Jakarta, (Tagar 29/5/2017) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berusaha meyakinkan semua pihak bahwa opini atas laporan keuangan terhadap pemerintah pusat maupun daerah sudah melalui sistem yang teruji.
Hal tersebut disampaikan Anggota I BPK Agung Firman Sampurna sehubungan dengan ditangkapnya dua auditor BPK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan kasus suap pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT).
"Sampai saat ini kami punya keyakinan seluruh opini yang diberikan kepada kementerian/lembaga atau pemda, khususnya pada LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat), sudah melalui sistem ketat dan sistem tersebut teruji. Jadi kalau kami sampaikan WTP, itu benar WTP," ujar Agung di Jakarta, Senin (29/5).
Agung menjelaskan pemeriksaan keuangan hingga pemberian opini oleh BPK prosesnya cukup panjang, mulai dari perencanaan, pengumpulan bukti, pengujian, klarifikasi, diskusi hingga proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan rencana aksi (action plan).
Selain itu, di dalamnya juga terdapat jaminan kualitas (quality assurance) dan quality control (kontral kualitas) untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan.
Pemeriksaan tersebut juga melibatkan banyak pihak dalam struktural BPK, mulai dari anggota tim pemeriksa, kepala auditorat, hingga pimpinan BPK.
Agung mengapresiasi upaya pemerintah pusat sehingga berhasil memperoleh opini WTP untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016, setelah dalam 12 tahun sebelumnya hanya meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Ia menyayangkan apabila ada pihak yang ingin mendegradasi opini tersebut dan menganggap hal itu sebagai upaya deletigimasi terhadap presiden dan upaya-upaya yang telah dilakukannya.
"Kami sangat sesalkan kalau ada orang mendegradasi opini tersebut sama dengan mendeletigimasikan presiden dan upaya-upayanya. Presiden dan wakil presiden sudah tunjukkan upaya yang signifikan buat negara ini lebih akuntabel," ujar Agung. (Fet/Ant)