BPK Sebut Pengelolaan Aset di Papua Masih Lemah

BPK menyebutkan rendahnya opini WTP atas laporan keuangan pemerintah daerah di Papua menunjukkan pengelolaan aset masih lemah.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua, Paula Henry Simatupang memaparkan pengelolaan aset pemerintah daerah dalam workshop bersama wartawan di Jayapura, Selasa 5 November 2019. (Foto: Tagar/Paul Manahara Tambunan)

Jayapura- Badan pemeriksa keuangan (BPK) mencatat persentase opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemerintah daerah di Provinsi Papua baru mencapai 36,67 persen. Angka ini jauh dibanding rata-rata pemerintah daerah yang secara nasional mencapai 82 persen. Secara umum, rendahnya persentase WTP Papua disebabkan masih lemahnya pengelolaan aset daerah.

Menurut Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua, Paula Henry Simatupang, pengelolaan aset tetap di Papua belum memadai. Pengelolaan asset tetap dinilai belum memadai. “Pada umumnya aset di lingkungan pemerintahan di Papua bermasalah. Dalam beberapa kasus, kami memanggil kepala daerah untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK,” katanya dalam media workshop di Kota Jayapura, Selasa 5 November 2019.

Simatupang mengatakan meski laporan keuangan di 11 kabupaten Provinsi Papua mendapat opini WTP dari BPK pada 2018, ada beberapa catatan terkait permasalahan laporan keuangan tersebut. Catatan itu antara lain pengelolaan aset tetap belum memadai, pertanggungjawaban kas masih belum tertib, penyajian aset lainnya tidak memadai, pencatatan aset tetap dilakukan secara gabungan, serta pengelolaan dan penyajian persediaan tidak tertib. “Terakhir, pertanggungjawaban belanja tidak tertib,” ujarnya.

Untuk itu, BPK Perwakilan Provinsi Papua merekomendasikan agar pemerintah daerah melakukan perbaikan pencatatan dan penyajian aset tetap, sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan. “Kalau dia WTP bukan berarti tidak ada masalah material. Kalau WTP aja bermasalah, bagaimana dengan WDP (Wajar Dengan Pengecualian),” kata Simatupang.

Simatupang menyebutkan, BPK tidak boleh memberikan bimbingan teknis kepada  instansi pemerintahan dalam pelaporan pertanggungjawaban keuangan maupun aset daerah. BPK hanya dapat memberikan rekomendasi sebagai evaluasi ke depan. “Sejak 2004 hingga 2019, permasalahan di Papua masih soal pencatatan aset daerah, lemahnya kompetensi SDM, adanya pergantian kepemimpinan daerah dan kurangnya ASN yang berkompeten di bidang itu. "Ini yang membuat permasalahan soal aset daerah seperti diwariskan,” jelasnya.

Data yang diperoleh Tagar dari Humas BPK, laporan keuangan 11 kabupaten/kota di Papua memperoleh opini WTP, 11 kabupaten lainnya memperoleh predikan WDP (wajar dengan pengecualian). Sementara delapan kabupaten lainnya masih TMP (tidak memberikan pendapat) atas penilaian BPK.

Di tahun 2019, BPK menyebut 11 kabupaten di Papua memperoleh entitas WDP dalam pemantauan tindak lanjut (TL) semester 1. Ke sebelas kabupaten itu yakni  ogiyai 61,8 persen, Intan Jaya 43,9 persen, Deiyai 66,9 persen, Nduga 80,5 persen, Pegunungan Bintang 65,4 persen, Puncak 50,7 persen, Puncak Jaya 63,53 persen, Paniai 81,9 persen, Supiori 45,9 persen, Yahukimo 67,6 persen, dan Lanny Jaya 77,4 persen.

Sementara itu, laporan keuangan delapan kabupaten lainnya masih masih dalam opini TMP. Delapan kabupaten itu yakni Waropen 30,9 persen, Boven Digoel 53 persen, Mamberamo Tengah 54,7 persen, Mamberamo Raya 17,2 persen, Mappi 43,3 persen, Biak Numfor 38, 2 persen, Sarmi 64,1 persen, dan Tolikara 58,4 persen. []

Berita terkait
Kejati Papua Kejar Tersangka Korupsi dan Gratifikasi
Kejati Papua mengusut kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosisal yang melibatkan sejumlah instansi di Kabupaten Keerom.
Modus Korupsi Proyek Septic Tank di Raja Ampat Papua
Kejati Papua telah menetapkan tersangka di dugaan korupsi proyek septic tank di Raja Ampat, Papua Barat. Sejumlah modus penyimpangan ditemukan.
Baru Diresmikan Jembatan Youtefa Papua Memakan Korban
Baru beberapa hari setelah diresmikan Presiden Joko Widodo, jembatan Youtefa di Papua memakan korban. Begini kronologinya.