Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menegaskan bahwa putusan kasasi Nomor 1666K/Pdt/2022 yang memerintahkan penyerahan 1,136 ton emas kepada Budi Said telah merugikan negara sebesar Rp 1.073.786.839.584 (Rp 1 triliun). Majelis hakim tingkat banding menilai bahwa putusan ini bertentangan dengan kepentingan negara dan harus dipertanggungjawabkan.
Majelis hakim tingkat banding, yang dipimpin oleh Hakim Herri Swantoro, menyatakan tidak setuju dengan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menyebut PT Antam tidak wajib menyerahkan 1,136 ton emas kepada Budi Said. Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022, yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, menegaskan bahwa penyerahan emas tersebut harus dilaksanakan.
Meskipun putusan kasasi bersifat inkracht dan harus dieksekusi, majelis hakim tingkat banding melihat bahwa negara mengalami kerugian besar. Majelis hakim menilai bahwa Budi Said pantas dihukum dengan pidana tambahan berupa penyerahan 1,136 ton emas atau uang senilai Rp 1.073.786.839.584, berdasarkan Harga Pokok Produksi Emas Antam per Desember 2023.
Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Budi Said dari 15 tahun menjadi 16 tahun penjara. Selain itu, Budi juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp 58,841 kilogram emas Antam serta denda Rp 35.526.893.372,99.
Jaksa menduga Budi Said bersama Eksi dan sejumlah pegawai PT Antam memanipulasi transaksi jual beli 1.136 kilogram emas senilai Rp 505 juta per kilogram, yang menimbulkan kerugian sebesar Rp 1.073.786.839.584 atau Rp 1 triliun. Selain itu, Budi juga melakukan pembelian emas yang tidak sesuai prosedur di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilogram senilai Rp 92,2 miliar. Secara keseluruhan, dugaan kerugian negara yang timbul mencapai Rp 1.166.044.097.404.