Jakarta - Demonstrasi mahasiswa dan pelajar STM yang terjadi di depan gedung DPR MPR Jakarta sejak Selasa, 24 September 2019 cenderung ditunggangi dan dilakukan untuk kepentingan politik tertentu daripada gerakan moral dari mahasiswa dan pelajar.
Kecenderungan tersebut diungkapkan pengamat politik LIPI, Wasisto Raharjo Jati.
"Saya pikir itu mobilisasi ketimbang gerakan moral. Karena kalau itu gerakan moral pastinya gerakan itu lintas kelompok tidak hanya kalangan mahasiswa dan pelajar saja," ujar Wasisto kepada Tagar pada Kamis, 26 September 2019.
Menurut Wasisto, demonstrasi di depan gedung DPR dan beberapa daerah di Indonesia awalnya disebabkan rencana pengesahan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang rencananya akan disahkan DPR periode 2014-2019 pada akhir masa jabatan mereka.
Saya pikir itu mobilisasi ketimbang gerakan moral. Karena kalau itu gerakan moral pastinya gerakan itu lintas kelompok tidak hanya kalangan mahasiswa dan pelajar saja.
Demonstrasi yang terjadi, kata Wasisto, sebagai respons untuk memaksa pemerintah dan DPR membatalkan RKUHP yang sudah diusulkan sejak 2015.
"Menurut saya, gerakan ini awalnya untuk menolak RKUHP. Tapi jadi berkembang dan menjadi kompleks saat ini. Saya lihat ini yang menarik para oknum memanfaatkan momentum ini untuk memaksa pemerintah," tutur Wasisto.
Wasisto menduga aksi demonstrasi tersebut bertujuan untuk mendiskreditkan pemerintah sehingga mengaburkan substansi kebutuhan untuk melakukan revisi terhadap KUHP yang sudah dipakai sejak zaman Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
"Saya pikir lebih pada lawan-lawan politik Jokowi baik koalisi maupun oposisi," kata Wasisto.
Demonstrasi yang terjadi sejak Selasa lalu mengakibatkan sejumlah fasilitas publik di depan gedung DPR rusak, termasuk pintu Tol Pejompongan yang dibakar massa aksi pada Selasa malam. []