Bukit Puser Angin, Pesona Senja Raja Ampatnya Kudus

Bukit Puser Angin menjadi tempat wisata baru di Kabupaten Kudus setelah viral di media sosial. Bukit Puser Angin diibaratkan Raja Ampat.
Pemandangan Bukit Puser Angin, Kudus yang menunjukkan senja mirip seperti di Raja Ampat. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Kudus - Desa Klaling, Kecamatan Jekulo, Kudus mendadak ramai usai Bukit Puser Angin viral di media sosial.  Beragam foto ciamik menggambarkan pesona keindahan alam Bukit Puser Angin membanjiri facebook, instagram, twitter hingga whatsapp.

Oleh masyarakat Kota Kretek, bukit ini digadang-gadang sebagai Raja Ampatnya Kudus. Sebutan ini diberikan sebab Bukit Puser Angin menyajikan pemandangan layaknya di Raja Ampat, Papua.

View-nya bagus, cocok untuk foto pre-wedding.

Barisan perbukitan Patiayam berpadu apik dengan hamparan Waduk Logung hingga menyuguhkan pemandangan layaknya gugusan pulau di Raja Ampat, Papua. Tak heran, jika kemudian masyarakat berbondong-bondong berdatangan, sekedar untuk menikmati pemandangan memukau ini.

Dengan mengendarai motor, perjalanan Tagar tempuh menuju Bukit Puser Angin memakan waktu sekitar lima puluh menit. Perjalanan tersebut ditempuh dengan titik nol di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus. 

Dengan rute, Alun-alun Simpang Tujuh ke timur menuju Jalan Jendral Sudirman hingga tembus ke Jalur Pantura. Di RS Nurussyifa belok ke utara menuju Jalan Ugrowolo. Jalanan kampung di sana cukup bagus dengan aspal mulus.

Medan berat, mulai ditemui pada jarak sekitar tiga kilometer dari lokasi bukit. Jalanan cukup curam terjal ditambah dengan kondisi jalan masih berupa tanah, membuat perjalanan memakan waktu terasa cukup panjang.

Meski jalanan di sana belum bagus, akan tetapi pada radius tiga kilometer tersebut mata pengunjung dimanjakan oleh keindahan hamparan perbukitan Patiayam. Di sana, pengunjung diperlihatkan secara dekat setiap lekuk perbukitan di lereng Gunung Muria itu.

Ladang-ladang masyarakat yang dipenuhi tanaman seperti ketela dan jagung, terlihat jelas dari jalan ini. Cukup hijau, namun tidak bisa lepas dari kata gersang. Begitulah kalimat yang mengambarkan kondisi perbukitan Patiayam saat ini, memang cukup disayangkan.

Sekitar 30 menit dihadapkan dengan jalanan yang terjal, Tagar akhirnya terbayarkan dengan pemandangan menawan dari atas Bukit Puser Angin. Terlebih, momen kedatangan kami berbarengan dengan waktu senja. Sore itu, kami rasanya dibawa menyaksikan keindahan senja di Raja Ampat.

Semburat jingga melintang di ufuk barat. Menunggu matahari yang perlahan turun meninggalkan langitnya. Kemudian, matahari seolah tenggelam di antara gugusan perbukitan Patiayam. Sungguh sajian pemandangan yang tiada duanya.

Di tengah pandemi, bukit ini cukup ramai dipadati pengunjung. Mereka yang berdatangan mayoritas merupakan pasangan muda mudi. Tidak hanya menikmati pemandangan, mereka yang datang juga tak lupa mengabadikan momen dengan ponsel genggamnya.

Setiap sudut Bukit Puseran Angin, seakan menyajikan view atau pemandangan yang memukau. Hingga sangat disayangkan, jika jauh-jauh ke sana tanpa mengabadikan keindahan yang ada dengan jepretan kamera.

Sebagai lokasi wisata, Bukit Puser Angin bisa dibilang sudah cukup tertata. Hal ini terlihat dari kondisi tanah di atas bukit, sudah bersih dari rerumputan liar. Ditempat tersebut juga telah dilengkapi dengan area parkir yang cukup luas hingga bisa menampung puluhan kendaraan roda dua.

Selain itu, di sana juga ada sejumlah warga lokal yang menjajakan dagangan, baik makanan ringan maupun minuman. Cukuplah, untuk menghilangkan dahaga dan lapar usai perjalanan panjang.

Namun disayangkan, hingga lokasi wisata Bukit Puser Angin belum dilengkapi dengan spot foto kekinian, seperti gardu pandang. Hal ini membuat pengunjung harus mengeksplorasi sendiri spot-spot foto ciamik yang ada di sana.

Bicara soal penerapan protokol kesehatan di Bukit Puser Angin memang belum berjalan. Kendati papan peringatan area wajib bermaskerpun telah tersedia pada jarak sekitar satu kilometer dari lokasi bukit.

Hanya saja, pelaksanaannya belum berjalan dengan baik. Sepanjang perjalanan masih ditemui sejumlah pengunjung yang tidak mengenakan masker. Di sana juga tidak disediakan tempat cuci tangan dan tidak ada petugas yang mengawasi penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Bukit Puser AnginPemandangan Bukit Puser Angin, Kudus yang menunjukkan senja mirip seperti di Raja Ampat. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Lokasi Foto Pre Wedding

Meski begitu, masyarakat tetap nampak asyik berkunjung dan berwisata di tempat tersebut. Seperti halnya dua sejoli ini, Fatah Khirul Latif, 25 tahun dan sang kekasih Herlin Erningtyas, 23 tahun.

Pasangan kekasih ini mengaku secara khusus datang ke Bukit Puser Angin untuk menikmati keindahan pemandangan sekaligus mencari tempat untuk foto pre-wedding mereka. 

"View-nya bagus, cocok untuk foto pre-wedding," ujar Herlin sembari tersenyum malu.

Kepada Tagar, Herlin mengatakan jika dirinya mengetahui destinasi wisata baru ini dari sosial media. Banyaknya upload-an foto-foto keindahan Bukit Puser Angin yang ada di sosial media.

"Rumah saya masih satu kecamatan dengan bukit ini. Tapi saya baru tahu ini setelah viral. Dan ini pertama kalinya saya ke sini," ujar warga Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo itu.

Penuturan sama juga dilontarkan Ikhsan Fadilah, 36 tahun. Warga Desa Klaling yang beberapa bulan ini menggeluti hobi bersepeda itu mengaku sudah beberapa kali mendatangi Raja Ampatnya Kudus.

Pada Tagar, dia menceritakan beberapa waktu lalu bukit tersebut masih dipenuhi tanaman ketela milik warga. Setelah viral, tanaman yang ada di lahan tersebut dibersihkan dan kini menjadi tempat jujukan wisatawan.

"Beberapa bulan lalu masih ada tanamannya di sini. Mungkin sudah dipanen dan dibersihkan. Jadi lebih enak untuk wisata," katanya.

Sebagai warga setempat sekaligus pengunjung, Ikhsan menyayangkan sikap pengunjung yang kurang peduli dengan lingkungan. Hal ini terlihat dari sampah-sampah yang berserakan di tempat tersebut.

"Ini cukup bersih. Beberapa waktu lalu pas saya ke sini kotor. Sampah di mana-mana," tuturnya.

Dirinya hanya bisa berharap pengelola wisata Bukit Puser Angin bisa menyediakan tempat sampah. Sehingga pengunjung bisa membuang sampahnya pada tempat yang telah disediakan dan tidak berserakan.

Bukit Puser AnginPemandangan Bukit Puser Angin, Kudus yang menunjukkan senja mirip seperti di Raja Ampat. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Sejarah Pemberi Nama Puser Angin

Terpisah Pengelola Bukit Puser Angin, Abi Yusuf, 40 tahun, mengungkapkan puser angin disematkan ke bukit tersebut sebab di sana kerap ditemui fenomena alam puseran angin skala kecil. Fenomena tersebut sempat diabadikan oleh seorang pesepeda yang kerap melancong ke sana, dalam bentuk video berdurasi pendek.

Unggahan video pendek tersebut ke sosial media kemudian viral dan menjadikan tempat itu ramai dikunjungi wisatawan.

“Di luar infonya yang memberi julukan Bukit Puseran Angin katanya orang Dukuh Karangsubur. Tapi sejatinya tidak begitu. Yang menyebut demikian adalah para pesepeda yang lewat sini dan kebetulan melihat puseran angin, lalu di viralkan di media sosial, makanya dikenal Bukit Puseran Angin,” jelasnya.

Abi Yusuf mengungkapkan fenomena puseran angin di bukit tersebut biasnya muncul pada siang atau sore hari. Tetapi dia menggaris bawahi, fenomena tersebut tidak selalu muncul secara terus menerus.

“Munculnya sehari bisa 5 sampai 6 kali. Seringnya jam setengah 12 siang itu muncul dengan puseran angin skala kecil yang tidak berbahaya,” imbuhnya.

Yusuf tidak mengelak setelah viral jumlah pengunjung di bukit tersebut membeludak. Terutama pada akhir pekan.

“Ramai-ramainya pengunjung itu sekitar jam 4 sampai jam 6 sore karena adem. Kalau malam juga ada yang nge-camp di sini,” kata Yusuf.

Selaku pengelola wisata, Yusuf hanya berharap agar pengunjung bisa lebih memperhatikan kebersihan lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan menjadi poin yang ditekankan dia. []

Berita terkait
Jalan Panjang Akhir Karier Karyawan BRI Abdya Aceh
Berawal Januari 2020 kalangan pengusaha dan orang berduit di Aceh Barat Daya, Aceh mulai curiga dengan RS karyawan BRI cabang Blangpidie.
Cerita Mahasiswa Tunanetra Yogyakarta Mengejar Mimpi
Gilang, mahasiswa di Yogyakarta dengan semangat baja. Terlahir sebagai tunanetra tidak membuatnya patah arang mewujudkan cita-cita.
Seniman Magelang Melukis dengan Bahan Limbah Plastik
Sujono, seniman kreatif asal Magelang. Perupa ini melukis dengan pewarna berbahan limbah plastik
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.