Cukai Rokok bisa Dijadikan Sumber Pembiayaan Kesehatan Termasuk Kanker

Pemerintah perlu memberikan fleksibiltas penggunaan dana pajak rokok dan cukai tembakau untuk pengembangan sektor kesehatan di tingkat daerah.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, Sudarnoto Abdul Hakim. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Kepala Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) Dr. Diah Ayu Puspandari Apt, MBA, MKes menyebutkan bahwa pendapatan negara dari pajak atau cukai rokok yang cukup besar, mencapai lebih Rp 173 triliun pada 2021, sebagian bisa dijadikan salah satu sumber pembiayaan kesehatan, termasuk untuk penanganan penyakit kanker.

"(Dari) produk-produk tembakau ada dana yang diambil dari hasil penjualan misalnya cukai rokok, pajak rokok yang dikumpulkan sebagai salah satu sumber penghasilan untuk negara. Pajak rokok yang cukup besar jadi harapan berikutnya untuk bisa diadvokasi menjadi sumber pembiayaan lain yang bisa digunakan untuk memberikan harapan bagi penyintas kanker," kata Diah dalam sesi wawancara dengan media secara daring, Sabtu, 5 Maret 2022.

Diah menuturkan, sebenarnya sejak tahun 2020, pemerintah mulai mengalokasikan sebagian dari pajak rokok dan cukai tembakau yang diterima pemerintah daerah untuk sektor kesehatan. Namun, pada Desember 2020 alokasi dana ini turun dari semula 50 persen menjadi 25 persen.

"Di tahun 2020 sudah bisa mendapatkan cukup besar kontribusi dari cukai rokok, sekitar 50 persen bagi kesehatan. Tetapi tidak lama berselang, pada Desember 2020, terjadi dinamika yang menggeser proporsinya dari 50 persen menjadi 25 persen," jelasnya.

Menurut Diah, perlu ada upaya advokasi agar pemerintah pusat dapat merealokasi kembali dana untuk sektor kesehatan menjadi 50 persen atau memberikan fleksibiltas penggunaan dana pajak rokok dan cukai tembakau untuk pengembangan sektor kesehatan di tingkat daerah.

Di sisi lain, pemerintah pusat dan daerah perlu untuk menyusun panduan teknis inovasi penggunaan pajak rokok dan cukai tembakau di sektor kesehatan, misal untuk optimalisasi pembelanjaan obat dan alat kesehatan termasuk obat inovatif kanker yang pada akhirnya akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat.

"Kalau kita lihat, 25 persen variasinya tinggi di tiap daerah dan daerah rata-rata tidak memiliki keberanian untuk membuat inovasi-inovasi, menggunakannya sesuai prioritas yang sudah ditentukan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat," ujarnya, dikutip dari Antara.

Menurut Diah, perlu adanya kecermatan dalam mengelola sumber daya baik itu pembiayaan maupun lainnya agar bisa mengurai masalah pembiayaan kesehatan secara efisien dan efektif.

Sementara dari sisi sumber pembiayaan, bisa mencontoh negara-negara lain yang mendatangkan dana dari kegiatan amal keagamaan untuk digunakan pada hal-hal yang tidak tercakupi oleh skema pembiayaan kesehatan yang ada.

"Di beberapa negara sudah mengelola dana-dana yang dihasilkan dalam bentuk pajak dosa, yang berkontribusi terhadap problem-problem kesehatan. Ini dikelola sebagian sebesar kembali bagi mengatasi problem-problem kesehatan," tutup Diah. []


Baca Juga

Berita terkait
YLKI Sambut Baik Kenaikan Cukai Rokok
YLKI juga meminta pemerintah memberikan larangan penjualan rokok secara eceran.
Cukai Rokok Naik 12 Persen, Ini Daftar Harga Rokok!
Kemenkeu Sri Mulyani mengakui tarif cukai rokok naik itu akan menimbulkan dampak pada menurunnya jumlah tenaga kerja sebanyak 457-900 orang.
Bea Cukai Antisipasi Peredaran Rokok Ilegal
Bea Cukai di berbagai daerah melakukan operasi Gempur Rokok yang sudah dilakukan sejak 2018 dengan menindak beberapa upaya penyelundupan.