Surabaya - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan hibah di Jawa Timur. Sorotan ini karena laporan dana BOS dan hibah kurang sempurna.
Kepala Perwakilan BPK Jawa Timur, Joko Agus Setyono mengaku ada tiga catatan harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur laporan keuangan tahunan tersebut. Pertama adalah terkait dana hibah karena perlu ada perbaikan terutama masalah mekanisme pemberiannya.
Ada yang sudah dicatat, tapi ada sebagian juga yang belum dicatat.
BPK menilai ada beberapa laporan tentang penyaluran dana hibah ke masyarakat belum tercatat dengan baik. Padahal, tiap anggaran hibah dikucurkan ke masyarakat harus disampaikan kepada pemerintah daerah dan mendapat pengesahan dari bendahara umum.
"Ada yang sudah dicatat, tapi ada sebagian juga yang belum dicatat," ujarnya, Jumat, 19 Juni 2020.
Selain itu, BPK juga memberi catatan terkait dana BOS karena masih banyak pelaporan yang belum sempurna. Pencairan BOS langsung ditujukan ke sekolah yang terkait.
"Nah, ini ada mereka yang tidak melaporkan ke provinsi, sehingga masih ada selisih antara yang sudah digunakan dengan yang dilaporkan," tuturnya.
Kedepannya, BPK menyarankan agar Pemprov memberikan sosialisasi lebih intensif terkait pelaporan dana BOS ke sekolah. Hal ini bertujuan tata kelola dana ini bisa lebih maksimal lagi.
Meskipun ada tiga catatan, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur pada Tahun Anggaran 2019. BPK memberi selamat atas pemberian WTP.
"Kami sampaikan selamat kepada Provinsi Jatim yang bisa mempertahankan opini WTP," ujarnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Jawa Timur Agus Dono Wibisono menegaskan, semua catatan BPK yang segera dibahas oleh legislatif. "Biasanya Banggar, dan komisi-komisi akan kami tandaklanjuti," ujar Agus Dono.
Terlepas dari tiga catatan itu, dewan melihat masih ada 27 persen pelaporan yang belum tuntas sesuai yang disampaikan BPK sehingga harus segera direalisasikan. Sebab, nilainya terbilang cukup besar mencapai hampir Rp 200 milliar.
"Nanti pasti kami akan menindaklanjuti itu. Terutama yang disoroti BPK, yakni soal infrastuktur, seperti jalan dan sebagainya," kata dia.
Terkait dana BOS, Agus Dono menilai perlu ada regulasi untuk mengatur yang bersifat vertikal berkesinambungan. Pemerintah kabupaten/kota harus sejalan dengan Pemprov dalam hal ini.
"Tetapi terus terang yang paling utama adalah persoalan aset. Karena persoalan aset yang paling mendasar adalah masalah sertifikat. Sertifikasi aset ini biasanya membutuhkan biaya besar. Untuk itu kemarin kami usulkan BPKAD untuk segera mengajukan anggaran sertifikasi aset" ucapnya.