Berbiaya Tinggi, Tito Riset Negatif Pilkada Langsung

Mendagri Tito Karnavian menyinggung politik berbiaya tinggi dalam pilkada langsung. Dia mendorong hadirnya evaluasi lewat riset akademik terbaru.
Mendagri Tito Karnavian usai rapat terbatas di depan Kantor Presiden Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Popy)

Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyinggung politik berbiaya tinggi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Sebab itu, dia mendorong hadirnya evaluasi lewat riset akademik terbaru. 

Apa benar, (bilang) saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa, terus rugi? Bullshit (omong kosong), saya enggak percaya.

"Kalau (pilkada langsung) dianggap positif, fine. Tapi bagaimana mengurangi dampak negatifnya? Politik biaya tinggi, bayangin," katanya usai mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 6 November 2019.

Tito mengungkapkan dalam waktu dekat kementerian yang dipimpinnya akan melakukan survei dan riset akademik untuk mengetahui sisi positif dan negatif pilkada langsung. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) diharapkannya ikut terjun melakukan evaluasi.

Evaluasi pilkada langsung itu sebagai bagian meminimalisir makin banyaknya pejabat negara terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi, biar tidak terjadi OTT lagi," katanya.

Kontestan yang mengikuti pilkada di Indonesia memerlukan biaya tinggi. Mulai dari kampanye hingga menjalankan mesin-mesin pemenangan diperlukan modal yang tak sedikit. Tito menilai omong kosong bila ada kontestan yang mengatakan siap rugi setelah menggelontorkan dana besar selama pencalonan hingga terpilih menjadi kepala daerah

"Apa benar, (bilang) saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa, terus rugi? Bullshit (omong kosong), saya enggak percaya," ujar Tito.

Menurut Tito, korupsi bisa saja dipicu mengembalikan modal politik selama proses kampanye pilkada. Pasalnya jika dihitung, gaji yang diterima kepala daerah tidak sebanding dengan modal awalnya.

"Dia mau jadi kepala daerah, mau jadi bupati itu (modalnya) Rp 30 miliar, Rp 50 miliar, (sedangkan) gaji Rp 100 juta, taruhlah Rp 200 juta, kali 12 (bulan) itu Rp 2,4 miliar, kali lima tahun itu Rp 12 miliar, yang keluar Rp 30 miliar, rugi enggak?" tutur dia.

Berita terkait
Kemendagri Surati Kepala Daerah Soal Tunggakan BPJS
Kemendagri mengirim surat edaran kepada gubernur, walikota, dan bupati di Jawa Timur agar membantu penyelesaian utang BPJS di sejumah rumah sakit
Mendagri Sebut Moratorium Pemekaran Tetap Berlaku
Mendagri Tito Karnavian menyebutkan pemerintah tetap akan melakukan moratorium pemekaran wilayah di Papua.
Mendagri Tito Penuhi Hak Pemeluk Agama Nusantara
Putusan MK berikan hak pemeluk agama Nusantara untuk mengisi kolom agama di KTP-el tapi dalam prakteknya berbeda, ini tantangan untuk Mendagri Tito
0
Anak Elon Musk Mau Mengganti Nama
Anak CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, telah mengajukan permintaan untuk mengubah namanya sesuai dengan identitas gender barunya