Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkapkan dukungannya terhadap pengembalian pemilihan kepala daerah (pilkada) ke DPRD. Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi virtual bertajuk "Plus Minus Pilkada Oleh DPRD" pada Senin (23/12/2024) malam. Mahfud menjelaskan bahwa posisinya saat ini adalah menyerahkan diskusi politik ke forum yang lebih terbuka, seperti DPR, partai politik, perguruan tinggi, dan sebagainya.
Menurut Mahfud, di masa lalu, tepatnya tahun 2012-2014, ia merupakan salah satu yang mendukung pengembalian pilkada ke DPRD. Saat itu, ia menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan mengadili ratusan kasus mengenai pilkada. Ia mengakui adanya perusakan terhadap kehidupan politik, harmoni, dan sikap masyarakat akibat pemilihan langsung. "Sehingga pada waktu itu, semua partai politik sudah membuat komunike bahwa kita kembali ke DPRD saja karena pemilihan langsung sudah rusak," ungkapnya.
Kontestan calon wakil presiden pada Pilpres 2024 ini menambahkan, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan mantan Menko Polhukam Djoko Suyanto juga menyerukan hal serupa. Mantan Ketua KPU Hafiz Anshari pun turut mengangkat isu kerusakan yang ditimbulkan oleh pilkada langsung. "Hampir semua pilkada itu curang dan rusak kehidupan masyarakat. Data resmi yang dikemukakan ketika itu, 62 persen kepala daerah hasil pilkada terlibat dalam kasus korupsi," kenangnya.
Mahfud juga menyebutkan bahwa hingga tahun 2020, saat ia menjabat sebagai Menko Polhukam, data dari KPK menunjukkan bahwa 84 persen pilkada dibiayai oleh cukong. "Ketika mereka menang atas dukungan cukong, maka konsesi-konsesi akses terhadap APBD, akses terhadap APBN untuk proyek di daerah itu harus dibuka untuk para cukong, termasuk lisensi-lisensi untuk perizinan SDA," lanjutnya.
Organisasi masyarakat terbesar, seperti NU dan Muhammadiyah, juga mendukung pengembalian pilkada ke DPRD karena korupsi yang merusak masyarakat. "Korupsinya luar biasa. NU, Muhammadiyah, digitalnya bisa dibuka, sikap NU dan Muhammadiyah ketika itu. Ya rusak, suap menyuap. Luar biasa," terangnya. Sebelumnya, Presiden RI membandingkan sistem politik Indonesia dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan India, yang dinilai lebih efisien.