapi kita wajib MENJAGA orang yang lebih lemah dari kita, dengan tidak menyebarkan virus itu kepada mereka.
Kalau masalah, "Ngapain takut, virus corona kan juga ciptaan Allah?" Ya, ular kobra juga ciptaan Allah, memangnya kamu mau sekandang sama dia?
Mikir dong. Kalau mikir saja masih belum bisa, minimal bibirnya di-selotip yang rapat. Karena selain virus, kebodohan itu juga risiko penularannya luar bisa.
Dan itu enggak ada vaksinnya.
Kalau enggak paham juga, sini gua ulek pakai cangkir kopi gua. Tapi karena enggak mau rugi, gua seruput dulu kopinya.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Baca juga:
- Ijtima Dunia di Gowa, Lihat Sejarah Corona di Iran dan Malaysia
- Ruteng NTT dan Ketika Virus Corona Mengamuk di Gereja