BPODT Tidak Menghargai Tanah Adat di Toba

DPRD Sumatera Utara menilai peristiwa kekerasan di Desa Sigapiton, Kabupaten Tobasa bukti minimnya penghargaan BPODT terhadap masyarakat adat.
Bentrok warga Desa Sigapiton dengan aparat keamanan, di Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, Kamis 12 September 2019. (Foto: Tagar/Istimewa)

Medan - Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Sumatera Utara, Sarma Hutajulu menilai peristiwa kekerasan di Desa Sigapiton, Kabupaten Tobasa bukti minimnya penghargaan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) terhadap masyarakat adat.

Menurut Sarma, BPODT tak mampu mengedepankan dialog dan duduk bersama dengan masyarakat untuk mencari penyelesaian, sebaliknya mengedepankan cara-cara kekerasan dengan memakai aparat keamanan.

"Hal ini tentu kita sesalkan mengingat kehadiran BPODT diharapkan bukan untuk menyingkirkan masyarakat adat dari tanahnya sendiri, akan tetapi akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat lewat pengembangan sektor pariwisata," kata Sarma dalam siaran persnya, Kamis 12 September 2019 malam.

Kita meminta Kapolres Tobasa juga untuk menertibkan anggotanya di lapangan agar jangan mengedepankan cara-cara kekerasan

Sarma menyebut, dalam praktiknya selama ini, BPODT gagal membangun dialog yang setara antara masyarakat dengan BPODT agar seluruh permasalahan konflik tanah dapat diselesaikan.

Malah selama ini, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang lebih banyak berperan mendekati masyarakat menawarkan opsi-opsi penyelesaian termasuk dalam pembebasan lahan untuk pembangunan jalan yang hari ini kemudian terjadi bentrok.

"Kita meminta Kapolres Tobasa juga untuk menertibkan anggotanya di lapangan agar jangan mengedepankan cara-cara kekerasan. Karena tugas mereka hanya untuk menjaga keamanan, bukan untuk melakukan kekerasan terhadap warga masyarakat," tukas Fungsionaris DPD PDIP Sumatera Utara itu.

Disebutkannya, Kapolres juga harus menindak dan memproses jika ada anggota kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat.

Kemudian terhadap Bupati Tobasa, Sarma meminta jangan melakukan pembiaran terhadap permasalahan yang dihadapi warganya sendiri dan hanya menyerahkan begitu saja penyelesaiannya kepada BPODT.

Seharusnya Bupati Tobasa, kata dia, di depan membela warganya supaya tak kehilangan tanah adatnya dan melakukan upaya maksimal memediasi dengan BPODT agar ada penyelesaian.

"Karena konflik ini terjadi dimulai sejak penyerahan lahan oleh Pemkab Tobasa, dengan Dinas Kehutanan menyerahkan lahan kepada BPODT," terangnya.

Sarma meminta semua pihak harus menahan diri dan mengedepankan dialog serta menghindari cara-cara kekerasan karena akan menimbulkan korban.

Sebagaimana diketahui, terjadi bentrok antara warga Desa Sigapiton dengan aparat keamanan suruhan BPODT, di lahan tanah adat warga, Kamis 12 September 2019.

Warga di sana menghalangi alat-alat berat yang merusak lahan mereka yang rencananya akan dijadikan jalan pariwisata oleh BPOT sepanjang 1900 meter dan lebar 18 meter.

Bahkan puluhan ibu-ibu sampai aksi buka baju untuk menghalangi petugas merusak tanah adat mereka. Ada sejumlah korban kekerasan aparat di lokasi, hingga salah seorang warga terluka dan pingsan. 

Terkait insiden di Desa Sigapiton, sejauh ini Dirut BPODT  Arie Prasetyo masih bungkam meski sudah dihubungi ke saluran WhatsAppnya sejak Kamis siang. []

Berita terkait
Puluhan Omak-Omak di Tobasa Aksi Telanjang Melawan BODT
Sebanyak 20 orang omak-omak atau ibu-ibu di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, melakukan aksi buka baju.
Warga Desa Sigapiton Bentrok dengan Aparat di Tobasa
Lokasi bentrok berada di seputaran lahan yang akan dibangun jalan pariwisata dari The Nomadic Kaldera Toba Escape.
Warga Tobasa Aksi di Lahan Rencana Pembukaan Jalan BODT
Masyarakat Adat Bius Raja Paropat-Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa kembali melakukan aksi damai di wilayah adat mereka
0
Mensos Risma Berbagi Tips untuk Meningkatkan Usaha Mikro Bisa Melejit dengan Keuntungan Miliaran
Menteri Sosial Tri Rismaharini berbagi kiat usaha kepada ibu-ibu penerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH). Simak ulasannya.