Jakarta - Pasar Muamalah yang berada di Depok, Jawa Barat, yang ramai diperbincangkan belakangan ini karena diduga melakukan transaksi di luar mata uang Indonesia, yakni menggunakan dinar dan dirham.
Zaim Saidi yang merupakan pemilik lahan Pasar Muamalah membantah jika perdagangan yang berada di atas lahannya bertentangan dengan hukum.
Ia menegaskan bahwa pembayaran dengan koin dinar dan dirham yang sempat viral belakangan ini hanya istilah.
Koin dinar dan dirham yang digunakan di pasar tersebut bukan merupakan mata uang asing, melainkan hanya emas dan perak yang dijadikan alat tukar untuk berbelanja. Ia mengungkapkan seperti sistem barter.
"Yang menjadi ramai adalah karena ada kata-kata dinar atau dirham. Tapi bukan, bukan dengan koin dinar dan dirham. Nama koin ini adalah koin perak seperti yang tertulis di atas koinnya. Begitu juga yang koin emas,” ujar Zaim Saidi melalui video klarifikasi di YouTube, Minggu, 31 Januari 2021.
Tidak ada yang mengatakan bahwa ada alat pembayaran lain yang sah selain rupiah
Dinar dan dirham dikenal sebagai nama mata uang sejumlah negara, namun Zaim Saidi menegaskan bahwa pasarnya tidak bertransaksi menggunakan mata uang asing itu. Tidak sama sekali.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam Islam dikenal satuan berat dengan istilah dinar atau dirham. Sedangkan Indonesia lebih mengenal gram sebagai satuan berat.
"Tidak ada yang mengatakan bahwa ada alat pembayaran lain yang sah selain rupiah. Tetapi kalau orang mau menukarkan jagung dengan beras ya tidak ada larangan. Yang jelas semua transaksi yang terjadi di Pasar Muamalah tidak ada yang bertentangan dengan hukum," ujarnya.
Baca juga: 1.300 Tahun Silam Dinar-Dirham Dipakai untuk Transaksi di Sumatera
Di dalam video klarifikasinya, Zaim Saidi berani menjamin bahwa perdagangan yang melibatkan dinar di Pasar Muamalah tidak melanggar hukum.
Karena bukan menggunakan mata uang asing, tetapi koin emas dan perak yang digunakan selayaknya sistem barter saja.
Dikutip dari CNN, Bank Indonesia (BI) menegaskan setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam bertransaksi dapat dijatuhi sanksi pidana kurungan atau penjara paling lama satu tahun, serta denda maksimal Rp200 juta.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menuturkan ketentuan itu tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Erwin menyebut, Pasal 21 UU tentang Mata Uang menegaskan bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya.
"Dengan demikian kalau ada transaksi menggunakan denominasi non rupiah melanggar Pasal 21 UU tentang Mata Uang, dengan sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta," ujarnya, Kamis, 28 Januari 2021.[Anita]