Catatan Akhir Tahun, 2017 Perekonomian Terburuk Batam

Catatan akhir tahun, 2017 perekonomian terburuk Batam. "Dulu, di Batuampar, cari parkir susah. Tapi sekarang, lihat saja, semuanya kosong,” kata Lia.
PERINGATAN HUT KOTA BATAM: Peserta pawai budaya peringatan Hari Jadi Kota Batam ke-188 melintas di Jalan Engku Putri, Batam, Kepulauan Riau, Senin (18/12). Ratusan peserta dengan menggunakan pakaian adat dari berbagai macam daerah mengikuti Pawai Budaya HUT Kota Batam ke-188. (Foto: Ant/M N Kanwa)

Batam, (Tagar 23/12/2017) – Bila kita berjalan masuk ke perumahan, akan nampak banyak rumah dengan tempelan kertas di kaca jendela, pintu atau pagar, bertuliskan, "rumah ini dijual".

Tahun 2017 dengan pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 2 persen year on year (yoy), terjun bebas dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 6 persen hingga 7 persen (yoy), menjadi semacam titik nadir bagi perekonomian Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Bahkan, pada semester I 2017, pertumbuhan ekonomi Kepri hanya menyentuh angka 1,04 persen (yoy), menjadi satu yang terburuk di Indonesia. Padahal kota ini dikembangkan untuk menjadi lokomotif perekonomian Indonesia.

Memang, Kota Batam hanya satu dari tujuh kabupaten/kota di Kepri. Namun Batam lah yang memiliki kontribusi paling besar di Kepri. Pertumbuhan ekonomi Kepri adalah cerminan dari Batam.

Yang terjadi pada 2017 adalah mimpi buruk bagi kota yang dianggap memiliki potensi ekonomi terbaik di Indonesia. Kota yang berhadapan dengan Selat Malaka, perairan tersibuk di dunia.

"Sepanjang 2017, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya akan tumbuh pada kisaran 2,2 persen hingga 2,6 persen (yoy). Capaian ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2016, sebesar 5,03 persen," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepulauan Riau (Kepri) Gusti Raizal Eka Putra.

Bank Indonesia (BI) mencatat, pelemahan ekonomi sudah terjadi sejak 2016, dan semakin parah memasuki 2017.

Kinerja pertumbuhan ekonomi Kepri sepanjang triwulan I sampai III 2017 menjadi yang terendah di Sumatera. Laju pertumbuhan ekonomi Kepri juga tumbuh lebih rendah dibanding nasional.

"Dari sisi kumulatif triwulan I-III, pertumbuhan ekonomi Kepri juga baru mencapai 1,82 persen, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pada lima tahun sebelumnya, 6,61 persen," kata Gusti.

Ia menilai, pelemahan ekonomi digempur penurunan berbagai sektor, mulai dari perlambatan kinerja net ekspor, kinerja ekspor antardaerah, kinerja neraca perdagangan hingga produksi industri.

Di sisi permintaan, pelemahan ekonomi disebabkan perlambatan kinerja net ekspor yang disebabkan kontraksi ekspor antarprovinsi.

Kinerja ekspor antardaerah terkontraksi dan turut menekan kinerja ekspor secara keseluruhan. Berdasarkan data bongkar muat yang dimiliki BI, aktivitas bongkar lebih besar dibandung aktivitas muat.

Kinerja perdagangan Kepri, berdasarkan aktivitas ekspor impor luar negeri masih tercatat surplus, namun cenderung menurun.

"Apabila diurai lebih dalam, terlihat surplus aktivitas ekspor impor lebih banyak disumbang dari sektor migas yang kontribusi surplusnya mulai 'shifting' dengan sektor non migas," kata Gusti.

Berdasarkan komoditas ekspor utama non migas, komoditas CPO memiliki porsi terbesar dalam menyumbang surplus ekspor atau perdagangan ke luar negeri. Sedangkan surplus komoditas elektronik berada di peringkat keempat, dan dalam empat tahun terakhir cenderung melandai.

Sementara dari sisi sektoral, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor industri pengolahan, terutama komoditas mesin, produk baja, serta perkapalan.

Sembilu Ekonomi

Sembilu ekonomi yang terjadi di Batam tentu saja berdampak langsung pada masyarakat dan pengusaha.

Bila kita berjalan masuk ke perumahan, maka akan nampak banyak rumah dengan tempelan kertas di kaca jendela, pintu atau pagar, yang bertuliskan, "rumah ini dijual".

Industri yang merosot membuat banyak terjadi pemutusan hubungan kerja. Akibatnya warga yang kebanyakan pendatang memutuskan kembali ke daerah asalnya.

Seperti yang terjadi pada Aulia, yang sebelumnya bekerja sebagai pengawas di perusahaan galangan kapal.

"Gampang saja untuk melihat kondisi ekonomi di Batam saat ini. Dulu, di Batuampar (kawasan industri galangan kapal) itu, cari parkir susah. Semuanya penuh dengan mobil dan motor pekerja, karena di sana ada beberapa galangan kapal," kata dia.

"Tapi sekarang, lihat saja, semuanya kosong. Karena memang tidak ada pekerjaan lagi di galangan kapal," cerita Lia.

Kini, Lia memutuskan kembali ke Jakarta, karena beranggapan sudah tidak ada gairah ekonomi lagi di Batam.

"Kalau tidak ada pekerjaan di Batam, bagaimana bisa bertahan. Bukan saya saja yang terpaksa pindah, banyak kawan-kawan yang memutuskan balik ke kampung. Padahal kami sudah punya rumah di sini, ya kami jual," kata dia.

Sembilu yang sama, tentu saja dirasakan pengusaha.

Cahya, Ketua Apindo Kepri mengatakan, pelemahan ekonomi di Batam sangat memprihatinkan.

"Ini adalah kenyataan dari keluhan kami. Bisnis benar-benar sedang susah," kata Cahya.

Selain karena imbas ekonomi global, Cahya mengatakan, ketidakpastian ekonomi juga menyabkan keterpurukan ekonomi di Batam.

Optimisme

Meski terpuruk pada 2017, namun pengusaha di kota itu, optimistis ekonomi akan tumbuh hingga 5 persen pada 2018.

"Kami tetap optimis, pertumbuhan ekonomi paling lima persen," kata Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Pengusaha Indonesia Kepulauan Riau, Abidin Hasibuan.

Lebih dari itu, ia yakin pertumbuhan ekonomi bisa menembus 7 persen pada 2019.

Ia menyatakan rasa optimis itu dilihat dari semangat Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Perdagangan Bebas Batam yang baru, Lukita Dinarsyah Tuwo untuk mengembalikan masa kejayaan Batam.

Menurut dia, Lukita memiliki visi dan misi yang sejalan dengan pengusaha dan pemerintah kota.

Lukita juga dianggap memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan berbagai pihak, termasuk dengan pengusaha dan Wali Kota Batam Muhammad Rudi.

"Kami optimis dengan Lukita. Visi misi dia sama dengan pengusaha. Komunikasinya juga baik. Orangnya 'low profile'," kata bos PT Sat Nusa Persada.

Secara terpisah, Lukita menyampaikan optimisme terus dijaga untuk membangun perekonomian Batam yang sempat lesu selama beberapa tahun terakhir.

Ia mengatakan, investasi di kota itu sudah mulai kembali membaik, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.

Lukita memberi isyarat sebuah perusahaan galangan kapal sudah mulai mendapatkan pesanan proyek lagi, dan diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja.

"Migas mau bangkit lagi. Harga minyak mulai naik, dan sudah ada yang dapat kontrak. Kami optimis," kata dia seraya menolak memberitahu nama perusahaan yang mulai bangkit kembali itu.

Selain mengembalikan gairah industri migas melalui galangan kapal, Lukita juga mendorong industri pariwisata.

Menurut dia, Batam memiliki potensi pariwisata yang besar, karena sumber daya alam yang bagus juga letaknya yang strategis berhadapan dengan Singapura.

“Apalagi, berdasarkan catatan, industri pariwisata merupakan penyumbang devisa negara nomor dua, di bawah kepala sawit," kata dia. (Yunianti Jannatun Naim/ant/yps)

Berita terkait