Covid-19 Indonesia Disebut Laporan Kasusnya Landai

Disebutkan laporan kasus baru Covid-19 beberapa hari terakhir landai dan tidak terjadi ledakan, ini bisa jadi ‘data semu’ karena tes yang terbatas
Ilustrasi. (Foto: freepik.com).

Dalam konferensi pers di Istana Negara Menteri Koordinator Pembangunan, Manusia Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, 8 Mei 2020, mengatakan terkait dengan perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia disebutkan bahwa kasus Covid-19 di Indonesia landai dalam penemuan kasus baru, kematian dan kesembuhan. Menko bersama Mensos Juliari Batubara dan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendesa PDTT), Abdul Halim Iskandar, memberikan keterangan tentang evaluasi penyaluran bantuan sosial (Bansos) tahap satu.

Muhadjir mengatakan pada tanggal 7 Mei 2020 angka kasus positif Covid-19 turun walaupun tidak drastis. Jika disimak laporan perkembangan Covid-19 di Indonesia yang selalu disampaikan oleh Juru BicaraPpemerintah untuk Ppenanganan Covid-19, Achmad Yurianto, setiap hari pukul 15.30 melalui jaringan televisi nasional, perbedaan angka kasusw baru pada kurun waktu 1-8 Mei 2020 tidak berbeda jauh.

1. Tes Covid-19 Bisa Jadi ‘Vaksin’

Laporan kasus baru terendah dilaporkan tanggal 2 Mei 2020 yaitu 292, sedangkan kasus baru tertinggi dilaporkan tanggal 6 Mei 2020 sebanyak 484 (Lihat Tabel I).

tabel1 ilus covid inaTambahan kasus baru Covid-19 pada bulan Mei 2020. (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap)>

Sampai tanggal 8 Juni 2020 kasus kumulatif positif Covid-19 di Indonesia dilaporkan 13.112. Jumlah ini di atas kasus di Korea Selatan yaitu 10.822. Sedangkan Filipina, Malaysia dan Thailand ada di belakang Korea Selatan.

Yang jadi persoalan besar angka yang dilaporkan setiap hari sebagai kasus baru bisa jadi ‘angka semu’ yang terkesan menggembirakan, dalam bahasa Muhadjir ‘patut disyukuri’. Soalnya, tidak ada penjelasan jumlah kasus baru yang dilaporkan itu hasil dari berapa orang yang jalani tes spesimen swab dengan PCR. Yang disebutkan hanya jumlah semua tes sejak awal.

Dengan kondisi sekarang ini ketika virus yang mendorong pandemi, dalam hal ini virus corona baru (Covid-19), tidak ada vaksin, maka yang bisa diandalkan jadi ‘vaksin’ adalah tes. Di awal-awal Indonesia menjalankan tes cepat (rapid test) yang bisa menghasilkan negatif palsu (virus sudah ada tapi hasil tes non reaktif) atau positif palsu (hasil tes reaktif tapi tidak ada virus).

Hal itu bisa terjadi karena yang dites adalah antibody terhadap Covid-19. Sedangkan antibody Covid-19 baru bisa terdeteksi dengan rapid test antara 4-5 hari setelah terpapar virus. Maka, tes yang valid (sahih) adalah tes spesimen swab dengan PCR.

2. Korea Selatan Tes PCR Sebelum Kasus Terdeteksi

Tes bisa jadi ‘vaksin’ karena satu orang yang terdeteksi positif, maka satu orang akan ditangani secara medis sehingga tidak ada lagi risiko menularkan ke orang lain. Itu artinya 1 mata rantai penyebaran virus diputus. Diperkirakan 1 orang yang positif Covid-19 bisa menginfeksi 1-2 orang yang kontak langsung.

Dengan demikian pernyataan Muhadjir tentang laporan kasus baru yang landai patut dipertanyakan seberapa besar kebenarannya karena tidak dijelaskan jumlah itu hasil dari berapa orang yang jalani tes PCR.

Korea Selatan merupakan negara yang bisa menghadang Covid-19 walaupun sejak awal epidemi, 31 Desember 2019, banyak kalangan yang memperkirakan Korea Selatan akan jadi ‘neraka’ sehingga jadi episentrum Covid-19 setelah China. Anggapan ini masuk akal karena Korea Selatan berbatasan langsung dengan China.

Tapi, pemerintah Negeri Ginseng itu menjalankan program yang tidak dilakukan negara lain yaitu menjalankan tes swab PCR secara massal jauh sebelum ada kasus Covid-19 terdeteksi di negaranya. Kasus Covid-19 dipublikasikan tanggal 31 Desember 2019 Korea Selatan menjalan tes mulai tanggal 2 Januari 2020. Ini tiga hari setelah Covid-19 diumumkan secara resmi. Sedangkan kasus pertama di Korea Selatan terdeteksi tanggal 20 Januari 2020.

Langkah itu pulalah yang membuat tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Korea Selatan tinggi yaitu 9.484 dari 10.822 kasus positif Covid-19. Kematian di Korea Selatan dilaporkan 256.

Korea Selatan sudah melakukan tes terhadap 654.863 warga, sehingga proporsi tes per 1 juta populasi 12.773.

3. Laporan Kasus Baru Sedikit Tes PCR Juga Sedikit

Bandingkan dengan Indonesia yang baru melakukan tes terhadap 134.151 warga dengan proporsi tes per 1 juta populasi 490.

Angka proporsi tes per 1 juta populasi di Indonesia rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia atau ASEAN (Lihat Tabel II).

tabel2 ilus covid inaPerbandingan jumlah tes dan proporsi tes per 1 juta populasi di beberapa negara Asia. (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap).

Singapura, misalnya, dengan 5,6 juta penduduk sudah jalankan tes terhadap 175.604 warga dan pekerja migran dengan proporsi 30.016 per 1 juta populasi. Proporsi ter per 1 juta populasi di Filipina 1.319, Malaysia 7.138 dan Thailand 3.264.

Memang, tidak terjadi ledakan kasus yang eksponensial. Tapi, bisa jadi hal itu terjadi karena jumlah warga yang jalani tes PCR juga sedikit.

Laporan kasus baru yang kecil tapi juga dengan jumlah tes PCR yang sedikit memang menggembirakan tapi bisa sebagai ‘rasa gembira’ yang semu. Maka, tidak ada jalan lain selain mejalankan tes spesimen swab PCR secara massal agar pandemi bisa ditanggulangi daripada membiarkan laporan ‘semu’ yang menunda ‘ledakan corona’. []

Berita terkait
Kisah Sukses Korea Selatan Hadapi Pandemi Covid-19
Keberhasilan Korea Selatan hadapi krisis karena pandemi Covid-19 yaitu karena kedisiplinan individu, langkah-langkah penanganan efektif serta tes
Indonesia Potensial Jadi Episentrum Covid-19 ASEAN
Covid-19 di Indonesia terus bertambah seiring dengan tes Covid-19, pertambahan kasus yang pesat Indonesia bisa jadi episentrum Covid-19 di ASEAN
Apakah Indonesia Akan Jadi Episentrum Covid-19 ASEAN
Jika berkaca ke AS yang sejak 27 Maret 2020 jadi episentrum baru penyebaran Covid-19 bisa jadi Indonesia terancam jadi episentrum di ASEAN