Cagub Maluku Intimidasi Jurnalis, Polisi Panggil Saksi

Cagub Maluku intimidasi jurnalis, polisi panggil saksi. "Kamu hapus foto itu. Sapa suru kamu foto? Ambil HP itu. Banting akang saja," seru Said Assagaff.
Ilustrasi, tolak kekerasan terhadap pers. (Foto: Ist)

Ambon, (Tagar 31/3/2018) - Sejumlah pihak segera dipanggil aparat kepolisian Polda Maluku untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan intimidasi kepada jurnalis yang dilakukan salah satu pasangan calon gubernur dan beberapa kepala dinas serta pengurus partai politik pendukung.

"Rencananya pada Senin (2/4) akan dilakukan pemanggilan para saksi, dan setelah itu baru diagendakan pemanggilan para pihak terlapor," kata Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Maluku Abdul Karim, di Ambon, Jumat (30/3).

Menurut dia, agenda pemanggilan saksi oleh polisi setelah pihaknya selaku korban melaporkan calon gubernur Maluku Said Assagaf bersama Staf Ahli gubernur bidang politik Husen Marasabessy serta Abu Bakar Marasabessy selaku tim sukses Santun ke Polda Maluku pada Kamis (29/3).

Said Assagaf bersama seorang staf ahli dan tim suksesnya dilaporkan ke Polda Maluku karena telah mengintimidasi dua jurnalis atas nama Abdul Karim yang juga Ketua AJI Maluku dan rekannya Sam Usman Hatuina.

"Karena sekarang adalah hari libur nasional, jadi polisi baru mulai melakukan pemanggilan para pihak mulai awal pekan depan," ujar Abu Karim.

Kronologi Pemukulan

Menurut kronologi kejadian yang dibuat AJI Kota Ambon, pada Kamis (29/3) sore sekitar pukul 16.30 WIT, Abu Haruku (panggilan Abdul Karim Angkotasan) diserang dan dipukul oleh orang yang kemudian dikenal sebagai Abu Bakar Marasabessy, seorang anggota tim sukses Cagub petahana Maluku Said Assagaff.

Awal mulanya, cagub petahana yang diusung Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera PKS) itu duduk-duduk di Rumah Kopi Lela, salah satu kedai tempat minum kopi di Jalan SAM Ratulangie, Ambon.

Pada saat yang sama, sejumlah jurnalis juga hadir di kedai kopi yang cukup populer di Kota Ambon itu.

Para saksi mata menyebutkan, Cagub Said Assagaff duduk-duduk bersama sejumlah pejabat organisasi perangkat daerah atau dinas di lingkungan Pemprov Maluku yang adalah aparatur sipil negara (ASN).

Sesuai instruksi Menteri Dalam Negari, ASN adalah netral dan tidak boleh terlibat dalam apa pun bentuk kampanye dari para pasangan calon. Jangankan duduk-duduk minum kopi bersama pasangan calon, bersalaman dan berfoto bersama pun dilarang di masa kampanye yang sedang berlangsung ini.

Menurut Abu Haruku, para pejabat yang terlihat duduk bersama cagub itu di antaranya Sekretaris Daerah Maluku Hamin bin Taher, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Ismail Usehamu, Kepala Dinas Pendidikan Saleh Thio, dan staf ahli Gubernur Maluku Husen Marasabessy, serta beberapa pengurus partai politik pendukung.

Melihat situasi itu, jurnalis Rakyat Maluku Sam Usman Hatuina pun memotret momen tersebut dengan kamera ponselnya.

Tindakan yang dilakukan Sam Usman rupanya dilihat Staf Ahli III Bidang Politik Gubernur Maluku Husen Marasabessy dan selanjutnya meminta Sam Usman menghapus foto-foto yang diambilnya.

"He oce foto-foto apa? Ambil dia HP itu, la hapus foto-foto itu. Sabarang saja. Hapus! Polisi mana, polisi mana? Ini bukan kampanye," kata Husen yang langsung disambung sang cagub.

"Kamu hapus foto itu. Sapa suru kamu foto? Ambil HP itu lalu hapus foto-foto itu dari dia HP. Banting akang saja," seru Assagaff.

Seruan itu juga rupanya perintah bagi beberapa pria yang lalu menghampiri Sam dan merampas ponselnya. Namun, karena ponsel tersebut memiliki pengaturan otomatis terkunci layarnya, satu oknum terus menekan Sam agar membuka kunci layar tersebut.

Menurut Abu Haruku, dirinya yang juga ada di tempat kejadian dan duduk di meja dekat kasir, terhalang dua meja dari tempat berkumpul cagub.

Melihat rekannya diintimidasi, segera saja Abu Haruku menegur dan bertanya ada apa dengannya.

"Mendengar suara saya, pemuda yang mengintimidasi Sam menuju tempat duduk saya," tutur Abu Haruku.

Melihat aksi pemuda yang tampak emosi tersebut, sejumlah jurnalis lain yang juga ada di Rumah Kopi Lela spontan berdiri dan menghalangi serta menghalau orang itu. Sekretaris AJI Ambon Nurdin Tubaka yang ada di tempat kejadian, juga termasuk di antaranya.

"Namun, dari kanan saya kemudian muncul Abu Bakar Marasabessy, tanpa basa-basi melayangkan dua pukulan ke wajah saya," kata Abu Haruku.

Keadaan sempat kacau sebentar, lalu para jurnalis lain mencoba melerai. Sekitar pukul 18.00 WIT, rombongan cagub meninggalkan Rumah Kopi Lela.

Abu Haruku dan Sam Usman kemudian melaporkan kejadian pemukulan dan perampasan ponsel tersebut ke Polda Maluku pada pukul 21.00 WIT.

Mereka melaporkan Said Assagaff, Husein Marasabessy dan Abu Bakar Marasabessy, karena telah menghalang-halangi jurnalis bekerja seperti tercantum dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, termasuk juga dilaporkan atas perbuatan penganiayaan sesuai Pasal 351 Ayat 1 KUHP, yang ancaman hukumannya dua tahun delapan bulan.

AJI Balikpapan Kecam Cagub Maluku

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, mengecam tidak kekerasan dan intimidasi yang dilakukan salah satu calon gubernur Maluku terhadap jurnalis.

"Perbuatan seperti itu melawan hukum dan tidak pantas dilakukan oleh seorang calon gubernur, apalagi ini calon gubernur petahana," kata Sekretaris AJI Balikpapan Teddy Rumengan kepada wartawan di Balikpapan, Jumat (30/3).

Jurnalis yang menjadi korban kekerasan itu adalah Abdul Karim Angkotasan (Viva.co) dan Sam Usman Hatuina (Rakyat Maluku).

"Terlepas dari korban adalah jurnalis pun, perbuatan main hakim sendiri sudah melanggar hukum. Apalagi saat kejadian, para korban sedang menjalankan tugasnya sebagai jurnalis," tegas Teddy.

Ia menjelaskan, jurnalis dalam menjalankan pekerjaannya dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999, seperti disebutkan pada pasal 4 ayat 3 UU tersebut bahwa pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Selanjutnya, barang siapa menghalang-halangi pelaksanaan upaya mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

"Sebab pers adalah mata telinga masyarakat yang sudah menggaji aparat negara dengan uang pajak yang mereka bayar," tandas Teddy.

Belum diperoleh tanggapan dari Said Assagaf dan timnya berkaitan dengan pelaporan ke polisi itu. (ant/yps)

Berita terkait