Berhadapan Dengan Mafia Tanah, Kelompok Tani di Deli Serdang Diculik

Perseteruan berujung pada penculikan salah seorang anggota Kelompok Tani AEAB, bernama Andre Ginting.
Leher Andre Ginting dipiting seorang pria yang diduga suruhan mafia tanah di Deli Serdang, Selasa, 23 Februari 2021. (Foto: Tangkapan layar video)

Deli Serdang - Perseteruan antara oknum mafia tanah berkedok pengembang properti dengan Kelompok Tani Arih Ersada Aron Bolon (AEAB) hingga kini masih berlangsung.

Perseteruan berujung pada penculikan salah seorang anggota Kelompok Tani AEAB, bernama Andre Ginting. Andre diduga diculik oleh orang tak dikenal saat mengunjungi lahan garapan mereka di desa Durin Tonggal, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Setelah itu Andre dicampakkan ke dalam mobil. Orang itu masuk (mobil), saya membawa sepeda motor. Orang itu balap bawa mobilnya, sedikit lagi saya hampir kena tabrak

Saksi mata penculikan Andre, sekaligus anggota Kelompok Tani AEAB, Herpina Siregar mengatakan kejadian itu berawal saat mereka mendatangi lokasi penyerobotan tanah yang dilakukan mafia tanah, Selasa, 23 Februari 2021.

Dia menjelaskan, awalnya mereka mendapat telepon dari Sekretaris Kelompok Tani AEAB, Rembah Keliat. Rembah meminta Andre beserta anggota lainnya melihat tanah bekas lahan HGU PTPN II itu.

Sebab, oknum preman yang diduga suruhan PT Limas memasukkan 2 alat berat konstruksi bertipe traktor di tanah yang mereka gunakan untuk bercocok tanam.

"Tadi pagi kami mendapat telepon dari Bibi Rembah untuk menyuruh kami ke lokasi, karena masuk 2 unit alat berat bekerja di dalam. Terus Andre menelepon mengatakan dia sudah berada di lokasi," kata Herpina kepada Tagar, Selasa, 23 Februari 2021.

Andre yang pada saat itu sudah lebih dulu tiba di lokasi, kata dia, masih terlihat duduk di atas sepeda motor.

Namun, tak lama kemudian terjadi percekcokan antara Andre dan oknum preman tersebut. Adu mulut berlangsung karena perjanjian yang mereka lakukan dilanggar oleh pengembang.

Herpina SiregarAnggota Kelompok Tani AEAB, Herpina Siregar menceritakan kronologi penculikan Andre Ginting oleh mafia tanah di Deli Serdang, Selasa, 23 Februari 2021. (Foto: Tagar/Fernandho)

"Kami kesana ada 6 orang. Kami masih lihat Andre duduk di atas sepeda motornya. Sesampainya di sana kubilang 'bang ini kan enggak sesuai prosedur'. Karena waktu mediasi di kantor kepala desa, enggak ada kayak gini," ujarnya.

"Kenapa rupanya! Kau enggak tahu semua masalahnya. kata preman itu. Kita sudah sama-sama tahu posisi tanah ini kayak mana. Abang tahu dan kami pun tahu, kata Andre," ucapnya menirukan percakapan di lokasi.

Herpina kemudian berupaya membantu Andre menjelaskan perjanjian yang mereka lakukan dengan pengembang di Kantor Kepala Desa, beberapa waktu lalu.

"Terus saya menyambut, 'bang jangan gitulah bahasanya. Kita kan sudah ada prosedur, kenapa abang masukkan alat beratnya'. Terus di Andre bilang sudah sama-sama tahu masalah tanah ini," tuturnya.

Tak lama, kata dia, oknum tersebut memaksa ingin memperlihatkan sertifikat tanah yang mereka punya kepada Andre.

Melihat temannya dirangkul dan dipaksa masuk ke dalam mobil hitam milik oknum itu, Herpida dan beberapa ibu-ibu lainnya berupaya ingin memberikan bantuan. Namun, mereka juga turut mengalami kekerasan.

"Terus laki-laki itu bilang mau tunjukkan sertifikatnya. Dirangkulnya Andre. Jangan main kasar bang, kami bilang. Ada juga teman kami ibu-ibu terjatuh karena dorong-dorongan mau menarik Andre dari preman itu. Aku posisi videokan Andre, terus aku dipaksa untuk matikan HP," tuturnya.

"Setelah itu Andre dicampakkan ke dalam mobil. Orang itu masuk (mobil), saya membawa sepeda motor. Orang itu balap bawa mobilnya, sedikit lagi saya hampir kena tabrak," kata dia menambahkan.

Dia mengatakan, preman tersebut berdalih ingin membawa Andre ke Polsek Pancur Batu untuk memperlihatkan kebenaran sertifikat yang diklaim milik pengembang.

"Katanya mereka mau bawa Andre ke Polsek. Karena dibilang gitu, kami kejar ke Polsek. Tapi setiba di Polsek orang itu tidak ada," ucap Herpina.

Sementara, Sekretaris AEAB, Rembah Keliat mengaku resah dengan tindakan yang dilakukan oknum pengembang.

"Dalam dua minggu ini kami sangat resah sekali. Tanah kami yang tinggal 30 Ha ini kami tanami kelapa sawit, ubi dll itu di bulldozer," kata Rembah.

Rembah KeliatSekretaris AEAB, Rembah Keliat mengaku resah dengan tindakan yang dilakukan mafia tanah di Deli Serdang, Selasa, 23 Februari 2021. (Foto: Tagar/Fernandho)

Setelah terjadinya pengrusakan, pihaknya sudah mencoba melapor kepada Ridau Sinulingga selaku Kepala Desa (Kades) mereka.

Lebih lanjut, kata dia, Ridau tidak memberikan tanggapan mengenai persoalan tersebut. Dia lantas menduga ada main mata antara Kades dan pihak pengembang.

"Bahkan, karena ada pengrusakan tersebut kami melapor ke kantor kepala desa. Tapi kepala desa tidak ada tanggapan. Seolah-olah kepala desa memihak kepada pihak pengembang," tuturnya.

Menyoal dugaan penculikan terhadap Andre, dia menegaskan bahwa pihaknya sudah melaporkan persoalan itu ke Polsek Pancur Batu.

"Jadi kami sudah melapor, dan bahkan tadi pun pas anggota kami melihat lahan itu, ada laki-laki sekitar 200 orang. Si Andre dicekik dan diseret ke dalam mobil. Sampai sekarang kita tidak tahu dimana si Andre tadi berada. Tadi nomor hp-nya masih aktif. Saya hubungi kembali, sudah tidak aktif lagi," ujarnya.

"Kita seolah-olah merasa bahwa Andre mendapat ancaman," ucap Rembah menambahkan.

Dia berharap, pemerintah memberikan bantuan atas persoalan tanah garapan itu. Sebab, kata dia, tanah tersebut sangat dibutuhkan untuk mereka bercocok tanam.

"Kami berharap kepada pemerintah untuk membantu kami. Kami ini petani. Tanah itu tanah garapan untuk pertanian. Kalau semua tanah negara ini dijadikan rumah, apa cari makan kita? Kami ingin negara melihat ini dan mencarikan solusi terbaik, karena kami sangat membutuhkan tanah itu untuk bercocok tanam," kata dia.

Rembah juga menyinggung maksud perkataan Kades Ridau Sinulingga yang menyebut penculikan itu dilakukan oleh oknum kepolisian.

"Tadi kita sudah melapor ke kades, tapi Kades mengatakan yang menculik itu polisi. Jadi kita penuh tanda tanya. Apalagi kita masyarakat awam. Kenapa bisa polisi. Jadi kita ini harus mengadu kepada siapa? Kami sangat prihatin dengan adanya kondisi seperti ini," tuturnya.

Seyogianya, sambungnya, Kades memberikan pembelaan kepada warganya. Tetapi yang terjadi di lapangan, Ridau seolah-olah berpihak kepada pengembang.

"Kita sangat kecewa. Kenapa? Karena dia dipilih oleh warga. Seharusnya dia bisa memberikan informasi yang jelas atau memberikan pembelaan kepada kita. Jangan seolah-olah dia memihak kepada pengembang," ucapnya.

"Jadi saya berharap kepada penegak hukum atau pejabat pemerintah yang mengerti tentang persoalan tanah, tolong bantu kita," sambung Rembah.[]

Berita terkait
Sertifikat Rumah Orangtua Dino Patti Djalal Digadai Mafia Tanah
Dino Patti Djalal mengatakan bahwa sertifikat rumah milik orangtuanya telah digadaikan oleh sindikat mafia tanah dengan harga Rp 5 miliar.
Modus Empat Mafia Tanah Beraksi di Padang
Empat mafia tanah di Padang yang ditangkap Polda Sumbar sudah beraksi sejak 2016.
Empat Mafia Tanah Diringkus Polda Sumbar
Jajaran Polda Sumatera Barat meringkus empat orang mafia tanah.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.