Biksu Myanmar Kecam Tindakan Militer Terhadap Demonstrasi

Kecam tndakan militer, biksu Myanmar sinyalkan keretakan dengan pemerintah junta militer yang lakukan kudeta
Biksu Myanmar dalam protes menentang kudeta militer, 8 Februari 2021 (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Para biksu yang pada tahun 2007 pernah berada di garis depan "Revolusi Saffron" melawan junta militer yang saat itu berkuasa di Myanmar. Aksi ini yang kemudian membuka jalan bagi reformasi demokrasi. Militer kudeta pemimpin sipil de facto, Aung San Suu Kyi, 1 Februari 2021.

Organisasi biksu Buddha paling berpengaruh di Myanmar meminta junta yang berkuasa setelah melakukan kudeta, untuk mengakhiri kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Para biksu itu juga menuduh pihak militer sebagai "minoritas bersenjata" yang melakukan penyiksaan dan pembunuhan warga sipil tak berdosa menyusul kudeta bulan lalu, seperti dilaporkan media lokal pada Rabu, 17 Maret 2021.

Komite Sahgha Maha Nayaka (Mahana) berencana akan mengeluarkan pernyataan akhir setelah berkonsultasi dengan Menteri Agama pada hari Kamis, 18 Maret 2021, demikian menurut portal berita Myanmar Now mengutip seorang biksu yang hadir di pertemuan tersebut.

pendukung suu kyiPendukung Aung San Suu Kyi membawa gambar Pemimpin Myanmar tersebut dengan mengacungkan tiga jari, saat menggelar aksi protes di depan Kedutaan Myanmar di Bangkok, Thailand, 8 Februari 2021 (Foto: Dok/voaindonesia.com/AP).

Dalam kecamannya atas tindakan keras militer terhadap demonstran, organisasi biksu yang ditunjuk oleh pemerintah itu juga menyerukan anggotanya untuk menghentikan segala aktivitas. Anggota Mahana belum dapat dimintai komentarnya oleh kantor berita Reuters, tetapi sikap mereka ini menandakan adanya keretakan dengan pihak pemerintah.

Lebih dari satu dekade lalu yakni di tahun 2007, para biksu pernah berada di garis depan "Revolusi Saffron" melawan junta militer yang saat itu berkuasa di Myanmar. Perlawanan ini kemudian membantu membuka jalan bagi reformasi demokrasi.

Situasi di Myanmar tidak menentu dan khaos sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, menahan pemenang hadiah Nobel Perdamaian ini dan para anggota partai lainnya, yang menimbulkan kecaman internasional yang meluas.

1. Seperti Situasi di Medan Perang

Sejauh ini, telah lebih dari 180 pengunjuk rasa tewas dalam serangkaian gelombang demonstrasi menentang kudeta militer, demikian laporan kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

demo 1988Pada tanggal 8 Agustus 1988, militer Burma, sekarang Myanmar, menindak demonstran antipemerintah, menewaskan ratusan pengunjuk rasa dan menjadikan Aung San Suu Kyi jadi ikon politik demokrasi (Foto: bbc.com).

Di sejumlah distrik di Yangon kini berlaku status darurat militer dan ribuan penduduk telah meninggalkan kawasan industri Hlaingthaya, setelah aparat keamanan membunuh 40 orang pada hari Minggu, 14 Maret 2021, dan sejumlah pabrik dilalap api.

"Di sini seperti medan perang, mereka menembak di mana-mana," kata seorang organisator tenaga kerja di daerah itu. Ia menambahkan bahwa sebagian besar penduduk terlalu takut untuk keluar rumah.

Gerakan massa pendukung demokrasi juga telah menuduh pemerintah China ikut menyebarkan pengaruhnya lewat perebutan kekuasaan oleh pihak militer, yang dituduh telah memperdagangkan kebebasan Myanmar untuk keuntungan pribadi.

2. China Tuntut Perlindungan Kepentingannya di Myanmar

Pada Minggu, 14 Maret 2021, setidaknya 32 pabrik tekstil milik pengusaha China dibakar di beberapa kota kecil sekitar Yangon, menyebabkan kerusakan dengan kerugian diperkirakan mencapai 37 juta dolar AS (sekitar Rp 533 miliar), ini menurut laporan media pemerintah China.

Pabrik-pabrik tekstil yang didanai investor China yang berada di sejumlah titik konflik juga telah ditutup pada Selasa, 16 Maret 2021, para pekerja pun terpaksa tinggal di dalam lingkungan pabrik, menurut seorang perwakilan dari pabrik garmen di distrik Shwepyitar, Yangon.

demo antikudetaDemonstran di Myanmar antikudeta memegang papan bergambar pemimpin sipil Aung San Suu Kyi yang digulingkan oleh militer (Foto: dw.com/id)

"Semua staf dari China tetap berada di dalam pabrik …. beberapa polisi juga ditempatkan di sana," kata juru bicara yang tidak mau disebutkan namanya kepada AFP di Beijing.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri di Beijing menuntut perlindungan segera terhadap "institusi dan personel China". Media pemerintah China juga memperingatkan bahwa Beijing dapat mengambil tindakan tertentu jika terjadi serangan lebih lanjut terhadap kepentingan bisnis milik China.

Presiden China Xi Jinping dalam kunjungan tahun 2020 ke Myanmar, berusaha merangkul Myanmar dengan mengatakan bahwa kedua negara tersebut berbagi takdir. Sejak itu, China mengingvestasikan proyek bernilai miliaran dolar di Myanmar, termasuk pembangunan jaringan pipa minyak dan gas, dalam kerangka proyek Belt and Road Initiative [ae/as (reuters, AFP)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Media Massa di Myanmar Ditutup Bikin Akses Berita Terbatas
Pilihan rakyat di Myanmar untuk akses berita kian terbatas setelah koran San Taw Chain atau Standard Times berhenti terbit
Penumpasan Maut Dihadapi Demonstrasi Tolak Kudeta Myanmar
Para pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer di Myanmar tidak menunjukkan sikap mengalah biarpun berhadapan dengan penumpasan maut
Myanmar Kian Mencekam Peserta Demonstrasi Berjatuhan
Sedikitnya 20 orang meninggal dalam bentrokan antara pengunjuk rasa anti-kudeta dengan pasukan kemananan Myanmar yang kian mencekam
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.