Buruh PT Sulindafin Belum Menangkan Tuntutan

Gerakan Serikat Buruh Independent (GSBI) dan Serikat Buruh Merdeka (SBM) bertahan di posko tuntut pergantian status buruh PT Sulindafin
Posko Perjuangan Buruh Di Depan Gerbang Pabrik Sulindafin. (Foto: Tagar/Mauladi Fachrian)

Tangerang - Terhitung sejak tanggal 29 November 2019 Gerakan Serikat Buruh Independent (GSBI) dan Serikat Buruh Merdeka (SBM) masih bertahan mendirikan posko perjuangan atas pergantian status buruh yang dilakukan oleh PT Sulindafin secara sepihak. Pergantian status yang dimaksud ialah status buruh yang sudah menjadi karyawan tetap, bahkan ekstrimnya sudah ada yang mau pensiun, terpaksa di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak oleh pihak Perusahaan.

PT Sulindafin bertanggung jawab atas PHK sepihak tersebut, namun status karyawan tersebut berubah status menjadi Harian lepas (HL). Hal inilah yang membuat GSBI dan SBM masih bertahan dalam posko perlawanan yang sudah berdiri selama tiga bulan lamanya.

Alasan PT. Sulindafin merubah status itu, menurut Kepala Departemen (Kadep) Perempuan GSBI, Kokom Komalawati, sangatlah tidak rasional. Pasalnya, Perusahaan yang memiliki 5 cabang (tergabung dalam Shinta Group) ini secara finansial masih tergolong perusahaan yang sehat.

"Buktinya mereka (perusahaan) masih sanggup membayar gaji Rp 4,1 juta untuk buruh harian lepas, dan parahnya mereka masih kuat menggaji HRD secara profesional dan tidak mengubah status karyawan HRD. Artinya, ini hanya akal-akalan perusahaan saja agar tidak mengeluarkan pesangon," kata Kokom.

Sebanyak 1.200 karyawan terdiri dari 1.000 laki-laki dan 200 perempuan yang diubah statusnya, hingga kini sudah ada 500 yang terpaksa mengambil status harian lepas. PT Sulindafin sudah mulai melakukan produksi kembali sejak tanggal 20 Januari 2020.

Kokom menambahkan bahwa kerugian yang dialami buruh Sulindafin bukan hanya status kerja saja, namun status BPJS buruh juga dirugikan. BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan milik buruh juga dihentikan secara sepihak oleh perusahaan.

"BPJS itu bisa berhenti jika buruh mengajukan resign (mengundurkan diri), PHK dan meninggal dunia, bukan dengan cara sepihak seperti ini," kata Kokom kepada Tagar di posko perlawanan buruh pada, Selasa, 4 Februari 2020.

Hingga kini perusahaan belum juga mengindahkan tuntutan buruh, namun perusahaan sangat terbuka jika buruh-buruh tersebut mau menerima status harian lepas untuk bekerja kembali di perusahaan tekstil yang memproduksi benang, kapas dan biji plastik itu.

Sementara pihak dinas terkait rencananya akan melakukan mediasi pada Rabu, 5 Februari 2020, di Kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang, Jalan Perintis Kemerdekaan, Cikokol, Kota Tangerang. Kokom juga menganggap Disnaker Kota Tangerang gagal karena tidak bisa menekan perusahaan untuk merealisasikan tuntutan buruh. Dikatakan oleh Kokom, Disnaker hanya memfasilitasi mediasi saja, bahkan pernah berkata agar permasalahan ini di bawa saja ke Peradilan Hubungan Industrial (PHI).

Mediasi besok akan mempertemukan pihak perusahaan dan buruh untuk mendapatkan solusi bagi kedua pihak. "Ya besok kami akan mediasi di Disnaker, dan apapun alasannya kami tetap bertahan pada tuntutan kami," kata Kokom. []

Berita terkait
Buruh di Jawa Timur Resah Aturan Upah Per Jam
Sejumlah organisasi buruh di Jawa Timur menilai RUU Cipta Lapangan Kerja Omnibus Law sangat merugikan buruh, termasuk terkait gaji per jam.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.