Bandung - Psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Anna Surti Ariani, mengingatkan meskipun secara fisik atau penampilan seseorang yang infantofilia atau orang yang suka berhubungan seksual dengan bayi usia 0-3 tahun atau sampai 5 tahun tidak bisa dikenali ciri-ciri. Tetapi ada beberapa perilaku yang harus diwaspadai menunjukkan orang yang infantofilia atau bisa juga predator anak.
Tanggapan Anna ini terkait dengan pemerkosaan seorang bayi perempuan umur 16 bulan yang diperkosa seorang laki-laki berumur 35 tahun di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, pertengahan Januari 2020.
“Ada beberapa perilaku yang harus diwaspadai, agar anak-anak kita tidak bersama orang dengan perilaku tersebut infantofilia atau predator anak,” tuturnya kepada tagar saat dihubungi dari Bandung, Selasa 4 Februari 2020.
Perilaku yang diwaspadai tersebut antara lain:
1. Bersikeras Peluk-cium Bayi atau Anak
Salah satu perilaku orang yang infantofilia atau orang yang memiliki memiliki kecenderungan seksual menyukai berhubungan seksual dengan bayi atau anak adalah, menunjukan perilaku suka memeluk dan mencium bayi atau anak.
2. Tertarik Perkembangan Seksual
Selain itu, menunjukkan perilaku sangat tertarik pada perkembangan seksual anak, dan biasanya bersikeras membutuhkan waktu berdua dengan anak.
3. Tak Tertarik Pada Orang Dewasa
Kemudian ciri lainnya yaitu, menunjukkan kurang tertariknya pada orang dewasa yang menjadi lawan jenisnya, dan lebih tertarik pada bayi atau anak saja.
4. Sering Memberikan Hadiah
Disamping itu, ciri lainnya yaitu sering memberikan hadiah kepada anak tanpa alasan yang jelas. Kemudian sering juga memaksa untuk menawarkan diri menjaga anak-anak.
5. Sering Menemani Anak ke WC
Dan sering juga menunjukkan perilaku suka menemani anak ke WC pun perlu diwaspadai orang tua.
6. Ubah Pandangan yang Menyalahkan Korban
Anna pun menambahkan, selain ciri-ciri perilaku yang mesti diwaspadai orang tua agar anak tidak menjadi korban kekerasan seksual. Pandangan menyalahkan korban kekerasan seksual pun harus diubah.
“Disinilah kita perlu membuka mata tentang konsep 'korban kekerasan seksual itu salah', jangan begitu pola pikirnya. Banyak sekali orang yang menyalahkan korban, katanya korban berpakaian seksi sehingga mengundang,” tambah dia.
Apakah seseorang berpakaian atau telanjang, tidak berarti orang itu bisa menjadi objek pelampiasan nafsu seksual, dan pada kasus kekerasan seksual terhadap bayi atau anak, remaja, apapun alasannya, bagaimanapun pakaian si korban, yang salah tetap pelakunya, dan yang menjadi prioritas utama adalah perlindungan bagi korban kekerasan seksual terutama anak dan remaja yang menjadi korban. []