Bersalah Blokir Internet Papua, Jokowi Batal Banding

PTUN menvonis Presiden Jokowi dan Menkominfo bersalah atas pembatasan internet saat rusuh di Papua. Meski demikian Jokowi enggan ajukan banding
Presiden Jokowi (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta-Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pengajuan banding atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memvonis pemerintah bersalah dalam kasus pemblokiran internet di Papua. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono menyebut Jokowi membatalkan banding karena putusan PTUN tersebut tak mempunyai implikasi pada kebijakan pemerintah.

"Jadi tidak ada langkah apapun yang harus dilakukan pemerintah terkait putusan PTUN tersebut karena memang hal-hal yang dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum tersebut memang sudah dihentikan oleh pemerintah," kata Dini saat dihubungi, Jakarta, Sabtu malam, 20 Juni 2020.

Perbuatan melanggar hukum tersebut memang sudah dihentikan oleh pemerintah.

Dini menilai putusan PTUN tersebut sifatnya deklaratif karena obyek perkaranya sudah tidak ada pada saat putusan dijatuhkan. Pembatasan internet dilakukan sesuai waktu dan tanggal saat kerusuhan meletus di Papua pada Agustus 2019. Sehingga, kata politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini, tidak ada lagi substansi yang harus diperdebatkan terkait persoalan tersebut.

Pembatasan internet melalui perlambatan dilakukan oleh pemerintah pada 19 Agustus 2019. Perlambatan dilakukan beberapa jam setelah kerusuhan meletus di sejumlah wilayah akibat tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya.

Tiga hari berikutnya, pemerintah menutup akses data telekomunikasi. Menteri Informasi dan Informatika saat itu, Rudiantara, beralasan kebijakan ini bertujuan mempercepat pemulihan keamanan.

Atas pembatasan itu, pemerintah digugat oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) di PTUN. Walhasil, pada 3 Juni 2020, pengadilan memvonis Presiden dan Menkominfo bersalah.

Hakim mempertimbangkan aturan hak asasi manusia, seperti Deklarasi Universal tentang HAM Tahun 1948, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik 1966, konstitusi dan UU HAM. Selain itu, hakim juga berpedoman pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Anggota Komisi Informasi DPR Sukamta mengakui pemerintah  berhak membatasi konten internet yang dapat diakses oleh masyarakat Indonesia. Tapi di sisi lain, kata Wakil Ketua Fraksi PKS ini, jaringan internet merupakan bagian dari hak asasi manusia.

"Oleh karena Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik hadir, pengaturan pembatasan harus dengan undang-undang," ujar Sukamta.

Baca juga:

Berita terkait
Ratusan Brimob Aceh Dikirim ke Papua
Sebanyak 196 personel dari Satuan Brimob Kepolisian Daerah Aceh dikirim ke Provinsi Papua untuk menjaga gangguan kelompok bersenjata.
Sikap GAMKI Soal Perlakuan Hukum Diskriminasi Papua
DPP GAMKI mengeluarkan tujuh sikap tegas atas perlakuan hukum terhadap tujuh tahanan pelaku aksi melawan diksriminasi ras Papua.
Istana: Jangan Tiap Hal Jokowi Diminta Ikut Campur
Istana menganggap Presiden Jokowi tak perlu turun tangan dalam perkara Novel Baswedan meski proses hukumnya dianggap janggal.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.