Jakarta - Peneliti Senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menilai seruan boikot produk-produk Prancis merupakan sebuah tranding dalam kondisi tertentu. Namun, ini tidak menutup kemungkinan akan berdampak terhadap penjualan produk-produk Prancis di Indonesia.
"Jadi kalau seruannya (boikot) ya tranding, tetapi actionnya kita lihat nanti, pasti ada data, berapa persentase penurunan dari penjualan produk-produk Prancis," kata Enny saat diwawancara Tagar TV, Senin, 2 November 2020.
Ada kecenderungan di Eropa dan negara-negara barat, Islam phobia ini masih terus menjadi isu, sering menjadi komoditas politik.
Berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi, kata Enny, efeknya memang tidak terlalu besar. Ini lantaran yang harus dilihat publik yakni pesan dari seruan pemboikotan tersebut.
"Pemimpin dunia, siapa pun, tidak hanya Presiden Macron, harus menciptakan kedamaian dunia, apalagi ini terkait dengan isu-isu HAM yang sangat fundamental misalnya tentang agama, tentang keyakinan, ini kan hak private," ucapnya.
HAM saja, menempatkan isu atau aspek Ketuhanan atau keyakinan seseorang menjadi yang paling tinggi. Enny berharap, kedepan tidak ada lagi kasus serupa yang berujung pemboikotan.
"Ada kecenderungan di Eropa dan negara-negara barat, Islam phobia ini masih terus menjadi isu, sering menjadi komoditas politik termasuk juga tuduhan terhadap islam teroris, sebenarnya poin ini yang diaspirasikan oleh umat muslim," ujar Enny.
Terkait hal tersebut, kata Enny, seharusnya tidak berpengaruh terhadap produk-produk Prancis. Ini lantaran barang-barang tersebut tidak bersalah dan merupakan benda mati yang tak berdosa sepanjang barang tersebut halal dan bukan produk haram.
"Tetapi sekali lagi, ini pernyataan sikap, boikot itu hanya salah satu dari pernyataan sikap bahwa perlakuan diskriminasi terhadap kaum muslim harus dihentikan," tutur Enny. []
- Baca Juga: Boikot Bisa Berdampak pada Ekspor Prancis ke Indonesia
- Seruan Boikot Prancis Sulit Dorong Produk Nasional