Cara Pasien nonCovid-19 Tak Tertular Corona di RS

Selama masa pandemi virus Corona atau Covid-19 membuat sebagian orang merasa khawatir. Nah berikut Tagar rangkum solusinya.
Ilustrasi penanganan pasien di RS. (Foto: www.globuscorporation.com)

Jakarta - Selama masa pandemi virus Corona atau Covid-19 membuat sebagian orang merasa khawatir untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit (RS). Padahal, sangat rawan bagi penderita penyakit tertentu tidak melakukan kontrol secara berkepanjangan.

Dikutip dari laman theconversation, berikut Tagar berikan ulasan mengenai strategi atau solusi agar pasien nonCovid-19 aman saat berada di rumah sakit.

1. Pisahkan Rumah Sakit Khusus Covid-19 dan nonCovid-19

Bagi antara rumah sakit yang bisa dan tidak bisa menangani Covid-19, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mempertahankan layanan pada pasien nonCovid-19.

Rumah sakt yang khusus menangani Covid-19 dibuat eksklusif atau hanya mengurus pasien bergejala penyakit paru, Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), serta pasien positif Covid-19.

Meskipun saat ini sudah ada imbauan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai perilah tersebut, masih ada campuran antara RS rujukan Covid-19 yang hanya menerima pasien Covid-19 seperti RSUD Tangerang dan RS rujukan yang juga masih menerima pasien nonCovid-19.

Langkah pemisahan layanan sulit dilaksanakan khususnya bagi RS rujukan Covid-19 yang berada di daerah yang juga pemberi layanan kesehatan utama.

Pada kondisi tersebut setidaknya ada klaster khusus dalam RS untuk Covid-19 jika tidak memungkinkan bangsal tenda khusus Covid-19 atau untuk poliklinik dibuat di pelataran RS.

Namun, dalam situasi ini tidak boleh ada perpindahan petugas dan pasien antar kedua klaster tersebut untuk mencegah penyebaran penyakit lintas klaster.

Cara ini juga bisa membantu mengurangi kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) harian karena hanya akan dibutuhkan bagi klaster Covid-19.

Contoh rumah sakit yang menjalankan sistem tersebut, yaitu RSCM Jakarta yang menggunakan Gedung Kiara khusus untuk pasien Covid-19.

Selain rumah sakit, penting juga pemerintah menguatkan fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas dan klinik untuk mendeteksi, penelusuran Covid-19 dan perawatan penyakit kronis lainnya.

Prinsip-prinsip di RS tersebut, termasuk adanya APD yang cukup, serta dapat diadopsi untuk Puskesmas dan klinik sesuai kapasitasnya.

2. Gunakan CT-Scan untuk Membantu Diagnosis Dini

Dalam pembentukan RS khusus Covid-19 harus fokus di RS yang sudah memiliki alat CT-Scan guna meminimalisir diagnosis.

Kini salah satu kendala diagnosis Covid-19 di Indonesia yaitu lama waktunya memperoleh hasil tes swab (RT-PCR) karena bisa sampai 14 hari dan terkadang diagnosis Covid-19 baru jelas pasca kematian pasien.

Sejumlah riset di China, penggunaan CT-Scan bisa membantu mempercepat mengarahkan diagnosis dengan tingkat akurasi 81 persen hingga 97 persen dibandingkan hasil tes swab.

Bahkan, di provinsi Hubei China, episenter awal Covid-19, gambaran CT-Scan dimasukkan dalam kriteria diagnosis Covid-19 guna mempercepat identifikasi pasien-pasien sambil menunggu hasil swab.

Tetapi, di Indonesia dalam Pedoman Medis Satgas Covid-19 penggunaan CT-Scan tidak termasuk sebagai pembantu diagnosis.

Karena itu, diperlukan kebijakan resmi perihal penggunaan CT-Scan yang akan memperjelas kewenangan dokter dalam meminta pemeriksaan tersebut.

Dari segi fasilitas kesehatan perlu didukung pembentukan protokol penggunaan CT-SCan pada pasien suspek Covid-19 guna mencegah kontaminasi silang pada pasien yang ternyata negatif virus corona.

Dengan adanya regulasi yang jelas, pembiayaan dari pemeriksaan ini akan tersedia sehingga diharapkan dapat digunakan lebih luas lagi.

3. Pakai Lab TBC Mendukung PCR

Rumah sakit yang memiliki fasilitas lab GeneXpert yang biasa digunakan untuk pemeriksaan tuberkulosis resisten obat bisa dipilih sebagai RS khusus Covid-19.

Laporan WHO menunjukan dengan bahan kimia (reagen) pendeteksi Covid-19 khusus, alat GeneXpert bisa digunakan untuk pemeriksaan Covid-19.

Pada 2019, tercatat terdapat 815 mesin GeneXpert di sejumlah RS di Indonesia. Dengan diberdayakannya mesin tersebut diharapkan bisa mengurangi beban lab pendukung Kementrian Kesehatan.

Di sisi lain, RS nonCovid bisa difokuskan pada RS bertipe C dan D yang kemungkinan besar tidak memiliki CT-Scan.

Semua rujukan pasien rutin harus diatur dan diumumkan terbuka dialihkan ke RS nonCovid-19.

Sosialisasi mengenai RS khusus atau klaster khusus Covid-19 juga perlu dilakukan guna menghindari infeksi Covid-19 akibat berkunjung ke rumah sakit.

4. Konsultasi Dokter dengan Telekonsultasi

Pasien yang ingin berkonsultasi dengan dokter bisa menggunakan telekonsultasi (aplikasi) agar membantu mengurangi beban konsultasi rutin sekaligus menghindari risiko penularan virus corona.

Aplikasi AloDokter, HaloDoc, MeetDoc, dan berbagai layanan telekonsultasi lainnya sudah mulai menerapkannya namun dengan sistem pembayaran mandiri.

BPJS Kesehatan bisa mempertimbangkan izin melanjutkan resep obat kronis yang sudah diderita, seperti jantung, stroke, dan parkinson melalui cara ini tanpa perlu tatap muka selama masa tanggap Covid-19.

Selain itu, penggunaan booking online dan sistem kupon perlu dibuat agar antrean tidak terjadi di Puskesmas atau rumah sakit sehingga imbauan jaga jarak sosial tetap terlaksana.

Untuk kelompok yang tidak mengguanakan internet bisa digerakkan kembali kader dan Ibu PKK dalam membantu mengurus jadwal berkonsultasi online.

5. Perlu Panduan Alokasi ICU dan Ventilator bagi Pasien Covid-19 dan nonCovid-19

Asosiasi profesi, perhimpunan kedokeran, Satgas Covid-19, dan pemerintah harusnya mulai mengatur pertimbangan dalam alokasi alat-alat vital seperti ventilator pada masa krisis kesehatan.

Dengan keterbatasan di Indonesia yang memiliki rasio tempat tidur ICU 2,7 per 100.000 penduduk, alokasi alat-alat tersebut bagi pasien non-Covid-19 serupa dengan infeksi berat (sepsis) dan paska komplikasi kehamilan juga harus dipertimbangkan pada tingkat nasional dan wilayah.

Sejauh ini, di Indonesia belum ada protokol nasional untuk hal tersebut, kebijakan masih diserahkan kepada rumah sakit yang bisa memberikan tekanan tambahan pada tenaga medis.

Langkah tersebut bisa mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas penanganan Covid-19 tanpa mengorbankan pasien lain dengan penyakit di luar Covid-19 yang tetap memerlukan pengobatan dan tidak berkurang jumlahnya.

Diharapkan nantinya usai wabah saat melihat ke belakang tak sedikit kematian yang timbul bukan karena penyakit Covid-19, melainkan penyakit yang sudah ada namun tak tertangani. []

Berita terkait
Tips Cegah Corona di Tempat Kerja saat New Normal
Memasuki era New Normal, beberapa sektor mulai beraktivitas kembali secara bertahap. Nah Tagar bagikan tisp cegah Corona saat bekerja.
Cara Bantu Anak Belajar di Rumah Saat Pandemi Corona
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi membagikan tips untuk orang tua dalam membantu anak belajar di rumah saat Pandemi Corona.
Cara Aman Belanja di Supermarket Saat New Normal
Memasuki era new normal, masyarakat diimbau agar tetap menjaga keamanan dan kesehatan saat ingin berbelanja kebutuhan harian di supermarket
0
Fitur Message Reaction WhatsApp, Kini Sudah Bisa Dicoba di Indonesia
Ya, di dalam fitur WhatsApp Reaction ini ada 6 emoji yang bisa Anda manfaatkan untuk memberikan tanggapan pada sebuah obrolan.