Medan - Dikutip dari akun Facebook, Imelda Nada Marchia yang diketahui istri Sebastian Hutabarat, ungkap curahan hatinya selepas sang suami dibawa aparat kejaksaan dari lokasi usaha mereka Pizza Andaliman di Balige, Kabupaten Toba pada Selasa, 5 Januari 2021.
Sebastian Hutabarat, aktivis lingkungan di Danau Toba dibawa kejaksaan karena divonis satu bulan penjara, disebut melakukan penistaan terhadap Jautir Simbolon, kerabat Bupati Samosir Rapidin Simbolon.
Penjemputan Sebastian menurut Imelda, berlangsung sangat cepat. Saat dia dan Sebastian tengah beres-beres untuk membuka usaha mereka. Sebastian saat itu mengenakan sandal jepit, topi, dan celemek.
Selengkapnya curhatan Imelda yang dia tuliskan Rabu, 6 Januari 2021 sore.
"Kemarin pagi, Selasa, 5 Januari 2021, pukul 09.04, saya memanggil suami saya, Sebastian Hutabarat, yang sedang sarapan di rumah kami agar cepat bergabung dengan saya agar mulai persiapan membuka Pizza Andaliman, sebuah usaha kuliner yang sudah kami tekuni sejak 2015.
Hari itu saya bersemangat dan berusaha menepati janji agar tepat waktu buka pizza pukul 09.00 agar lebih siap melayani para pelanggan yang biasanya berdatangan sejak pukul 10.00
Sesudah mandi pagi, suami saya mengenakan pakaian kesukaannya, yakni celana pendek dan kaos serta bersandal jepit biasa. Pagi itu tak lupa dikenakannya apron/celemek Pizza Andaliman.
Saya langsung bergegas membriefing para karyawan. Ada saja dari mereka yang belum bisa tepat waktu.
Saya ingat, saya duduk membelakangi Sebastian yang langsung membersihkan area parkir, memungut sampah yang berjatuhan, dan menyiraminya dengan air karena pasti banyak debu dari kendaraan yang lalu lalang di jalan. Oya, usaha kami ini berada tepat di tepi Jalan Lintas Sumatra.
Dia pergi dengan celemek kerjanya
Jarak saya dengan suami hanya sekitar 10 meter, saya membriefing seorang karyawan sambil duduk membelakangi Sebastian.
Selagi saya berbicara dengan karyawan, samar-samar saya dengar suara mobil masuk dan suara orang-orang. Saya pikir, "Wah, tamu-tamu ini cepat juga datangnya.."
Baca Juga:
- Jika Indonesia Masih Waras, Sebastian Hutabarat Harus Dibebaskan
- Ditahan Jaksa, Aktivis Lingkungan di Toba Ini Layak Terima Award
Waktu itu sekitar pukul 9.25. Namun saya fokus pada karyawan di depan saya. Saya pikir suami saya pasti bisa menyambut pelanggan. Tidak lama sesudah itu saya berbalik. Aneh. Tamu-tamu itu tidak ada.
Seorang karyawan mengadu, "Bu, bapak pergi bersama Orang Kejaksaan.."
Saya kaget luar biasa. Jarak waktu antara mobil-mobil itu berdatangan dengan perginya mereka mungkin hanya sekitar lima menit.
Anak saya, Nada, melihat dari balik jendela kamarnya, sekitar 7 sampai 10 orang datang dan langsung menghampiri ayahnya.
Ada yang memeluk dia. Sebastian sempat mundur. Sekitar 2-3 orang membidikkan lensa pada Sebastian. Dan ada seorang yang membacakan sesuatu.
"Kenapa saya tidak dipanggil?? Saya hanya berjarak 10-15 meter saat itu tapi tidak tahu apa-apa".
Sekitar 20 menit kemudian ada seorang petugas berseragam coklat mengaku dari Kejaksaan Negri Balige mengantarkan selembar surat berwarna pink.
Ia minta saya menandatangani surat itu. Isinya perintah untuk mengeksekusi suami saya. Ada dua lembar. Salah satunya saya pegang.
Saya pandangi jalan yang ia sapu. Topi kerjanya masih tergeletak rapi di atas meja. No say goodbye. Not even a hug. How could it be??
Dia pergi dengan celemek kerjanya.[]